Home / Daerah / Mentari Pananjung: Surga Pagi Pangandaran

Mentari Pananjung: Surga Pagi Pangandaran

Perjalanan keluarga ke Kabupaten Pangandaran kali ini memiliki agenda khusus yang berbeda dari kunjungan sebelumnya. Jika biasanya hanya sekadar singgah, kali ini kami merencanakan sebuah momen liburan kecil yang berfokus pada menikmati keindahan pagi di Pantai Pananjung. Tujuannya adalah menciptakan kenangan hangat dan menyenangkan bagi anak-anak, pengalaman yang bisa mereka ingat di kemudian hari.

Kami memutuskan untuk tiba di Pantai Pananjung pada pagi hari, tepat setelah menunaikan salat Subuh. Udara saat itu masih terasa sangat segar, dan langit perlahan mulai diwarnai gradasi jingga saat matahari mengintip dari balik cakrawala. Keberangkatan yang lebih awal ini disengaja agar kami dapat merasakan suasana pantai yang masih sepi, sebelum keramaian wisatawan mulai berdatangan. Suasana hening di pagi hari memberikan ketenangan tersendiri, seolah alam semesta sedang membuka dirinya secara perlahan sebelum menyambut hiruk pikuk aktivitas. Anak-anak pun tampak sangat bersemangat, seolah mereka telah menyiapkan daftar petualangan kecil yang ingin segera mereka laksanakan sejak malam sebelumnya.

Sejak kami pindah ke Bogor pada tahun 2014, saya secara konsisten mengikuti perkembangan kabar mengenai Pangandaran yang terus melakukan perbaikan. Upaya pemerintah daerah untuk meningkatkan kualitas pariwisata terlihat jelas dari berbagai aspek, mulai dari perbaikan fasilitas publik, penataan papan informasi yang lebih baik, hingga pembangunan jalur pedestrian yang semakin memadai. Meskipun demikian, masih ada pekerjaan rumah yang cukup besar terkait kesiapan masyarakat setempat dalam menghadapi pertumbuhan sektor pariwisata, terutama dalam hal pelayanan dan menjaga kebersihan lingkungan. Setibanya di Pantai Pananjung, saya langsung merasakan perpaduan antara kemajuan yang telah dicapai dan beberapa kekurangan yang masih memerlukan perhatian lebih lanjut.

Pagi itu, pantai menyajikan pemandangan yang sangat menenangkan mata. Deburan ombak terdengar berirama lembut, semilir angin laut terasa dingin namun menyegarkan, dan hamparan pasirnya begitu nyaman untuk diinjak. Kedua putra saya, yang berusia sepuluh dan tujuh tahun, langsung berlari menuju tepi pantai begitu kami tiba. Mereka asyik menggambar berbagai bentuk lucu di atas pasir, berlarian mengejar ombak kecil yang datang, dan mencoba membangun benteng pasir yang akhirnya takluk oleh kekuatan air laut. Menyaksikan mereka bermain dengan begitu bebas di bawah hangatnya sinar matahari pagi, saya merasa bahwa perencanaan perjalanan kali ini memang sangat layak dilakukan.

Namun, ada satu hal yang masih menjadi catatan penting dan perlu menjadi perhatian. Di beberapa titik di sepanjang pantai, kami masih menemukan adanya sampah yang tertinggal. Meskipun jumlahnya tidak sebanyak pada kunjungan kami di tahun-tahun sebelumnya, hal ini tetap menjadi pengingat penting bagi para pengunjung maupun pemerintah daerah. Selain itu, penempatan tempat sampah yang belum merata juga membuat beberapa sudut pantai terlihat kurang terawat. Hal ini menunjukkan bahwa upaya membangun destinasi wisata yang unggul bukan hanya sekadar tentang penyediaan fasilitas fisik semata, melainkan juga tentang pembentukan kebiasaan berperilaku kolektif yang baik.

Riau Perketat HET Beras, Jamin Sembako Aman Nataru

Setelah merasa puas bermain di area pantai, kami melanjutkan petualangan ke destinasi berikutnya, yaitu menyeberang menuju Cagar Alam Pananjung. Kami memang sangat ingin merasakan sensasi menyeberang menggunakan perahu khas masyarakat setempat, sebuah pengalaman yang bagi anak-anak terasa seperti sebuah petualangan besar. Di tepi Pantai Pananjung, para wisatawan memiliki pilihan untuk berjalan kaki menyusuri tepian laut atau menggunakan perahu kecil yang akan membawa mereka menyusuri perairan yang jernih. Kami memilih opsi perahu, karena ingin memberikan pengalaman yang lebih khas dan menarik bagi anak-anak.

Begitu perahu mulai bergerak perlahan, aroma asin laut langsung menyapu wajah kami. Suara mesin perahu berpadu dengan riak ombak, menciptakan sebuah harmoni sederhana yang sangat sulit ditemukan di tempat lain. Air laut memantulkan bias cahaya matahari pagi, sementara rimbunnya hutan hijau di kawasan cagar alam tampak semakin mendekat, seolah menjadi dinding alam yang menyambut kedatangan kami. Perjalanan singkat menggunakan perahu ini menghadirkan rasa kagum yang mendalam, nostalgia, serta kedekatan yang kuat dengan keindahan alam Pangandaran.

Sesampainya di gerbang kawasan cagar alam, kami langsung disambut oleh sekawanan monyet ekor panjang yang seolah menjadi “tuan rumah” di tempat ini. Mereka terlihat bergelantungan di dahan-dahan pohon, berlarian di atas tanah, dan terkadang mendekat dengan rasa ingin tahu yang besar. Anak-anak tentu saja merasa sangat antusias, meskipun kami senantiasa mengingatkan mereka untuk tetap berhati-hati dan menjaga jarak. Begitu memasuki kawasan cagar alam, suasana terasa jauh lebih sunyi dan damai. Udara di sini terasa lebih segar, pepohonan yang rimbun memberikan keteduhan yang nyaman, dan suara kicauan burung terdengar saling bersahutan. Jalur trekking yang telah ditata cukup baik membuat penjelajahan di dalam kawasan ini terasa nyaman.

Seorang petugas yang bertugas menjaga kawasan tersebut bercerita bahwa peningkatan jumlah pengunjung dalam beberapa tahun terakhir telah mendorong pemerintah untuk lebih serius dalam memperbaiki fasilitas yang ada. Meskipun demikian, upaya edukasi kepada para wisatawan agar tidak memberi makan satwa liar dan menjaga kebersihan lingkungan tetap menjadi tantangan utama yang perlu terus diatasi. Dari obrolan singkat dengan petugas tersebut, saya menangkap adanya optimisme yang kuat mengenai masa depan Pangandaran, namun di sisi lain, juga terselip kekhawatiran jika perkembangan ini tidak diimbangi dengan kesiapan masyarakat dan peningkatan budaya sadar wisata yang lebih baik.

Saya merasa sangat beruntung dapat menyaksikan secara langsung proses perubahan yang sedang terjadi di Pangandaran. Momen pagi yang tenang di Pantai Pananjung, pengalaman menyeberang dengan perahu yang khas, hingga menjelajahi keindahan kawasan cagar alam bersama keluarga, semuanya terangkai menjadi sebuah pengalaman yang sangat menyenangkan dan penuh makna. Pangandaran saat ini adalah sebuah cerita tentang sebuah daerah yang sedang giat menata diri untuk dapat menjelma menjadi destinasi pariwisata yang unggulan.

Jadwal KRL Jogja-Solo Berlaku Saat Libur Sekolah, 23-24 Desember 2025

Bagi kami, perjalanan ini bukan sekadar sebuah liburan biasa, melainkan juga sebuah pengingat yang berharga bahwa keindahan alam yang dianugerahkan Tuhan membutuhkan komitmen yang kuat dari kita semua untuk dijaga kelestariannya. Pangandaran kini berada di jalur yang tepat menuju masa depan pariwisata yang lebih matang dan berkelanjutan, dan saya bersyukur dapat menikmati sepotong dari perjalanan penting ini bersama keluarga tercinta.