Mandiri Energi: Strategi Prabowo Tanam Sawit di Papua untuk Hentikan Impor BBM
Presiden Prabowo Subianto mengemukakan visi ambisius untuk menjadikan Indonesia bebas dari ketergantungan impor bahan bakar minyak (BBM). Salah satu strategi kunci yang ia dorong adalah pemanfaatan potensi sumber daya alam di berbagai daerah, termasuk Papua, untuk pengembangan energi baru terbarukan (EBT) dan bioenergi. Fokus utamanya adalah agar Indonesia tidak lagi mengimpor bensin, sebuah target yang dinilai sangat mungkin tercapai mengingat kekayaan sumber daya yang dimiliki.
Pemerintah bertekad untuk memastikan daerah-daerah penghasil energi dapat merasakan manfaat langsung dari produksi energi di wilayah mereka sendiri. Prabowo menekankan pentingnya penggunaan teknologi EBT seperti tenaga surya dan tenaga air, terutama di daerah-daerah yang sulit dijangkau. Ia mencatat bahwa teknologi tenaga surya kini semakin terjangkau dan dapat menjadi solusi efektif untuk menjangkau wilayah terpencil. Selain itu, sumber energi hidro mini juga diyakini dapat dimanfaatkan secara optimal di berbagai daerah.
Diversifikasi Sumber Energi untuk Kemandirian Daerah
Selain EBT, Presiden Prabowo juga secara tegas mendorong pemanfaatan bioenergi melalui pengembangan komoditas strategis seperti kelapa sawit, tebu, dan singkong. Ketiga komoditas ini diproyeksikan menjadi bahan baku utama untuk produksi biodiesel dan bioetanol. Langkah ini tidak hanya bertujuan untuk mengurangi kebutuhan impor BBM, tetapi juga untuk memperkuat kemandirian energi di setiap daerah di Indonesia.
“Ini semua adalah supaya ada kemandirian tiap daerah. Kalau ada tenaga surya dan tenaga air, tidak perlu kirim-kirim BBM mahal-mahal dari daerah-daerah,” ujar Prabowo. Ia secara spesifik menyoroti potensi Papua, “Dan juga nanti kita berharap di daerah Papua pun harus ditanam kelapa sawit supaya bisa menghasilkan juga BBM dari kelapa sawit, juga tebu menghasilkan etanol.”
Penghematan Triliunan Rupiah Melalui Swasembada Energi
Komitmen pemerintah dalam mewujudkan swasembada energi nasional tidak lepas dari potensi penghematan anggaran negara yang signifikan. Kepala Negara mengungkapkan bahwa saat ini Indonesia menghabiskan ratusan triliun rupiah setiap tahun untuk impor BBM. Angka ini mencapai sekitar Rp 520 triliun per tahun. Jika ketergantungan impor dapat dikurangi bahkan separuhnya, negara berpotensi menghemat setidaknya Rp 250 triliun.
“Tahun ini, tiap tahun kita mengeluarkan ratusan triliun untuk impor BBM. Kalau kita bisa tanam kelapa sawit, tanam singkong, tanam tebu, pakai tenaga surya dan tenaga air, bayangkan berapa ratus triliun kita bisa hemat tiap tahun,” jelas Prabowo.
Langkah konkret mulai diambil dengan menargetkan penghentian impor solar pada tahun 2026, diikuti dengan target nihil impor bensin. Presiden Prabowo optimis target ini dapat dicapai berkat potensi EBT yang melimpah di seluruh penjuru negeri, termasuk di tanah Papua.
Kelapa Sawit: Solusi Energi di Tengah Krisis Global
Pernyataan Presiden Prabowo mengenai pemanfaatan sawit untuk energi kembali mengemuka, terutama setelah isu perkebunan sawit yang dikaitkan dengan banjir di beberapa wilayah Sumatera pada akhir November lalu. Namun, pandangan Prabowo justru melihat sawit sebagai solusi.
Pada puncak Hari Ulang Tahun Partai Golkar ke-61 di Jakarta, 5 Desember 2025, Prabowo menyatakan bahwa di tengah krisis pasokan BBM akibat gejolak di Selat Hormuz dan Yaman, Indonesia harus segera mencapai swasembada energi. “Tapi kita diberi karunia oleh Yang Mahakuasa kita punya kelapa sawit, kelapa sawit bisa jadi BBM, bisa Jadi solar, bisa jadi bensin juga. Kita punya teknologinya,” tegasnya.
Ia juga mengingatkan bahwa Indonesia bisa saja mengalami krisis energi jika tidak memiliki teknologi dan pabrik pengolahan yang memadai. Bencana alam di Sumatera, yang menyebabkan kesulitan distribusi BBM, menjadi contoh nyata betapa pentingnya kemandirian energi. “Sekarang dengan bencana di Sumatera saja, bagaimana repotnya kita mengantar BBM ke daerah-daerah bencana. Jembatan putus, BBM harus kita naikin pesawat, sebagian lewat kapal,” ujarnya.
Sawit sebagai Aset Strategis Nasional
Tahun sebelumnya, Presiden Prabowo telah menekankan bahwa kelapa sawit merupakan aset strategis negara. Ia memerintahkan jajarannya untuk memperketat pengawasan terhadap komoditas ini dari negara lain. Lebih lanjut, ia mendorong penambahan dan perluasan areal tanam kelapa sawit.
“Enggak usah takut membahayakan deforestasi,” ujar Prabowo saat berpidato di Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) Nasional Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025-2029. Menurutnya, kelapa sawit sejatinya adalah pohon yang memiliki daun sehingga mampu menyerap karbon dioksida.
Presiden Prabowo juga tidak ambil pusing terhadap upaya pembatasan impor sawit Indonesia oleh negara-negara Eropa. Ia berpandangan bahwa pembatasan tersebut justru akan mengacaukan sektor industri di negara-negara tersebut. “Oh, terima kasih, kami enggak jual ke Anda (negara di Eropa). Mereka panik sendiri. Nanti semua industri cokelat mereka kacau, detergen, kosmetik. Bingung sendiri mereka, (Indonesia) enggak apa-apa,” ucapnya, menunjukkan keyakinan pada posisi tawar Indonesia dalam industri kelapa sawit global.
