Mengungkap Misteri Warna Merah dan Hijau: Simbol Abadi Perayaan Natal
Menjelang Hari Raya Natal, umat Kristiani di seluruh dunia merasakan semangat sukacita yang membuncah. Berbagai tradisi khas Natal disiapkan dengan penuh ketelitian, mulai dari menghias rumah dengan pernak-pernik meriah, mendirikan pohon cemara yang dihiasi gemerlap lampu dan ornamen, hingga mempersiapkan hadiah untuk acara tukar kado yang penuh kejutan. Di tengah kemeriahan ini, dua warna selalu mendominasi setiap dekorasi: merah dan hijau. Lonceng, rangkaian bunga, kaus kaki gantung, pita, lampu hias, hingga lilin, semuanya seolah berpadu dalam palet warna yang khas ini.
Banyak yang menganggap warna merah dan hijau sebagai simbol kebahagiaan dan keceriaan dalam menyambut Natal. Namun, tak sedikit pula yang melihatnya sebagai sebuah tradisi turun-temurun yang telah mengakar kuat. Pertanyaannya, mengapa perayaan Natal begitu erat kaitannya dengan kedua warna ini? Mari kita selami lebih dalam sejarah dan makna di baliknya.
Jejak Sejarah dari Kekaisaran Romawi Kuno
Untuk memahami asal-usul warna merah dan hijau dalam perayaan Natal, kita perlu menengok kembali ke masa lalu, jauh sebelum tradisi ini dikenal luas. Sejarah Hari Raya Natal sendiri memiliki keterkaitan erat dengan Kekaisaran Romawi Kuno.
Menurut penjelasan Sekjen Keuskupan Agung Jakarta (KAJ), Rm. Adi Prasojo, penetapan Hari Natal pada tanggal 25 Desember setiap tahunnya berakar dari tradisi masa Kekaisaran Romawi di dunia Barat yang menandai pergantian musim. Teori lain yang dikemukakan oleh F.D. Wellem dalam bukunya, Kamus Sejarah Gereja (2006), menyebutkan bahwa perayaan Natal diadopsi dari hari sakral kaum Pagan yang juga jatuh pada tanggal 25 Desember.
Proses sinkretisme, yaitu perpaduan antara agama dan budaya, ini pada awalnya merupakan bentuk penolakan umat Kristiani terhadap peringatan hari lahirnya Dewa Matahari (Sol Invictus) dalam kepercayaan Pagan di zaman Romawi Kuno. Umat Kristiani meyakini bahwa Yesus Kristus adalah sang Matahari kebenaran. Melalui perpaduan budaya inilah, tanggal 25 Desember kemudian ditetapkan sebagai Hari Natal.
Akar Tradisi dari Kepercayaan Celtic Kuno
Kembali pada pendapat Rm. Adi Prasojo mengenai pengaruh budaya Barat terhadap warna merah dan hijau dalam perayaan Natal, kedua warna ini memiliki kaitan erat dengan tanaman Holly. Tanaman ini dikenal selalu tumbuh subur dan hijau bahkan di tengah musim dingin di negara-negara Barat.

Untuk melengkapi kepingan informasi yang menarik ini, Spike Bucklow, seorang ilmuwan dari University of Cambridge’s Hamilton Kerr Institute, pernah melakukan riset mendalam mengenai topik ini. Ia mengungkapkan, “Seseorang dapat melacak akar dari warna ini selama berabad-abad, ke masa ketika warna itu sendiri memiliki makna simbolis.”
Hasil riset Bucklow secara mengejutkan mengungkap bahwa warna merah dan hijau yang identik dengan Natal berasal dari kepercayaan orang Celtic kuno. Selama berabad-abad, kaum paganisme ini memuja tanaman Holly. Mereka percaya bahwa tanaman ini berperan dalam menjaga keindahan bumi selama musim dingin yang keras.
Holly: Tanaman Sakral Penuh Makna

Tanaman Holly mudah dikenali dari buah-buah kecilnya yang berwarna merah cerah dan daun-daunnya yang hijau tua berduri. Bagi bangsa Celtic Kuno, pohon ini dianggap suci. Kepercayaan mereka mengatakan bahwa Holly dapat memberikan perlindungan, kemakmuran, dan membawa nasib baik di tahun yang akan datang. Keistimewaan lain dari Holly adalah ketahanannya yang luar biasa, mampu bertahan hidup meskipun di tengah cuaca bersalju.
Karena keyakinan ini, kaum Celtic Kuno menciptakan tradisi untuk merayakan titik balik matahari musim dingin atau winter solstice. Mereka menghiasi setiap sudut rumah mereka dengan tanaman Holly sebagai bagian dari perayaan ini.
Adaptasi Tradisi di Era Victoria
Tradisi menghias dengan tanaman Holly ini terus berlanjut dan mengalami adaptasi pada masa Victoria, sekitar abad ke-14. Mengingat perayaan ini rutin dilakukan pada penghujung tahun, masyarakat Victoria pun mengadopsinya sebagai bagian dari dekorasi Natal. Warna merah dan hijau dari tanaman Holly menjadi pilihan utama. Tak hanya itu, mereka juga menghiasi rumah dengan tanaman Holly sebagai simbol cahaya yang menerangi kegelapan musim dingin.

Popularitas Warna Merah-Hijau Berkat Coca-Cola
Meskipun tradisi penggunaan warna merah dan hijau dalam perayaan Natal telah ada sejak berabad-abad lalu, kombinasi kedua warna ini baru benar-benar populer secara luas pada tahun 1930-an. Fenomena ini tak lepas dari peran sebuah perusahaan minuman ternama, Coca-Cola.

Pada tahun 1931, Coca-Cola merekrut seorang ilustrator bernama Haddon Sundblom untuk menciptakan iklan bertema Sinterklas. Dengan keahlian artistik dan ide kreatifnya, Sundblom menciptakan gambar Sinterklas yang ikonik: sosok yang ramah, berbadan gempal, mengenakan jubah merah dan putih, dengan latar belakang berwarna hijau. Pemilihan warna ini dirancang untuk menonjolkan sifat Sinterklas yang bersahabat, mudah didekati, dan menarik perhatian semua orang.
Hasilnya sungguh luar biasa. Gambar Sinterklas ciptaan Sundblom menjadi sangat ikonik dan berhasil membentuk persepsi masyarakat Amerika tentang suasana Natal yang identik dengan warna merah-hijau yang ceria. Sejak saat itu, tradisi penggunaan warna merah dan hijau dalam menyambut musim dingin menyebar ke seluruh dunia, menjadikan kedua warna ini identik dan tak terpisahkan dari perayaan Natal.
Kisah di balik warna merah dan hijau Natal ini menunjukkan bagaimana tradisi dan budaya dapat berpadu, beradaptasi, dan akhirnya menjadi bagian tak terpisahkan dari perayaan yang kita kenal hingga kini.
