Home / Ekonomi / Kinerja Perbankan RI Tahun Kuda Api 2026

Kinerja Perbankan RI Tahun Kuda Api 2026

Kinerja Perbankan Nasional di Tengah Tantangan

Pada tahun 2025, kinerja perbankan nasional menghadapi berbagai tantangan, termasuk suku bunga yang tinggi dan ketidakpastian global yang memengaruhi profitabilitas. Pertanyaannya, bagaimana prospek raihan laba lembaga intermediasi pada tahun 2026?

Berdasarkan data Statistik Perbankan Indonesia (SPI) OJK Juni 2025, pergerakan laba industri perbankan dipengaruhi oleh kelompok bank milik negara atau Himbara. Laba empat bank pelat merah memiliki kontribusi terhadap profit industri sebesar 48,41%, paling besar dibandingkan dengan kelompok bank umum lainnya.

Sementara itu, kelompok bank umum swasta nasional (BUSN) menyumbang porsi sebesar 40,91%, lalu bank pembangunan daerah (BPD) sebesar 5,31%, dan kantor cabang bank asing (KCBA) sebesar 5,38%. Laba industri perbankan RI sempat mencatatkan koreksi pada Januari 2025 sebesar 7,28% YoY. Hal ini sejalan dengan penurunan tajam laba kelompok BUMN yang turun 25,79% YoY.

Hingga Juni 2025, laba Himbara belum menunjukkan perbaikan dengan pertumbuhan. Kelompok BPD juga sempat mengalami penurunan laba sejak kuartal akhir 2024, tetapi mulai positif pada Februari 2025. Profitabilitas bank asing juga mengalami penurunan sejak Januari 2025 hingga Juni 2025, dengan pertumbuhan positif hanya pada Maret 2025.

Sementara itu, kelompok bank swasta nasional mencatatkan kinerja positif hingga Juni 2025, di tengah tantangan yang dihadapi kelompok lain, baik dari sisi biaya dana hingga dampak ketidakpastian global.

Krisis Cip Global, Honda Hentikan Produksi di Jepang dan Tiongkok

Risiko Pemburukan Aset di Sektor Perumahan dan UMKM

Perbankan juga menghadapi risiko pemburukan aset pada tahun ini, khususnya di sektor perumahan dan segmen UMKM. Rasio kredit bermasalah (non-performing loan/NPL) komponen KPR pada Maret 2025 berada pada level 2,93%. Angka ini meningkat dibandingkan dengan Maret 2024 yang sebesar 2,49%.

Pada medio Juli 2025, Bank Indonesia juga ikut menyampaikan sorotan terhadap kenaikan NPL sektor perumahan, khususnya pada KPR. Bank Sentral mengakui adanya pemburukan kualitas kredit pada sektor perumahan, tetapi menyatakan peningkatan tersebut tidak signifikan, yaitu ke level 3,17%.

Tak hanya perumahan, penyaluran kredit ke segmen UMKM juga mengalami pemburukan kualitas kredit. OJK menyampaikan rasio NPL UMKM pada Juli 2025 mengalami peningkatan menjadi 4,43%. Angka ini lebih tinggi dibanding bulan sebelumnya yang sebesar 4,41% maupun periode yang sama tahun lalu sebesar 4,05%.

Meski demikian, rasio kredit berisiko atau LaR segmen UMKM mencatatkan perbaikan. Pada Juli 2025, LaR UMKM turun ke level 12,70%, lebih rendah dibanding posisi sebelum pandemi sebesar 12,74%. Angka itu juga lebih rendah dibanding Juni 2025 sebesar 12,82%.

Proyeksi Kinerja Perbankan di Tahun 2026

Untuk tahun depan, OJK memperkirakan tekanan terhadap laba industri perbankan berpotensi mereda seiring dengan tren penurunan risiko kredit dan normalisasi pembentukan cadangan kerugian penurunan nilai (CKPN).

PHK Massal: 79 Ribu Karyawan Terkena Dampak per November 2025, Jabar Terparah

Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae menyampaikan bahwa kinerja intermediasi perbankan hingga Oktober 2025 masih relatif stabil dengan profil risiko yang terjaga. Kredit perbankan tercatat tumbuh 7,36% secara tahunan (year on year/YoY) menjadi Rp8.220,2 triliun.

Di sisi kualitas aset, rasio kredit bermasalah tetap terkendali. Rasio NPL gross berada pada level 2,25%, sementara NPL net tercatat sebesar 0,9%. “Loan at risk” juga relatif stabil dan menunjukkan tren penurunan. Per Oktober 2025, LaR tercatat sebesar 9,4%, turun dibandingkan September 2025 yang sebesar 9,52%.

Penurunan LAR tersebut dinilai menjadi sinyal positif bagi industri perbankan. Pasalnya, sepanjang tahun ini kenaikan beban pencadangan menjadi salah satu faktor utama yang menahan pertumbuhan laba bank.

Pertumbuhan Kredit dan Proyeksi Tahun 2026

Perhimpunan Bank Nasional alias Perbanas menargetkan pertumbuhan kredit nasional pada 2026 terkonsentrasi di rentang high single digit hingga low double digit atau sekitar 9% sampai 11%.

Ketua Umum Perbanas Hery Gunardi mengatakan bahwa menjelang penutupan 2025, industri perbankan berada pada kondisi likuiditas yang sangat longgar. Hal itu terlihat dari rasio loan to deposit ratio (LDR) yang terus menurun dan kini berada di kisaran 84%, jauh di bawah batas regulasi OJK dan Bank Indonesia sebesar 92%.

UMP Sulut 2026 Tembus Rp 4 Juta, Pengangguran Manado dan Minut Berharap Bisa Kerja Segera

“Artinya bank punya uang, bank punya likuiditas untuk ekspansi,” ujar Hery dalam konferensi pers CEO Forum Economic Outlook 2026, Rabu (10/12/2025).

Menurutnya, kelonggaran tersebut tidak lepas dari kebijakan pemerintah dan Bank Indonesia (BI) yang cenderung progrowth sepanjang tahun, mulai dari relaksasi Giro Wajib Minimum (GWM) hingga kebijakan penurunan suku bunga acuan BI rate.

Hery juga menyoroti instrumen Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) yang pada 2023 sempat menawarkan imbal hasil tinggi sehingga menjadi kompetitor deposito perbankan. Namun saat ini, dengan likuiditas yang melimpah, bank-bank mulai mampu menekan cost of fund lebih rendah dibanding tahun sebelumnya.

Di sisi lain, Perbanas mencatat kondisi undisbursed loan atau kredit yang sudah disetujui tetapi belum ditarik oleh debitur masih cukup tinggi. Hal tersebut menunjukkan banyak pelaku usaha masih bersikap wait and see sebelum melakukan ekspansi.

“Banyak debitur yang sudah mendapatkan pembiayaan, tetapi masih menunggu momentum yang tepat untuk menarik dananya,” tuturnya.

Tak hanya itu, Hery menyebutkan daya beli masyarakat menengah ke bawah juga melemah dibandingkan tahun-tahun sebelumnya, sehingga turut memengaruhi permintaan kredit.

Meski demikian, Hery optimistis bahwa prospek ekonomi pada 2026 akan lebih baik dibandingkan 2025. Jika pertumbuhan ekonomi meningkat, maka pertumbuhan kredit perbankan pun akan ikut terdorong.

“Tentunya kalau pertumbuhan ekonomi lebih baik, salah satu parameternya adalah kredit perbankan tumbuh. Namun dari kajian kami, kredit perbankan kelihatannya akan tumbuh antara 9% sampai 11%,” ujarnya.