Home / Kebijakan Publik / UMP 2026 Disahkan: Buruh Nilai Tak Cukupi Kebutuhan Layak

UMP 2026 Disahkan: Buruh Nilai Tak Cukupi Kebutuhan Layak

Aspirasi Kecewa dengan Penetapan Upah Minimum 2026: KHL Pekerja Terabaikan

Asosiasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (Aspirasi) menyuarakan kekecewaan mendalam terhadap penetapan Upah Minimum Provinsi (UMP) tahun 2026. Pemerintah menetapkan UMP menggunakan indeks alpha sebesar 0,5-0,9, yang diklaim telah tertuang dalam peraturan pemerintah dan ditandatangani oleh Presiden. Namun, menurut Aspirasi, kebijakan ini dinilai tidak mencerminkan dan tidak menjamin pemenuhan Kebutuhan Hidup Layak (KHL) bagi para pekerja beserta keluarganya.

Mirah Sumirat, Presiden Aspirasi, dalam keterangan resminya pada Rabu (17/12/2025), menyatakan bahwa rumus penetapan upah yang baru ini jauh dari prinsip KHL, keadilan, dan kemanusiaan. “Rumus tersebut tidak mencerminkan dan tidak menjamin terpenuhinya KHL bagi pekerja dan keluarganya. Padahal, Putusan Mahkamah Konstitusi secara jelas menyatakan bahwa upah minimum harus mengandung prinsip KHL, keadilan, dan kemanusiaan, bukan sekadar pendekatan teknokratis berbasis angka makroekonomi,” tegasnya.

Keterlambatan Kebijakan dan Dampak Inflasi

Selain kekecewaan terhadap rumus penetapan, Mirah juga menyoroti keterlambatan pemerintah dalam menetapkan kebijakan pengupahan. Seharusnya, kebijakan ini sudah diputuskan pada bulan November 2025, namun baru disahkan menjelang akhir Desember 2025. Menurutnya, lamanya proses pembahasan ini semestinya menghasilkan kebijakan yang lebih adil dan berpihak pada pekerja. Namun, kenyataannya, kenaikan upah minimum yang dihasilkan tetaplah minimal dan jauh dari harapan para buruh.

Kondisi ini semakin diperparah dengan terus meningkatnya harga pangan, transportasi, listrik, Bahan Bakar Minyak (BBM), pendidikan, dan kesehatan. Mirah menekankan bahwa kenaikan upah minimum tanpa adanya pengendalian biaya hidup akan menjadi sia-sia dan tidak memberikan dampak nyata terhadap peningkatan kesejahteraan pekerja. Kenaikan upah yang tipis akan dengan mudah “tergerus” oleh lonjakan harga kebutuhan pokok dan layanan dasar.

Potensi Gejolak Sosial dan Tuntutan Aspirasi

Mirah Sumirat mengingatkan bahwa pelimpahan penetapan UMP kepada pemerintah daerah berpotensi memicu gelombang kekecewaan dan aksi unjuk rasa di berbagai daerah. Situasi ini tentu saja tidak kondusif bagi stabilitas hubungan industrial dan iklim ketenagakerjaan di tingkat nasional. Ketidakpuasan yang meluas dapat mengganggu produktivitas dan menciptakan ketegangan sosial.

Papua Barat Daya: Tim Terpadu P4GN Lawan Narkoba Kolaboratif

Menyikapi situasi ini, Aspirasi mengajukan tiga tuntutan mendesak kepada pemerintah:

  1. Tinjauan Ulang Rumus Penetapan Upah Minimum:
    Pemerintah diminta untuk meninjau kembali rumus penetapan upah minimum yang saat ini digunakan. Tujuannya adalah agar rumus tersebut benar-benar dapat menjamin pemenuhan Kebutuhan Hidup Layak (KHL) bagi para pekerja dan keluarganya. KHL harus menjadi prioritas utama dalam setiap perhitungan upah.

  2. Pengendalian Harga Kebutuhan Pokok dan Layanan Dasar:
    Pemerintah didesak untuk melakukan pengendalian harga terhadap kebutuhan pokok dan layanan dasar. Langkah ini sangat krusial untuk memastikan bahwa kenaikan upah minimum tidak serta-merta tergerus oleh inflasi yang tinggi. Kestabilan harga barang dan jasa esensial diperlukan agar nilai riil upah tetap terjaga.

  3. Pelibatan Serikat Pekerja yang Bermakna:
    Aspirasi menuntut agar serikat pekerja dilibatkan secara bermakna dan substantif dalam setiap proses pengambilan kebijakan terkait pengupahan. Keterlibatan ini penting untuk memastikan bahwa aspirasi dan kebutuhan riil para pekerja dapat terakomodasi dalam setiap kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah.

“Tanpa langkah korektif tersebut, kebijakan pengupahan ini hanya akan menjadi angka di atas kertas dan berpotensi memperlebar ketimpangan serta konflik hubungan industrial,” pungkas Mirah Sumirat. Aspirasi berharap pemerintah dapat mendengarkan suara pekerja dan segera mengambil tindakan yang diperlukan untuk menciptakan sistem pengupahan yang lebih adil dan berkeadilan.

Dedi Mulyadi Hentikan Izin Perumahan Jabar: Ini Alasannya