Pemerintah Provinsi Bengkulu mengambil langkah tegas untuk mengatasi masalah lingkungan yang ditimbulkan oleh aktivitas pertambangan. Instruksi telah dikeluarkan kepada seluruh perusahaan pertambangan di wilayah tersebut untuk segera melakukan penghijauan dan reklamasi di area bekas tambang. Tindakan ini merupakan wujud keseriusan pemerintah daerah dalam memastikan perusahaan memenuhi kewajiban lingkungan mereka, terutama setelah menyaksikan dampak buruk banjir yang melanda Sumatera.
Banyak lokasi bekas tambang yang seharusnya direklamasi oleh masing-masing perusahaan justru dibiarkan terbengkalai. Kondisi ini menimbulkan kekhawatiran serius terhadap potensi bencana alam dan kerusakan lingkungan jangka panjang. Menyadari urgensi masalah ini, Pemerintah Provinsi Bengkulu, dengan persetujuan Gubernur Helmi Hasan, akan melayangkan surat edaran kepada seluruh perusahaan pertambangan swasta.
Rencana Aksi Pemerintah Provinsi Bengkulu
- Surat Edaran dan Pengumpulan Perusahaan: Dalam waktu dekat, surat edaran akan diluncurkan kepada seluruh perusahaan pertambangan. Perusahaan-perusahaan ini akan dikumpulkan untuk membahas dan menyepakati pelaksanaan gerakan penghijauan serentak di areal bekas pertambangan milik mereka masing-masing.
- Fleksibilitas Waktu Pelaksanaan: Waktu pelaksanaan penghijauan akan disesuaikan oleh masing-masing perusahaan, namun Pemerintah Provinsi akan melakukan pengawasan ketat untuk memastikan program ini berjalan sesuai harapan.
- Koordinasi dengan Pemerintah Daerah: Asisten II Pemprov Bengkulu, R.A. Denny, menambahkan bahwa koordinasi intensif akan dilakukan dengan para bupati di wilayah yang terdampak kegiatan penghijauan massal. Tujuannya adalah untuk memastikan pengawasan berjalan secara optimal dan terpadu.
Temuan Organisasi Lingkungan Hidup Genesis
Organisasi Lingkungan Hidup Genesis Provinsi Bengkulu telah melakukan investigasi dan menemukan fakta mengejutkan terkait kelalaian perusahaan pertambangan. Sembilan perusahaan pertambangan di daerah tersebut dilaporkan tidak melakukan reklamasi di area bekas tambang mereka. Akibatnya, sebanyak 40 lubang bekas tambang dibiarkan terbengkalai begitu saja.
Direktur Genesis, Egi Saputra, mengungkapkan bahwa data ini dikumpulkan pada tahun 2019 dan tersebar di beberapa kabupaten di Bengkulu. “Kami mengidentifikasi ada 40 lubang tambang bekas galian batubara milik 9 perusahaan yang telah habis IUP ditinggalkan begitu saja tanpa upaya reklamasi,” ujar Egi Saputra saat diwawancarai.
Detail Temuan Genesis
- Jumlah Lubang Terbengkalai: Sebanyak 40 lubang bekas tambang.
- Jumlah Perusahaan yang Lalai: Sembilan perusahaan pertambangan.
- Luas Area Terdampak: Akumulasi luas dari 40 lubang tersebut diperkirakan mencapai 40 hektar.
- Luas IUP Keseluruhan Perusahaan: Total luas Izin Usaha Pertambangan (IUP) dari sembilan perusahaan tersebut mencapai 9,7 ribu hektar.
- Rentang Waktu Habis IUP: Beragam, mulai dari tahun 2016 hingga 2020.
- Lokasi Sebaran Perusahaan:
- Enam perusahaan berlokasi di Kabupaten Bengkulu Tengah.
- Dua perusahaan berlokasi di Kabupaten Bengkulu Utara.
- Satu perusahaan berlokasi di Kabupaten Seluma.
Egi Saputra menekankan bahwa pemerintah dinilai belum mengambil tindakan tegas terhadap kelalaian perusahaan-perusahaan ini. Organisasi Genesis mendorong pemerintah untuk segera mengambil langkah tegas guna menindak perusahaan yang tidak bertanggung jawab terhadap kewajiban lingkungannya.
Dampak Lingkungan dan Ancaman Bencana
Pembiaran area bekas tambang tanpa upaya reklamasi menimbulkan kerugian besar bagi lingkungan hidup dan masyarakat. Egi Saputra menegaskan bahwa kondisi ini sangat membahayakan.
- Ancaman Longsor: Lubang-lubang tambang yang menganga tanpa penanganan dapat menjadi titik rawan longsor, terutama saat musim hujan.
- Ancaman Banjir: Aliran air yang terhambat atau berubah arah akibat bekas tambang dapat memicu banjir di wilayah hilir.
“Ancaman banjir, longsor mengintai ribuan warga yang berada di hilir tambang,” tegas Egi. Hal ini menunjukkan bahwa kelalaian perusahaan pertambangan tidak hanya berdampak pada kerusakan alam, tetapi juga mengancam keselamatan dan kesejahteraan masyarakat sekitar. Oleh karena itu, tindakan preventif dan korektif dari pemerintah menjadi sangat krusial untuk mencegah potensi bencana yang lebih besar di masa mendatang.
