Home / Hukum & Kriminal / Dokter Tifa Kembali Tersangka, Tuduh Transkrip Nilai Jokowi Cacat

Dokter Tifa Kembali Tersangka, Tuduh Transkrip Nilai Jokowi Cacat

Dokter Tifa Ungkap Kejanggalan Transkrip Nilai Jokowi, Sebut Cacat dan Berbeda dengan Spesimen UGM 1985

Meskipun telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan ijazah palsu Presiden Joko Widodo, Dokter Tifa justru semakin vokal menyuarakan keraguan terhadap keabsahan dokumen akademik tersebut. Dalam sebuah konferensi pers yang digelar di Mapolda Metro Jaya, Dokter Tifa secara gamblang menyatakan bahwa transkrip nilai yang disampaikan oleh Bareskrim dinilai cacat dan tidak sesuai dengan standar Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada (UGM) pada era 1985.

Dokter Tifa, yang juga merupakan alumni UGM dari Fakultas Kedokteran, mengklaim bahwa dirinya bersama dengan Roy Suryo dan Rismon Sianipar memiliki spesimen transkrip nilai Fakultas Kehutanan UGM keluaran tahun 1985. Menurutnya, transkrip nilai yang dimiliki oleh ketiga pihak tersebut sangat berbeda dengan yang disita oleh kepolisian. “Sebagaimana yang kami semua lihat, bahwa transkrip nilai Joko Widodo yang disampaikan oleh Bareskrim itu transkrip nilai yang cacat,” ujar Dokter Tifa. “Karena tidak lengkap dan tidak sesuai dengan transkrip nilai dari Fakultas Kehutanan UGM di era tahun 1985.”

Lebih lanjut, Dokter Tifa merinci kejanggalan-kejanggalan yang ia temukan. Ia menjelaskan bahwa transkrip nilai yang asli seharusnya lengkap, mencakup tanda tangan dari dekan dan pembantu dekan 1 dari fakultas. Namun, transkrip nilai yang dikaitkan dengan Jokowi dinilai tidak lengkap dalam hal tanda tangan tersebut. “Nah, kalau transkrip nilai asli itu sangat bagus, sempurna, ya, lengkap. dengan tanda tangan dari dekan dan pembantu dekan 1 dari Fakultas Kehutanan UGM,” tuturnya. “Sedangkan transkrip nilai Joko Widodo sama sekali tidak lengkap.”

Kejanggalan lain yang diangkat adalah mengenai format penulisan angka nilai. Dokter Tifa berpendapat bahwa angka-angka pada transkrip nilai Jokowi tidak lazim untuk lulusan sarjana Fakultas Kehutanan UGM tahun 1985 karena ditulis dengan tangan. Ia menegaskan bahwa seharusnya angka-angka tersebut dicetak menggunakan mesin ketik manual. “Angkanya, angka-angka nilai pun juga ditulis dengan tulisan tangan dan itu sama sekali tidak lazim untuk lulusan sarjana di Fakultas Kehutanan UGM tahun 1985,” jelasnya. “Karena seharusnya angka tersebut dicetak dengan mesin ketik manual.”

Dokter Tifa kembali menekankan perbedaannya dengan spesimen yang ia miliki. “Dan yang paling penting lagi adalah bahwa transkrip nilai Joko Widodo tidak ada tanda tangan dari dekan dan pembantu dekan 1,” ucap Dokter Tifa. “Sedangkan transkrip nilai asli tahun 1985 ada tanda tangan dekan dan tanda tangan pembantu dekan 1,” tegasnya.

ASN yang Selingkuh di Bogor Digerebek Anak Sendiri Dipecat

Alasan Roy Suryo, Dokter Tifa, dan Rismon Sianipar Belum Ditahan Meski Jadi Tersangka

Meskipun telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus yang sama terkait dugaan pencemaran nama baik terkait ijazah Jokowi, Roy Suryo, Dokter Tifa, dan Rismon Sianipar belum juga dilakukan penahanan. Ketua Komisi III DPR RI, Habiburokhman, memberikan pandangannya mengenai hal ini.

Menurut Habiburokhman, ketiga individu tersebut dapat dianggap sebagai korban dari Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) versi Orde Baru. Ia menyampaikan hal tersebut dalam sebuah konferensi pers yang membahas mengenai KUHAP baru menjelang Sidang Paripurna di Jakarta pada Selasa (18/11/2025).

Habiburokhman berpendapat bahwa penanganan kasus yang menimpa Roy Suryo dan kawan-kawan ini, jika menggunakan standar KUHAP yang baru, bisa saja diselesaikan melalui mekanisme restorative justice atau keadilan restoratif. “Sekarang ini banyak orang jadi korban KUHAP orde baru, lihat misalnya kelompoknya Roy Suryo itu korban KUHAP orde baru. Menurut standar KUHAP baru Roy Suryo Cs ini penanganan kasusnya bisa dengan restorative justice,” ujarnya.

Pernyataan ini seolah menjelaskan mengapa Roy Suryo dan rekan-rekannya terkesan santai dan tidak menunjukkan kekhawatiran yang berlebihan saat penetapan mereka sebagai tersangka. Roy Suryo sendiri pernah mengungkapkan pandangannya bahwa status tersangka belum tentu berujung pada status terdakwa. “Mengikuti proses hukum yang ada karena status tersangka ini belum tentu terdakwa apalagi terpidana,” ungkap Roy. Ia bahkan sempat menyindir terpidana berinisial SM yang menurutnya, meski sudah berkekuatan hukum tetap, masih bebas berkeliaran tanpa menghormati hukum.

Di sisi lain, Majelis Hakim dalam sidang sengketa ijazah Jokowi baru-baru ini dikabarkan mencecar pihak UGM, Polda Metro Jaya, dan KPU Surakarta yang sebelumnya telah mengklaim keaslian ijazah Jokowi.

Kronologi Kapolsek Pura-pura Jadi Pak Haji Tangkap Perampok di Cileungsi

Jokowi Akhirnya Buka Suara: Alasan Enggan Tunjukkan Ijazah Asli dan Dugaan Agenda Politik

Setelah sekian lama menjadi sasaran hujatan dan berbagai tudingan terkait keaslian ijazahnya, Presiden Joko Widodo akhirnya angkat bicara mengenai alasannya enggan menunjukkan ijazah aslinya kepada publik. Dalam sebuah wawancara eksklusif dengan Kompas TV yang ditayangkan di kanal YouTube Kompas TV pada Selasa (9/12/2025), Jokowi menjelaskan bahwa keputusannya bukanlah karena ketakutan, melainkan didasari oleh prinsip hukum.

“Saya tidak menyampaikan kepada publik ijazah itu. Karena yang pertama ada aduan ke Bareskrim. Yang kedua saya dituduh ijazah saya palsu. Artinya yang menuduh itu yang harus membuktikan. Dalam hukum acara, siapa yang menuduh itu yang harus membuktikan. Itu yang saya tunggu itu. Coba dibuktikan seperti apa?” ujar Jokowi.

Menurut Presiden, pembuktian keabsahan ijazahnya akan lebih baik dilakukan di lingkungan pengadilan. Dengan proses hukum yang berjalan, keadilan bagi semua pihak diharapkan dapat terwujud. “Akan kelihatan adilnya karena yang memutuskan adalah di pengadilan. Karena yang membuat ijazah saya, sudah menyampaikan asli, masih tidak dipercaya, gimana?” tuturnya.

Jokowi menilai bahwa isu ijazah palsu yang terus menerus diembuskan memiliki agenda politik yang besar atau merupakan bagian dari operasi politik. Ia menduga ada pihak-pihak yang berkeinginan untuk menurunkan reputasinya demi kepentingan politik. “Dan yang saya lihat ini memang ada agenda besar politik, ada operasi politik, yang sehingga bisa sampai bertahun-tahun, enggak rampung-rampung. Karena keinginan mereka untuk men-downgrade, menurunkan reputasi yang saya miliki. Meskipun saya merasa enggak punya reputasi apa-apa,” kata Jokowi.

Presiden mempertanyakan motivasi di balik tindakan mengolok-olok, menjelek-jelekkan, merendahkan, menghina, dan menuduh. Ia berpendapat bahwa di balik semua itu pasti ada kepentingan politik. “Kenapa sih kita harus mengolok-olok, menjelek-jelekkan, merendahkan, menghina, menuduh-nuduh? Semua dilakukan untuk apa? Kalau hanya untuk main-main kan, mesti ada kepentingan politiknya di situ,” ujarnya.

Penyebab Kebakaran Hotel New Hollywood Pekanbaru Diselidiki Polisi

Lebih lanjut, Jokowi menekankan pentingnya konsentrasi pada isu-isu strategis negara, terutama di masa-masa yang ekstrem seperti saat ini, di mana tantangan seperti perubahan akibat kecerdasan buatan (artificial intelligence) dan robotika (humanoid) memerlukan perhatian besar. “Tapi sekali lagi mestinya dalam masa-masa ekstrem seperti ini kita konsentrasi untuk hal-hal yang besar, untuk strategi besar negara, untuk kepentingan yang lebih besar bagi negara ini,” paparnya. “Sehingga jangan malah energi besar kita pakai untuk urusan-urusan yang sebetulnya menurut saya, ya urusan ringan,” tambahnya.

Jokowi sangat yakin bahwa ada agenda besar dan “orang besar” di balik kasus ijazahnya. Ia bahkan mengaku mengetahui siapa sosok tersebut, meskipun memilih untuk tidak menyampaikannya secara gamblang. “Saya pastikan, saya tahu. Ya, saya kira gampang ditebak lah. Tapi saya tidak, berusaha sampaikan,” kata Jokowi.

Oleh karena itu, Presiden sangat menantikan proses hukum kasus ini hingga mencapai meja pengadilan. “Ya, untuk pembelajaran kita semuanya, bahwa jangan sampai gampang menuduh orang, jangan sampai gampang menghina orang, memfitnah orang, mencemarkan nama baik seseorang,” pungkasnya.