Mahkamah Agung Teguhkan Vonis 14 Tahun Penjara untuk Pengacara Terpidana Kasus Suap
Mahkamah Agung (MA) secara resmi menolak permohonan kasasi yang diajukan oleh Lisa Rachmat, pengacara dari terpidana Ronald Tannur. Keputusan ini menguatkan vonis pidana penjara selama 14 tahun yang sebelumnya dijatuhkan oleh pengadilan tingkat banding. Dengan demikian, hukuman yang diterima Lisa Rachmat tidak mengalami perubahan dari putusan sebelumnya.
Informasi mengenai penolakan kasasi ini terungkap dari kutipan amar putusan Perkara Nomor 12346 K/PID.SUS/2025 yang tercatat dalam laman Info Perkara MA RI. Putusan ini diputus pada hari Jumat, 19 Desember, oleh majelis hakim yang diketuai oleh Hakim Agung Jupriyadi, didampingi oleh dua hakim anggota, Sinintha Yuliansih Sibarani dan Suradi. Saat ini, proses administrasi putusan masih dalam tahap minutasi.
Latar Belakang Kasus dan Vonis Awal
Lisa Rachmat, yang dikenal sebagai pengacara dari Ronald Tannur dalam kasus pembunuhan kekasihnya, terjerat dalam kasus pemufakatan jahat yang berujung pada pemberian suap. Suap ini diduga ditujukan untuk mengkondisikan penanganan kasus Ronald Tannur, baik di Pengadilan Negeri Surabaya maupun di Mahkamah Agung. Tujuannya adalah agar majelis hakim di tingkat pertama menjatuhkan vonis bebas, dan di tingkat kasasi, putusan bebas tersebut dapat diperkuat.
Sebelumnya, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat telah menjatuhkan vonis kepada Lisa Rachmat dengan pidana penjara selama 11 tahun. Selain itu, ia juga dikenakan denda sebesar Rp 750 juta, dengan subsider enam bulan kurungan apabila denda tersebut tidak dibayarkan.
Pemberatan Hukuman di Tingkat Banding
Namun, putusan pengadilan tingkat pertama ini kemudian diperberat oleh majelis hakim banding di Pengadilan Tinggi DKI Jakarta. Hukuman Lisa Rachmat dinaikkan menjadi 14 tahun penjara. Selain pidana penjara yang lebih berat, denda yang dijatuhkan juga tetap sama, yaitu Rp 750 juta dengan subsider enam bulan kurungan.
Dasar Hukum dan Pasal yang Dilanggar
Dalam putusannya, majelis hakim menyatakan bahwa Lisa Rachmat terbukti bersalah melakukan pemufakatan jahat yang melibatkan pemberian suap. Tindakan ini dinilai melanggar beberapa pasal dalam undang-undang pemberantasan tindak pidana korupsi.
Secara spesifik, Lisa Rachmat dinyatakan melanggar:
- Pasal 6 ayat (1) huruf a juncto pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
- Pasal 15 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
- Peraturan perundang-undangan tersebut kemudian diubah dan ditambah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.
- Selain itu, ia juga dijerat dengan pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, yang berkaitan dengan peran serta dalam melakukan tindak pidana.
Dampak Putusan Kasasi
Penolakan kasasi oleh Mahkamah Agung ini memiliki implikasi signifikan. Vonis 14 tahun penjara yang dijatuhkan oleh pengadilan banding kini berkekuatan hukum tetap. Hal ini menegaskan komitmen lembaga peradilan untuk memberantas praktik suap dan upaya mengintervensi proses hukum. Kasus ini menjadi pengingat bahwa segala bentuk upaya untuk memanipulasi jalannya peradilan akan dihadapi dengan sanksi yang tegas.
Keputusan MA ini juga menunjukkan bahwa upaya hukum yang diajukan oleh terdakwa dan penuntut umum, dalam hal ini permohonan kasasi, telah ditinjau secara menyeluruh dan diputuskan berdasarkan pertimbangan hukum yang matang. Penolakan kasasi ini mengakhiri proses hukum di tingkat Mahkamah Agung, dan vonis yang dijatuhkan harus dijalani oleh terpidana.
Kasus ini juga menyoroti pentingnya integritas dalam profesi hukum. Sebagai penegak hukum, pengacara memiliki tanggung jawab moral dan etis yang tinggi. Terlibat dalam praktik suap tidak hanya merusak citra profesi itu sendiri, tetapi juga mencederai rasa keadilan masyarakat. Vonis yang dijatuhkan kepada Lisa Rachmat diharapkan dapat menjadi efek jera bagi pihak lain yang mungkin memiliki niat serupa.
