Home / Sosial & Budaya / Sajian Budaya Kraton: Tari & Karawitan yang Memukau

Sajian Budaya Kraton: Tari & Karawitan yang Memukau

Yogyakarta, sebuah kota yang kaya akan warisan budaya, menawarkan berbagai pengalaman menarik bagi para pengunjungnya. Salah satu permata tersembunyi yang kerap terlewatkan oleh hiruk pikuk pariwisata pada umumnya adalah pertunjukan seni tradisional yang diselenggarakan di Bangsal Sri Menganti, Keraton Yogyakarta. Bagi mereka yang berkesempatan mengunjungi kota ini, khususnya pada hari Selasa dan Sabtu, sebuah suguhan seni yang memukau menanti.

Jadwal Pertunjukan Seni di Bangsal Sri Menganti

Jadwal pertunjukan seni di Bangsal Sri Menganti dikelola dengan cermat dan diumumkan melalui akun Instagram resmi Keraton Yogyakarta, @kratonjogja.even.

  • Hari Selasa: Pengunjung dapat menikmati pertunjukan uyon-uyon, sebuah perpaduan antara seni karawitan (musik gamelan) dan tari tradisional. Alunan gamelan yang syahdu berpadu dengan gerakan tari yang anggun menciptakan atmosfer yang magis.
  • Hari Sabtu: Hari ini didedikasikan untuk pertunjukan wayang wong, sebuah bentuk teater tradisional di mana para pemain memerankan tokoh-tokoh dari cerita pewayangan dengan kostum dan tata rias yang memukau.

Kedua pertunjukan ini biasanya berlangsung dari pukul 09.00 hingga 11.00 pagi.

Tiket Masuk yang Terjangkau

Salah satu daya tarik utama dari pertunjukan ini adalah harga tiketnya yang sangat terjangkau, menjadikannya aksesibel bagi berbagai kalangan.

  • Wisatawan Nusantara: Hanya dikenakan biaya sebesar Rp 15.000 per orang.
  • Wisatawan Mancanegara: Dikenakan biaya sebesar Rp 25.000 per orang.

Mengingat kualitas dan profesionalisme para seniman yang tampil, harga ini sungguhlah murah meriah. Pertunjukan ini menjadi pilihan yang menarik karena jenis kesenian yang ditampilkan jarang dapat disaksikan di tempat lain dengan kemudahan akses seperti ini.

Zodiak Rabu 17 Des: Asmara, Cuan, Hoki Berkilau

Aturan Pakaian untuk Pengunjung

Bagi setiap pengunjung yang memasuki area Keraton Yogyakarta, termasuk yang hendak menyaksikan pertunjukan seni di Bangsal Sri Menganti, terdapat satu aturan penting terkait pakaian:

  • Larangan: Pengunjung tidak diperkenankan mengenakan topi dalam bentuk apa pun.
  • Diperkenankan: Penggunaan blangkon, udeng, ikat kepala, dan hijab diperbolehkan.

Aturan ini bertujuan untuk menjaga kesakralan dan kekhidmatan tempat serta pertunjukan yang disajikan.

Kapasitas dan Tingkat Penonton

Bangsal Sri Menganti dirancang untuk menampung penonton dalam jumlah yang relatif intim, menciptakan suasana yang lebih personal.

  • Kapasitas Lesehan: Terdapat area lesehan yang dapat menampung sekitar 130 hingga 170 orang.
  • Kursi Khusus: Selain itu, disediakan 50 buah kursi yang diperuntukkan khusus bagi lansia dan pengunjung berkebutuhan khusus (disabilitas).

Menariknya, tidak semua penonton menyaksikan pertunjukan hingga usai. Sekitar 80% penonton biasanya adalah wisatawan umum yang memiliki agenda utama untuk menjelajahi keseluruhan kompleks Keraton Yogyakarta, sehingga pertunjukan seni hanyalah salah satu dari banyak agenda mereka.

Kelompok penonton yang bertahan hingga akhir pertunjukan umumnya terdiri dari:

Wawako Ajak Masyarakat Perkuat Kolaborasi Lestarikan Budaya Lokal

  • Pecinta seni
  • Pengamat seni
  • Pemerhati seni
  • Seniman lain
  • Keluarga atau teman dari para penampil.

Bahkan, untuk pertunjukan karawitan dan wayang kulit, jumlah penonton yang menikmati hingga tuntas seringkali hanya berkisar antara 5 hingga 10 orang saja. Hal ini menunjukkan betapa spesialnya pengalaman bagi mereka yang benar-benar mendalami dan menghargai seni pertunjukan tradisional.

Pengalaman Pribadi dengan Wisatawan Mancanegara

Suatu kali, sebuah momen menarik terjadi ketika empat wisatawan mancanegara tampak sangat antusias menyaksikan pertunjukan tari dan karawitan hingga akhir. Tiga di antaranya merupakan rombongan kecil dari Belanda yang ditemani oleh seorang pemandu wisata. Sementara itu, satu wisatawan lainnya adalah seorang backpacker dari Jerman.

Wisatawan asal Jerman ini terlihat begitu terpesona, menikmati setiap alunan gamelan yang lembut dan suara pesinden yang mendayu-dayu. Dari bahasa tubuhnya, jelas terlihat bahwa ia memiliki keinginan untuk berkomunikasi, mungkin ingin bertanya lebih lanjut mengenai pertunjukan yang sedang ia saksikan. Sayangnya, kendala bahasa menjadi penghalang. Ia tidak mengerti bahasa Inggris, dan sang penulis pun tidak menguasai bahasanya. Satu-satunya interaksi yang bisa dilakukan hanyalah sapaan singkat “Guten Tag” (Selamat siang dalam bahasa Jerman), diikuti dengan lambaian tangan perpisahan dan ucapan maaf. Momen ini menggambarkan betapa seni memiliki kekuatan universal untuk menyentuh hati, meskipun komunikasi verbal terbatas.