Home / Teknologi / Bahan Bakar Jerami Ikhlas Thamrin: Antara Harapan dan Peringatan Banyu Geni/Nikuba

Bahan Bakar Jerami Ikhlas Thamrin: Antara Harapan dan Peringatan Banyu Geni/Nikuba

Bobibos: Inovasi Bahan Bakar Nabati dari Jerami yang Menjanjikan

Di tengah isu kelangkaan bahan bakar minyak (BBM) di sejumlah stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) swasta, muncul harapan baru dari inovasi anak bangsa. Sebuah bahan bakar jenis nabati bernama Bobibos hadir dengan klaim yang menarik perhatian. Bobibos, singkatan dari “Bahan Bakar Original Buatan Indonesia Bos,” dikembangkan dari berbagai tanaman yang mudah tumbuh di Indonesia, termasuk jerami yang lazim ditemukan di lahan persawahan.

Potensi Bobibos: Lebih Jauh dan Ramah Lingkungan

Salah satu klaim utama Bobibos adalah angka Research Octane Number (RON) yang mendekati 98. Angka ini, jika terkonfirmasi, menempatkan Bobibos setara dengan beberapa jenis bensin berkualitas tinggi. Berdasarkan klaim tersebut, Bobibos disebut mampu mengantarkan kendaraan menempuh jarak yang lebih jauh dibandingkan dengan bahan bakar solar konvensional yang beredar saat ini.

Selain potensi jarak tempuh, Bobibos juga digadang-gadang sebagai bahan bakar yang ramah lingkungan. Klaim RON yang tinggi mengindikasikan proses pembakaran yang lebih efisien dan berpotensi menghasilkan emisi yang lebih rendah. Inovasi ini hadir dalam dua varian, yaitu bensin dan solar, yang diharapkan dapat mencakup kebutuhan berbagai jenis kendaraan.

Temuan ini menarik minat banyak pihak, termasuk Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, yang menunjukkan dukungan aktif terhadap pengembangan Bobibos. Muhammad Ikhlas Thamrin, sang penemu, mengklaim bahwa Bobibos telah melalui tahap uji sertifikasi dari lembaga resmi di bawah Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).

Skeptisisme dan Jalan Panjang Menuju Komersialisasi

Meskipun klaim tersebut menjanjikan, para pakar bahan bakar menyambut Bobibos dengan kehati-hatian. Guru Besar Institut Teknologi Bandung (ITB) sekaligus pakar bahan bakar dan pelumas, Tri Yuswidjajanto, menyatakan bahwa rincian pembuatan dan spesifikasi teknis Bobibos masih belum sepenuhnya jelas baginya. “Masih gelap buat saya, dari tanaman diapakan prosesnya agar bisa menjadi bensin atau solar,” ungkap Yuswidjajanto, mengingatkan agar inovasi ini tidak bernasib sama dengan klaim bahan bakar alternatif sebelumnya yang terbukti penipuan.

Kacamata Canggih Polisi China: Data Kendaraan Sekejap

Menurut Yuswidjajanto, Bobibos masih harus melalui banyak tahapan regulasi yang ketat. Perdagangan BBM di Indonesia diatur secara ketat karena merupakan energi strategis nasional. Izin Usaha Niaga Umum (IUNU) untuk penjualan BBM secara umum atau komersial, serta Izin Usaha Niaga Terbatas (IUNT) untuk penjualan dalam jumlah terbatas, merupakan beberapa contoh izin yang harus dipenuhi.

Kilas Balik: Banyu Geni dan Nikuba, Pelajaran dari Masa Lalu

Sejarah inovasi bahan bakar alternatif di Indonesia diwarnai oleh beberapa temuan yang sempat viral namun kemudian menuai kontroversi dan skeptisisme. Dua contoh yang sering disebut adalah Banyu Geni dan Nikuba.

Mengenal Banyu Geni

Banyu Geni adalah nama yang diberikan untuk temuan bahan bakar alternatif yang dikembangkan oleh tim peneliti Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) pada tahun 2008. Inovasi ini diklaim mampu mengubah air menjadi berbagai jenis bahan bakar seperti minyak tanah, solar, bensin, dan avtur. Temuan ini dikaitkan dengan Joko Suprapto, yang sebelumnya dikenal dengan klaim “Blue Energy” di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Namun, seperti halnya banyak klaim bahan bakar air lainnya, Banyu Geni menuai keraguan dari para ilmuwan. Meskipun secara prinsip air dapat diubah menjadi bahan bakar melalui elektrolisis, prosesnya pada saat itu belum efisien secara ilmiah dan ekonomis untuk dijadikan bahan bakar utama. Joko Suprapto sendiri kemudian dinyatakan bersalah oleh pengadilan karena terbukti melakukan penipuan terkait klaim temuannya.

Kontroversi Nikuba

Nikuba adalah alat yang diklaim mampu mengubah air menjadi bahan bakar hidrogen untuk kendaraan bermotor. Ditemukan oleh Aryanto Misel asal Cirebon, alat ini bekerja dengan prinsip elektrolisis untuk memisahkan hidrogen dan oksigen dari molekul air menggunakan energi listrik dari aki kendaraan. Gas hidrogen yang dihasilkan kemudian disalurkan ke ruang pembakaran mesin sebagai pengganti bensin.

Motorola G57 Power: HP 3 Jutaan Tangguh Baterai 7000 mAh, Performa Efisien

Penemu mengklaim bahwa 1 liter air yang diolah dapat digunakan untuk menempuh jarak ratusan kilometer. Inovasi ini sempat menarik perhatian luas, bahkan dikabarkan diminati oleh perusahaan otomotif di Italia dan diuji coba pada kendaraan operasional TNI.

Namun, temuan ini juga memicu perdebatan di kalangan ahli. Para ahli meragukan klaim bahwa air dapat menjadi bahan bakar utama, menjelaskan bahwa air adalah produk pembakaran, bukan bahan bakar itu sendiri. Proses elektrolisis membutuhkan energi yang sangat besar untuk menghasilkan hidrogen dalam jumlah signifikan, sehingga mustahil air menjadi bahan bakar tanpa pasokan energi eksternal yang besar. Para ahli cenderung mengklasifikasikan teknologi berbasis HHO (campuran hidrogen dan oksigen hasil elektrolisis air) sebagai “penghemat bahan bakar” (fuel saver) yang meningkatkan efisiensi pembakaran, bukan sebagai pengganti total bahan bakar fosil.

Sosok di Balik Bobibos: Muhammad Ikhlas Thamrin

Muhammad Ikhlas Thamrin, penemu Bobibos, bukanlah seorang lulusan teknik. Ia menyelesaikan pendidikannya di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo. Sejak masa kuliah, Ikhlas mengaku aktif dalam demonstrasi yang mengkritisi sumber energi di Indonesia. Setelah lulus pada tahun 2005, ia mulai mencari solusi konkret untuk permasalahan energi.

Ikhlas berpendapat bahwa energi di Indonesia berpotensi langka dan mahal karena belum optimalnya pemanfaatan energi terbarukan dan penggunaan sumber energi yang belum ramah lingkungan.

5 Aplikasi Penghasil Uang Terbaik dari Nonton Video: Snack Video, TikTok, Cilpclaps, YouTube

Kompor dan Motor Pulsa: Langkah Awal Inovasi

Pada tahun 2007, Ikhlas memulai riset tentang energi bersama timnya. Delapan tahun kemudian, ia mendirikan PT Baterai Freeneg Generasi. Hasil risetnya melahirkan solusi energi berbasis pulsa berupa kompor dan motor listrik. Patennya telah diuji oleh International Certificate Testing Technology (ICTT). Konsep uniknya adalah pengguna tidak perlu mencari stasiun pengisian listrik umum, melainkan cukup mengisi pulsa token untuk mengisi daya baterai. Ikhlas memiliki mimpi besar untuk membangun ekosistem listrik di Indonesia pada tahun 2030.

Riset Bobibos: Satu Dekade Perjuangan

Keresahan Ikhlas terhadap tingginya ketergantungan Indonesia pada energi impor menjadi latar belakang utama penciptaan Bobibos. Ia ingin membuktikan bahwa Indonesia mampu mandiri dalam hal energi melalui ilmu pengetahuan dan riset mandiri.

“Setelah lebih dari 10 tahun riset mandiri, akhirnya kami menghadirkan bahan bakar yang murah, aman, dan beremisi rendah,” ujar Ikhlas saat peluncuran Bobibos di Bumi Sultan Jonggol, Kabupaten Bogor, dalam keterangan resminya pada Senin (11/3/2025).

Bobibos dibuat dari berbagai tanaman yang mudah tumbuh di banyak wilayah Indonesia, termasuk lahan persawahan. Dengan klaim RON mendekati 98, Bobibos diharapkan mampu menempuh jarak lebih jauh dibandingkan bahan bakar solar konvensional.

Penjelasan Lemigas Soal Klaim RON Bobibos

Lembaga Minyak dan Gas Bumi (Lemigas) menegaskan bahwa pengujian terhadap bahan bakar Bobibos masih dalam tahap riset internal. Oleh karena itu, klaim angka Research Octane Number (RON) yang disebut mencapai 98,1 belum dapat dikategorikan sebagai hasil uji resmi yang mengacu pada standar baku.

Lemigas tidak memberikan tanggapan spesifik mengenai riset Bobibos, namun fokus diskusi lebih kepada pengenalan bahan baku. “Kami nggak punya tanggapan apa-apa. Diskusi kami lebih ke bertanya bahan bakunya dari apa. Pihak Bobibos menyampaikan bahwa bahan bakar itu 100 persen dari nabati, sehingga kami sampaikan bahwa ini ranahnya sudah di DJEBTKE (Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi),” ujar sumber Lemigas kepada Kompas.com pada Kamis (27/11/2025).

Terkait klaim bahwa Bobibos telah diuji di Lemigas dan memperoleh nilai RON 98, Lemigas menegaskan bahwa BBM tersebut belum memiliki spesifikasi yang bisa dijadikan acuan, baik sebagai bensin maupun bioetanol. “Jenis BBM mereka belum ada spesifikasi yang diacu. Tim Bobibos juga masih uji coba internal. Sebentar lagi uji coba di tempat KDM. Mereka belum produksi, jadi sama-sama menunggu. Mereka welcome,” kata sumber tersebut.

Secara teori, bahan bakar berbasis etanol memang dapat memiliki nilai RON yang sangat tinggi. Namun, tanpa spesifikasi yang jelas, angka tersebut tidak dapat diperlakukan sebagai standar yang sah. “Namanya juga masih riset ya. Kalau yang tinggi etanol, malah di atas 100 RON-nya. Setelah diskusi, ternyata spesifikasinya enggak bisa mengacu ke bensin dan enggak bisa mengacu ke bioetanol,” kata sumber tersebut.

Dedi Mulyadi: Sang Pemodal dan Pendukung Inovasi

Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, menunjukkan dukungan penuh terhadap Bobibos, bahkan menyatakan kesiapannya untuk menjadi pemodal inovasi ini. Bobibos, sebagai “Bahan Bakar Original Buatan Indonesia Bos,” adalah produk bahan bakar nabati yang diklaim dibuat dari tanaman lokal, dengan emisi sangat rendah dan angka oktan tinggi setara RON 98.

Kesiapan Dedi Mulyadi ini disambut antusias. Ia beberapa kali mengunjungi Lembur Pakuan, Subang, Jawa Barat, lokasi uji coba Bobibos. Dalam kunjungannya pada Selasa (11/11/2025), Dedi Mulyadi bersama Founder Bobibos, M. Ikhlas Thamrin, melakukan uji coba Bobibos pada sebuah mesin traktor. Hasilnya memuaskan, traktor berhasil menyala menggunakan bahan bakar hasil pengolahan jerami tersebut.

Dedi Mulyadi melihat potensi besar dalam pemanfaatan jerami sisa panen padi di Lembur Pakuan dan wilayah pertanian lainnya di Jawa Barat. Ia bertekad untuk memelopori lembaga usaha yang berjalan cepat di Lembur Pakuan dengan sebuah Nota Kesepahaman (MOU). Ia bahkan menegaskan bahwa permodalan akan ditanggung olehnya melalui “lembaga KDM” untuk menghindari birokrasi pemerintahan yang panjang.

“Jangan usah dulu pakai lembaga pemerintah, lama. Pakai lembaga KDM aja,” ungkap Dedi Mulyadi, menegaskan kesiapannya untuk membiayai pengembangan Bobibos.

Inovasi ini dinilai sebagai terobosan signifikan di bidang energi terbarukan, mengubah limbah pertanian seperti jerami menjadi sumber energi alternatif. Konsep ini bertujuan agar petani mendapatkan manfaat ganda: dari hasil panen yang melimpah dan dari konversi limbah jerami menjadi nilai ekonomi.

Uji coba laboratorium resmi oleh Lemigas pun diklaim mengonfirmasi kualitas Bobibos dengan angka oktan mencapai 98,1. Inovasi ini membuka peluang ekonomi yang masif, di mana satu hektar sawah berpotensi menghasilkan ribuan liter Bobibos.

Produksi Massal dan Model Bisnis Inovatif

Rencana produksi massal Bobibos akan dimulai segera, bertepatan dengan panen raya yang diperkirakan dalam dua minggu ke depan. Keunggulan Bobibos tidak hanya terbatas pada bahan bakar. Proses pengolahannya juga menghasilkan produk turunan bernilai seperti pakan ternak dan pupuk, menciptakan siklus ekonomi berkelanjutan.

Distribusi Bobibos direncanakan melalui pembangunan “Bobibos Mini” di tingkat desa. Model ini memungkinkan masyarakat, termasuk kelompok ibu-ibu PKK, menjadi agen penjual. Tujuannya adalah menekan harga jual dan mendukung upaya nasional mengurangi ketergantungan pada subsidi energi.

Mesin Portabel: Solusi dari Sang Penemu

Menanggapi permintaan Dedi Mulyadi, Founder Bobibos, M. Ikhlas Thamrin, merespons dengan persiapan matang. Melalui akun Instagram resmi Bobibos, Thamrin menyampaikan kesiapannya untuk datang dan mengolah jerami menjadi bahan bakar.

Pihaknya kini tengah mempersiapkan mesin pengolahan bahan bakar yang portabel. Mesin ini akan ditempatkan di dalam truk Fuso, sehingga dapat langsung dikirim ke Lembur Pakuan setelah siap.

“Kami setelah MOU di Lembur Pakuan kemarin, kami langsung lembur, Kang KDM, untuk langsung bikin mesin, mesin produksinya. Kita langsung lembur, bikin mesin produksinya,” ungkap Thamrin.

Desain portabel ini memungkinkan unit produksi Bobibos bergerak dari desa ke desa, mengikuti titik-titik ketersediaan jerami. “Dengan desain portable ini, unit produksi Bobibos dapat bergerak dari desa ke desa, dari lahan ke lahan, mengikuti titik-titik jerami yang siap diproses. Lebih cepat, lebih efisien, dan tentu lebih dekat dengan para petani,” tulis admin @bobibos_.

Thamrin meyakinkan bahwa mesin tersebut akan diinstal di dalam truk, di mana seluruh proses pengolahan jerami menjadi Bobibos, baik bensin maupun solar, akan dilakukan. “Jerami masuk ke dalam truk dan semuanya diolah di dalam truk tersebut. Karena di dalam truk tersebut sudah kami install seluruh mesinnya,” jelasnya.

Harapan dan Dukungan Masyarakat

Inisiatif Bobibos ini mendapatkan beragam sambutan dari masyarakat. Banyak yang menyuarakan harapan agar inovasi ini berhasil dan memberikan manfaat nyata, terutama bagi para petani. Komentar di media sosial menunjukkan apresiasi terhadap upaya mengubah jerami yang semula dianggap limbah menjadi energi hijau terbarukan.

Beberapa komentar juga menyoroti potensi dampak pada harga jerami untuk pakan ternak, menyarankan perlunya kebijakan yang seimbang agar peternak kecil tidak terdampak. Dukungan juga datang untuk pengembangan Bobibos agar dapat digunakan untuk mobilitas dan operasional kendaraan dinas.

Secara keseluruhan, Bobibos merepresentasikan semangat inovasi anak bangsa dalam mencari solusi energi yang berkelanjutan dan ramah lingkungan, sekaligus memberikan nilai ekonomi tambah bagi sektor pertanian Indonesia.