PT Super Bank Indonesia Tbk (SUPA) secara resmi mencatatkan sahamnya di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada hari Rabu, 17 Desember. Perusahaan ini melakukan penawaran umum perdana saham atau initial public offering (IPO). Dalam perdagangan perdananya, saham SUPA langsung melonjak menembus batas auto reject atas (ARA), menguat 24,41% atau 155 poin, dan dibuka pada level harga Rp 790 per saham.
Kehadiran Superbank menandai emiten ke-26 yang terdaftar di BEI sepanjang tahun ini. Pada sesi perdagangan pagi, volume saham yang diperdagangkan mencapai 19.446 lot dengan total nilai transaksi sebesar Rp 1,54 miliar.
Dalam penawaran umum perdananya, Superbank menetapkan harga saham sebesar Rp 635 per lembar. Perusahaan melepas sebanyak 4,4 miliar saham baru, yang setara dengan 13% dari total modal ditempatkan dan disetor penuh pasca-IPO. Melalui aksi korporasi ini, Superbank berhasil menghimpun dana segar sebesar Rp 2,79 triliun. Dana tersebut direncanakan akan dialokasikan untuk mendukung ekspansi bisnis serta memperkuat kapabilitas perbankan digital perusahaan.
Setiap lembar saham memiliki nilai nominal Rp 100, dengan potensi dana segar yang terkumpul mencapai Rp 2,79 triliun. Untuk memfasilitasi proses IPO ini, Superbank telah menunjuk enam perusahaan sekuritas sebagai underwriter, yaitu Korea Investment And Sekuritas Indonesia, Bahana Sekuritas, PT Mandiri Sekuritas, PT CLSA Sekuritas Indonesia, PT Trimegah Sekuritas Indonesia Tbk, dan PT Sucor Sekuritas.
Babak Baru Perjalanan Superbank
Presiden Direktur Superbank, Tigor M. Siahaan, menyatakan bahwa pencatatan saham di BEI merupakan babak baru yang signifikan bagi perjalanan perseroan. Beliau menekankan bahwa sejak awal, Superbank dibangun atas keyakinan kuat bahwa kekuatan ekosistem digital dapat menjadi motor penggerak utama dalam menyediakan layanan keuangan yang lebih inklusif bagi masyarakat Indonesia.
“Kami kini semakin siap untuk memperluas akses kredit, mempercepat inovasi produk, dan menghadirkan layanan finansial yang aman serta relevan bagi jutaan masyarakat Indonesia. Modal yang berhasil kami himpun dari IPO ini akan menjadi fondasi yang kokoh untuk pertumbuhan jangka panjang kami,” ujar Tigor.
Alokasi Dana IPO untuk Pertumbuhan
Berdasarkan prospektus yang diterbitkan, sekitar 70% dari total dana hasil IPO akan digunakan sebagai modal kerja. Modal kerja ini akan difokuskan untuk memperkuat penyaluran kredit, terutama kepada segmen underbanked, baik untuk nasabah ritel maupun Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Segmen ini menjadi salah satu fokus utama pertumbuhan Superbank.
Sementara itu, sekitar 30% dari dana IPO akan dialokasikan untuk belanja modal. Alokasi ini mencakup pengembangan produk pendanaan dan pembiayaan, peningkatan sistem pembayaran digital, penguatan infrastruktur teknologi informasi, serta optimalisasi sistem operasional. Selain itu, sebagian dana juga akan diinvestasikan untuk jangka panjang di bidang kecerdasan buatan (AI), analitik data, dan keamanan siber.
Sebelum pelaksanaan IPO, total modal ditempatkan dan disetor bank digital ini tercatat sebanyak 29,49 miliar saham dengan nilai nominal Rp 2,94 triliun, yang mewakili 100% kepemilikan. Setelah IPO, jumlah modal ditempatkan dan disetor meningkat menjadi 33,89 miliar saham, dengan nilai nominal mencapai Rp 3,38 triliun.
Struktur Kepemilikan Pasca-IPO
Pasca-IPO, struktur kepemilikan saham Superbank menunjukkan beberapa pemegang saham utama. PT Elang Media Visitama (EMV) tetap menjadi pemegang saham terbesar dengan porsi kepemilikan sebesar 27,07%. Diikuti oleh PT Kudo Teknologi Indonesia (KTI) sebesar 16,67%, GXS Bank Pte., Ltd. sebesar 10,44%, A5DB Holdings sebesar 10,03%, dan KakaoBank Corp (KKB) sebesar 8,66%. Porsi kepemilikan masyarakat melalui pembelian saham dalam IPO mencapai 4.406.612.300 saham, atau setara dengan 13,00% dari keseluruhan modal ditempatkan dan disetor.
Komitmen Dividen dan Kebijakan Pembagian
Superbank menyatakan komitmennya untuk membagikan dividen kepada seluruh pemegang saham setelah IPO, dengan syarat perusahaan mencatatkan saldo laba yang positif. Porsi dividen yang direncanakan dapat mencapai maksimal 85% dari laba bersih tahun berjalan.
Namun, realisasi pembagian dividen akan sangat mempertimbangkan berbagai indikator fundamental dan strategi bisnis perusahaan. Beberapa faktor kunci yang akan menjadi acuan antara lain:
- Kinerja keuangan bank secara keseluruhan.
- Tingkat rasio Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM).
- Kesehatan bank berdasarkan metrik perbankan yang relevan.
- Kondisi keuangan dan proyeksi pertumbuhan laba di masa mendatang.
Selain itu, kebutuhan permodalan untuk mendukung ekspansi di masa depan, rencana pengembangan bisnis, keberlanjutan usaha, serta kondisi pasar dan ekonomi secara umum juga akan menjadi pertimbangan penting. Kepentingan pemegang saham dan kepatuhan terhadap regulasi yang berlaku juga akan senantiasa dijaga.
Strategi Bisnis Superbank
Berdasarkan prospektus, Superbank melihat adanya keunggulan kompetitif yang kuat dalam memanfaatkan peluang besar di sektor keuangan digital Indonesia yang sedang berkembang pesat. Perusahaan menyadari potensi perluasan pasar dan peningkatan adopsi layanan perbankan digital di kalangan masyarakat. Superbank mengusung konsep layanan berbasis multi-ekosistem yang dirancang untuk menjadi terdepan di Indonesia.
Fokus utama Superbank adalah menghadirkan produk dan layanan inovatif yang dapat menjangkau lebih banyak nasabah. Hal ini mencakup segmen tabungan, pinjaman, dan layanan keuangan lainnya. Keunggulan kompetitif lain yang dimiliki Superbank adalah DNA perusahaan yang berbasis kecerdasan buatan (AI), yang didukung oleh teknologi mutakhir untuk mendorong inovasi dan skalabilitas yang tinggi.
Di sisi lain, kepemimpinan Superbank didukung oleh tim dengan pengalaman luas di industri perbankan dan teknologi, yang menjadi motor penggerak dalam mendorong pertumbuhan strategis yang berkelanjutan. Sejalan dengan visi tersebut, strategi usaha Superbank meliputi pengembangan portofolio pinjaman secara strategis. Perusahaan juga berupaya untuk meningkatkan pendanaan, loyalitas, serta keterlibatan nasabah melalui perannya dalam ekosistem keuangan yang lebih luas.
Lebih lanjut, siklus kredit yang berbasis AI menjadi salah satu strategi utama Superbank. Hal ini diperkuat dengan pemanfaatan teknologi machine learning dan analisis big data untuk pengambilan keputusan yang lebih akurat dan efisien. Dari sisi operasional, Superbank berupaya mengelola biaya secara lebih efisien dengan menerapkan budaya teknologi yang kuat. Tujuannya adalah untuk menciptakan organisasi yang lebih ramping (lean) dan cerdas (smart), sehingga mampu beradaptasi dengan cepat terhadap perubahan pasar dan kebutuhan nasabah.
