Home / Bisnis / Omset Telur Asin Meroket 4000% Berkat MBG

Omset Telur Asin Meroket 4000% Berkat MBG

Kisah Sukses Yayak Surayak: Dari Peternak Itik Rumahan Menjadi Pemasok Telur Asin Skala Besar

Kehidupan Yayak Surayak, seorang warga Dusun Penjalinan, Desa Sidorejo, Kecamatan Kebonsari, Kabupaten Madiun, Jawa Timur, mengalami perubahan drastis berkat usaha beternak itik dan memproduksi telur asin. Dahulu, Yayak hanya mampu menjual sekitar 100 hingga 200 butir telur asin per minggu. Namun, sejak menjadi pemasok untuk dapur MBG (Makan Bersama Gizi), omzet penjualannya melonjak drastis hingga mencapai 3.000 hingga 5.000 butir telur asin setiap pekannya. Peningkatan ini merupakan lonjakan signifikan, mencapai 2.900 hingga 4.900 persen dari sebelumnya.


Sejak ada MBG, peternak itik seperti Yayak sangat terbantu. – (BGN)

“Alhamdulillah, sejak adanya MBG di sini, peternak itik seperti kami menjadi sangat terbantu,” ujar Yayak dengan penuh syukur saat ditemui di kediamannya pada Sabtu, 20 Desember 2025. “Kalau selama ini kami hanya bisa menjual 100 sampai 200 butir telur per minggu, sekarang sekali kirim bisa 3.000 sampai 5.000 butir telur asin dan langsung dibayarkan.”

Dampak positif dari peningkatan usaha Yayak tidak hanya dirasakan oleh keluarganya, tetapi juga oleh warga sekitar. Usaha pembuatan telur asin yang dirintisnya kini telah membuka lapangan pekerjaan baru. Jika sebelumnya Yayak mengerjakan semuanya seorang diri, kini ia kewalahan dengan banyaknya pesanan. Ia mulai mempekerjakan ibu-ibu tetangga di sekitar rumahnya untuk membantu proses produksi.

Perluasan Tenaga Kerja dan Optimalisasi Produksi

Saat ini, Yayak dibantu oleh empat hingga lima orang warga untuk proses produksi telur asin. Sementara itu, satu orang lainnya bertugas khusus untuk proses pengemasan (packing). Keterlibatan warga lokal ini menunjukkan bagaimana program pemberdayaan seperti MBG dapat menciptakan efek domino positif bagi perekonomian masyarakat.

Vario 125 2026: Ojol Andal, Irit & Nyaman Seharian!

Keunikan Telur Asin untuk MBG

Permintaan telur asin untuk menu MBG memiliki spesifikasi khusus yang membedakannya dari telur asin yang dijual di pasaran umum. Telur asin yang dibutuhkan oleh SPPG (Satuan Pemenuhan Pelayanan Gizi) biasanya memiliki tingkat keasinan yang tidak terlalu tinggi. Hal ini membuat proses produksinya menjadi lebih efisien.

Jika telur asin konvensional memerlukan waktu 12 hingga 15 hari untuk proses pengasinan, telur asin yang diperuntukkan bagi MBG hanya membutuhkan waktu 7 hingga 8 hari. “Waktu pengasinannya lebih cepat, supaya tidak terlalu asin,” jelas Yayak. Perbedaan ini menunjukkan adaptasi produsen terhadap kebutuhan spesifik pelanggan, yang pada akhirnya mempercepat siklus produksi dan meningkatkan volume penjualan.

Visi Jangka Panjang: Pengembangan Usaha dan Harapan untuk Keberlanjutan

Dengan meningkatnya permintaan telur asin dari berbagai dapur MBG di Kecamatan Sumber Sari, Yayak mulai memikirkan strategi jangka panjang untuk pengembangan usahanya. Ia berencana untuk meningkatkan kapasitas produksinya dengan cara memperbesar kandang dan menambah jumlah itik yang dipeliharanya.

“Kita tambah bebeknya, kita kembangkan usaha peternakannya dulu,” ungkapnya, menandakan komitmennya untuk terus bertumbuh.

Peningkatan omzet penjualan telur itik yang signifikan ini membuat Yayak sangat berharap agar program MBG dapat terus berlanjut. Ia menyadari betul betapa program ini telah memberikan kontribusi besar bagi para perajin kecil seperti dirinya.

Akuisisi Australia: Manuver Bumi Resources di Wolfram & Jubilee

“Sebab, perajin kecil seperti saya ini sangat terbantu, karena omsetnya naik sampai 3000 persen, perputarannya cepat, dan sampai ke kami-kami ini. Selain itu, banyak warga yang bisa bekerja,” pungkas Yayak, penuh harapan. Kisah Yayak Surayak menjadi bukti nyata bagaimana kolaborasi antara program pemerintah atau institusi besar dengan pelaku usaha mikro dapat menciptakan kesejahteraan bersama dan memberdayakan masyarakat secara berkelanjutan.