Home / Hukum & Kriminal / Jan Maringka: Dakwaan Haji Halim Basi

Jan Maringka: Dakwaan Haji Halim Basi

Sidang Haji Halim: Pembelaan Kuasa Hukum Soroti Kesehatan Terdakwa dan Kejanggalan Dakwaan

Proses hukum yang dihadapi oleh Haji Halim, seorang terdakwa berusia 88 tahun yang dikabarkan tengah menderita sakit berat, menjadi sorotan tajam dari tim penasihat hukumnya. Dalam agenda sidang pembacaan eksepsi atau keberatan formil atas surat dakwaan jaksa di Pengadilan Negeri Palembang pada Senin (16/12), tim kuasa hukum secara tegas menyatakan bahwa proses persidangan terhadap klien mereka terkesan dipaksakan.

Salah satu kuasa hukum Haji Halim, Jan Maringka, menyampaikan bahwa sejak tahap awal penyelidikan hingga penuntutan, kondisi kesehatan kliennya yang sangat bergantung pada alat bantu medis telah diketahui secara luas oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU). Namun, terlepas dari fakta tersebut, proses hukum tetap dijalankan.

“Kami telah mendampingi Haji Halim sebagai penasihat hukum selama sembilan bulan terakhir. Melalui berbagai upaya, mulai dari korespondensi surat-menyurat, kunjungan lapangan secara berkala, hingga pendampingan langsung, kondisi kesehatan klien kami sudah sangat jelas tergambar. Namun, alih-alih mempertimbangkan aspek kemanusiaan, jaksa justru terkesan mempersulit majelis hakim dengan memaksakan kelanjutan persidangan terhadap seorang lansia berusia 88 tahun yang menderita sakit kronis,” ujar Jan Maringka dengan nada prihatin.

Selain isu kesehatan terdakwa yang menjadi perhatian utama, tim penasihat hukum juga menyoroti sejumlah kejanggalan fundamental dalam surat dakwaan yang disusun oleh jaksa. Salah satu poin krusial yang diangkat adalah rentang waktu dugaan tindak pidana yang didakwakan kepada Haji Halim, yaitu berlangsung sejak tahun 2002 hingga Agustus 2025.

“Ketidaksesuaian rentang waktu ini menunjukkan lemahnya pemahaman jaksa mengenai asas tempus delicti atau waktu terjadinya tindak pidana dalam hukum pidana. Sungguh sulit dipahami, bagaimana mungkin suatu perbuatan pidana dapat dianggap berlanjut lebih dari dua dekade, bahkan hingga masa depan, tanpa adanya penjelasan mengenai peristiwa hukum yang konkret dan jelas,” tegas Jan Maringka.

Propam ke Yanma: Mutasi Kombes Julihan Usai Dugaan Peras Anggota

Lebih lanjut, tim kuasa hukum berargumen bahwa perkara ini secara hukum pidana telah melewati batas kedaluwarsa. Menurut pandangan mereka, sengketa yang berawal dari proses pembebasan lahan untuk kepentingan umum seharusnya diselesaikan melalui mekanisme hukum perdata, khususnya melalui prosedur konsinyasi atau penitipan uang, bukan melalui jalur kriminalisasi.

“Apabila terdapat keraguan mengenai status kepemilikan lahan maupun tanaman yang ada di atasnya, jaksa seharusnya menempuh jalur penyelesaian sengketa perdata dengan menggunakan mekanisme konsinyasi. Ini adalah cara yang tepat untuk memastikan hak seluruh pihak terpenuhi, bukan malah menjadikannya sebagai dasar untuk perkara pidana korupsi,” jelas Jan, menggarisbawahi perbedaan mendasar antara penyelesaian sengketa perdata dan pidana.

Keberatan lain yang diajukan dalam eksepsi adalah fakta bahwa jaksa, menurut tim kuasa hukum, tidak pernah secara resmi memeriksa Haji Halim sebagai saksi maupun tersangka dalam perkara-perkara sebelumnya yang berkaitan dengan kasus ini. Ironisnya lagi, berkas perkara yang sebelumnya telah diperintahkan oleh pengadilan untuk diserahkan, hingga kini dilaporkan belum juga dapat disajikan oleh pihak jaksa.

“Alih-alih mematuhi perintah pengadilan untuk menyerahkan berkas yang diminta, jaksa justru terkesan mengalihkan isu dengan membahas hal-hal lain yang tidak relevan. Hal ini mengindikasikan adanya unsur kesengajaan dalam memperlambat dan mempersulit jalannya proses hukum yang sebenarnya,” ungkap Jan Maringka.

Tim penasihat hukum juga menekankan pentingnya penerapan sistem pemidanaan yang modern, yang saat ini lebih mengutamakan penghormatan terhadap hak asasi manusia. Perhatian khusus diberikan pada hak-hak kelompok rentan, termasuk para lansia, dalam menghadapi proses hukum.

ASN yang Selingkuh di Bogor Digerebek Anak Sendiri Dipecat

Jan Maringka berharap agar majelis hakim dapat mengambil keputusan yang adil dan bijaksana, berdasarkan fakta-fakta yang terungkap di persidangan dan logika hukum yang telah disampaikan oleh timnya. Ia menekankan bahwa hakim memiliki peran krusial untuk tidak hanya menjadi alat pembenaran atas tindakan institusi lain, melainkan harus berani untuk mengungkap keadilan berdasarkan hati nurani.

“Kami sangat berharap majelis hakim dapat memutus perkara ini dengan mengedepankan kearifan dan rasa keadilan yang sesungguhnya. Diperlukan keberanian untuk mengungkap kebenaran hukum, bukan sekadar mengikuti alur yang telah ditetapkan tanpa mempertimbangkan aspek kemanusiaan dan keadilan,” tutup Jan Maringka.

Sidang selanjutnya dijadwalkan akan menunggu tanggapan resmi dari pihak jaksa terhadap eksepsi yang telah disampaikan oleh tim penasihat hukum terdakwa.