Kontroversi Kematian Diplomat Kemenlu: Istri Ungkap Hubungan Gelap Suami
Kasus kematian diplomat Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) Arya Daru Pangayunan yang disimpulkan polisi sebagai bunuh diri menyisakan tanya. Istri almarhum, Meta Ayu Puspitantri atau yang akrab disapa Pita, mengungkapkan fakta mengejutkan yang selama ini disembunyikan. Ia mengaku telah mengetahui bahwa suaminya melakukan 24 kali check-in hotel di Jakarta bersama seorang wanita bernama Vara, rekan kerja Arya di Kemenlu.
Pita mendesak Polda Metro Jaya untuk bersikap transparan dalam penyelidikan kematian Arya Daru pada 7 Juli 2025. “Sebetulnya ada apa, kami minta dari keluarga transparansi mau dibuka, buka saja. Ibaratnya kalau mau bicara aib, Mas Daru sudah tidak ada, kami hanya mengupayakan, memperjuangkan keadilan,” tegas Pita. Ia mengaku sudah sangat siap menerima segala temuan, bahkan ia tak keberatan jika aib almarhum suaminya diungkap secara terang-benderang.
Pengacara keluarga Arya Daru, Nicholay Aprilindo, membenarkan bahwa penyidik telah menemukan bukti kuat adanya 24 kali check-in hotel di Jakarta antara Arya Daru dan Vara, yang berlangsung dari tahun 2024 hingga 2025. Bukti-bukti ini diperoleh dari keterangan resepsionis hotel serta jejak digital pada aplikasi pemesanan akomodasi.
Namun, Pita menegaskan bahwa informasi mengenai hubungan suaminya dengan Vara bukanlah hal baru bagi keluarga. “Sebetulnya kami dari keluarga sudah tahu dari tanggal 28 Juli via Zoom disampaikan polisi, sehingga hal ini bukan suatu hal baru untuk kami,” ujarnya. Ia juga mengaku telah melihat bukti-bukti check-in, informasi mengenai zat dalam tubuh suaminya, posisi penemuan jenazah, serta pergeseran rekaman CCTV.
Bahkan, Pita mengaku mengenal sosok Vara, yang disebut-sebut sebagai istri seorang jenderal TNI Angkatan Laut. Ia pernah menerima foto Vara saat makan bersama Arya Daru sekitar setahun lalu. Satu hari sebelum Arya Daru ditemukan tewas, ia sempat mengabarkan kepada Pita bahwa akan makan siang bersama Vara dan seorang pria bernama Dion untuk membicarakan rencana pengangkatan anak.
Meskipun pihak kepolisian, melalui Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Budi Hermanto, menyatakan adanya privasi yang harus dijaga agar tidak mengungkap aib almarhum, Pita merasa penekanan pada isu aib tersebut sudah tidak relevan lagi. Keluarga Arya Daru mencurigai adanya keterlibatan pihak lain dalam kematian diplomat tersebut dan mendesak polisi untuk segera mengungkap seluruh fakta tanpa ditutupi.
Beberapa jam sebelum Arya Daru ditemukan tewas, Vara diketahui sempat berada di Mal Grand Indonesia (GI) untuk menemani Arya Daru berbelanja bersama Dion.
Guru Kepergok Berduaan dengan Pemuda di Toilet Masjid
Sebuah video yang beredar luas di media sosial memperlihatkan momen menegangkan saat dua pria dewasa digerebek warga di dalam toilet sebuah masjid di Kota Padang, Sumatera Barat. Aksi mereka yang kepergok berduaan di dalam toilet masjid tersebut sontak memicu beragam komentar.
Dalam rekaman video tersebut, terlihat beberapa petugas kepolisian mendatangi toilet masjid yang pintunya tertutup. Setelah digedor dan dibuka, ternyata di dalamnya terdapat dua pria dewasa. “Ngapain kalian di dalam, ngapain dua-dua,” teriak salah satu anggota polisi.
Salah satu pria yang diduga berprofesi sebagai guru SMA tampak mengenakan seragam coklat. Sementara itu, pria yang lebih muda terlihat tidak mengenakan kaos saat digerebek, namun kemudian memakai kaos dan jaketnya saat keluar dari toilet.
Keduanya kemudian diminta untuk membuka celana dan ditanyai identitasnya oleh polisi. “Kamu kerja di mana? Sebagai apa? Guru? Dompet mana dompet, KTP?” tanya polisi. Dari pengakuan mereka, diketahui bahwa ini bukan kali pertama mereka berduaan di dalam toilet tersebut. “Sudah berapa kali kalian di sini? Dua kali?” tanya polisi.
Namun, perekam video memberikan informasi yang berbeda, menyebutkan bahwa kedua pria tersebut sudah beberapa kali terlihat berduaan di toilet masjid tersebut. “Dah lama kami pantau ini,” ujar perekam video. Kejadian ini menimbulkan keprihatinan dan pertanyaan mengenai tindakan yang dilakukan di tempat ibadah.
Kronologi Guru Honorer Zunaidi Terpaksa Berhenti Mengajar Setelah 16 Tahun Mengabdi
Seorang guru honorer bernama Zunaidi (39) di Kabupaten Pati, Jawa Tengah, harus mengakhiri pengabdiannya selama 16 tahun di dunia pendidikan secara terpaksa. Ia termasuk dalam daftar guru honorer di SMA Negeri yang tidak lulus dalam seleksi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) paruh waktu.
Berdasarkan Surat Edaran (SE) Pemerintah Provinsi Jawa Tengah Nomor S/800/1616/2025 tentang Penegasan Status Tenaga Non-ASN Pasca Pelaksanaan Pengadaan Calon Aparatur Sipil Negara Tahun Anggaran 2024, Zunaidi dan guru honorer lainnya hanya diperbolehkan bekerja hingga 31 Desember 2025. Setelah tanggal tersebut, kepala sekolah dilarang mempekerjakan tenaga honorer dan tidak diperkenankan menganggarkan gaji mereka.
Zunaidi, yang telah mengajar sejak tahun 2009, mengaku tidak pernah membayangkan harus mengakhiri kariernya secara tiba-tiba. “Saya terpaksa pensiun dini,” ucapnya saat ditemui pada Sabtu (13/12/2025). Ia menceritakan bahwa beberapa waktu lalu, ia dipanggil oleh kepala sekolah bukan untuk membahas kegiatan belajar-mengajar, melainkan untuk menyampaikan keputusan yang mengacu pada surat edaran tersebut. Pihak sekolah menyatakan tidak lagi bisa memberikan jam mengajar maupun menggaji Zunaidi karena terikat aturan. “Karena tidak ada jam mengajar dan tidak dianggarkan gaji, artinya saya harus keluar,” tutur Zunaidi, yang merupakan ayah dari tiga anak.
Beban Psikologis dan Ketiadaan Pesangon
Bagi Zunaidi, kebijakan ini terasa sangat berat. Ia telah mencurahkan sebagian besar hidupnya untuk dunia pendidikan, bahkan hingga akhir masa tugasnya, ia masih mengemban amanah sebagai wali kelas. Ia menyayangkan bahwa berbagai pencapaiannya selama bertahun-tahun, mulai dari data yang tercatat valid di Dapodik, kepemilikan Sertifikat Pendidik (Serdik), hingga prestasi tingkat nasional yang pernah diraih, seolah tidak memiliki arti.
Yang membuat Zunaidi semakin terpukul adalah ketiadaan pesangon. “Saya menghormati upaya pemerintah menyelesaikan persoalan tenaga non-ASN. Tapi seharusnya penyelesaian tidak harus diartikan dengan memberhentikan guru yang sudah lama mengabdi,” terangnya. Zunaidi menilai kebijakan penataan pegawai tersebut telah mengabaikan rasa keadilan. Menurutnya, penataan seharusnya memperbaiki sistem, bukan justru mengorbankan mereka yang telah lama berkontribusi. “Menata itu mestinya merapikan yang belum tertata, bukan membongkar yang sudah berjalan. Pengalaman 16 tahun, puluhan prestasi, semuanya hilang begitu saja,” keluhnya.
Meskipun demikian, Zunaidi memilih untuk tidak terus terpuruk. Ia menyadari keputusan telah ditetapkan dan hidup harus tetap berjalan. Ke depan, ia berencana meninggalkan pendidikan formal dan mencari peluang di bidang lain, termasuk mendalami fotografi, yang selama ini menjadi minat dan keahliannya. “Mungkin akan fokus ke fotografi dulu sambil belajar keterampilan lain,” pungkasnya.
Tanggapan Ketua PGRI
Ketua Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Kabupaten Pati, Tri Manto, menyampaikan keprihatinan mendalam terkait kebijakan penghentian tenaga honorer pada 31 Desember 2025. Meskipun pemerintah telah mengangkat banyak tenaga honorer melalui jalur PPPK Paruh Waktu, Tri Manto menegaskan bahwa masih banyak sekolah yang kekurangan tenaga pendidik. Kekurangan ini disebabkan oleh pensiun atau purna tugas guru, serta belum terisinya formasi PPPK di sejumlah sekolah.
