Home / Ekonomi & Bisnis / Gapkindo: Banjir Turunkan Pasokan Karet Rakyat 50%

Gapkindo: Banjir Turunkan Pasokan Karet Rakyat 50%

Banjir dan cuaca ekstrem yang melanda sejumlah sentra produksi karet di wilayah Aceh, Sumatra Utara, dan Sumatra Barat telah menyebabkan penurunan pasokan bahan olah karet rakyat (bokar) ke pabrik-pabrik pengolahan secara signifikan. Gabungan Perusahaan Karet Indonesia (Gapkindo) Sumatra Utara memprediksi penurunan ini bisa mencapai 50% dibandingkan kondisi normal.

Rantai Pasok Terputus Akibat Kerusakan Infrastruktur

Penurunan drastis pasokan bokar ini disebabkan oleh terputusnya rantai pasok bahan baku dari sentra-sentra produksi karet. Kerusakan infrastruktur jalan dan jembatan akibat banjir, ditambah dengan cuaca yang belum sepenuhnya kondusif, menjadi kendala utama.

Sekretaris Eksekutif Gapkindo Sumut, Edy Irwansyah, menyatakan bahwa secara keseluruhan, pascabanjir dan cuaca ekstrem, pabrik-pabrik pengolahan karet di ketiga provinsi tersebut mengalami hambatan serius.

“Secara keseluruhan, pascabanjir dan cuaca ekstrem, pabrik-pabrik pengolahan karet di Aceh, Sumatra Utara, dan Sumatra Barat mengalami penurunan pasokan bokar yang sangat signifikan, diperkirakan berkurang hingga sekitar 50% dibandingkan kondisi normal,” ujar Edy dalam keterangan resminya.

Dampak di Masing-masing Wilayah

Kondisi ini berdampak berbeda di setiap wilayah produksi karet:

Asing Borong Saham BUMI, BKSL, MDKA, GOTO Rp 3,27 T

  • Wilayah Aceh:
    Pasokan bokar dari sentra produksi utama seperti Aceh Timur, Aceh Utara, dan Lhokseumawe masih terhambat parah. Kendala utama terletak pada terputusnya jembatan di Kabupaten Pidie Jaya dan Bireun. Jembatan-jembatan ini merupakan akses vital untuk mengangkut bokar menuju pabrik. Hingga kini, jembatan tersebut belum dapat dilalui secara normal, membuat pasokan dari wilayah tersebut terisolasi.

  • Wilayah Sumatra Utara:
    Gangguan distribusi juga terjadi di Sumatra Utara. Beberapa ruas jalan di sentra produksi kawasan Tapanuli mengalami kerusakan dan terputus, menghambat kelancaran transportasi. Selain itu, pasokan dari Kepulauan Nias belum dapat dikirim secara optimal. Hal ini disebabkan oleh kondisi cuaca laut yang belum membaik, sehingga angkutan kapal dari Nias ke Sibolga belum kembali normal.

  • Wilayah Sumatra Barat:
    Pabrik pengolahan di Sumatra Barat juga merasakan imbasnya. Keterbatasan pasokan terjadi karena sebagian besar bahan baku mereka berasal dari Sumatra Utara dan pulau-pulau sekitar Riau.
    “Hingga saat ini distribusi dari wilayah-wilayah tersebut masih terkendala akibat cuaca buruk yang membatasi aktivitas pelayaran dan kapal belum dapat berlabuh secara optimal,” jelas Edy.

Faktor Tambahan yang Memperparah

Selain kerusakan infrastruktur akibat banjir, penurunan pasokan bokar ke pabrik pengolahan diperparah oleh beberapa faktor lain:

  1. Keterbatasan Mobilitas Truk Ekspedisi:
    Akses jalan yang belum pulih sepenuhnya setelah banjir membatasi pergerakan truk ekspedisi. Hal ini secara langsung menghambat pengiriman bokar dari sentra produksi ke pabrik.

    Saham Pilihan 17/12: IHSG Berpeluang Menguat

  2. Kendala Ketersediaan Bahan Bakar Minyak (BBM):
    Di beberapa wilayah, pasokan BBM dilaporkan terbatas. Keterbatasan BBM semakin mempersulit mobilitas angkutan truk, menambah daftar panjang hambatan dalam rantai pasok karet.

Harapan Pelaku Industri

Menghadapi situasi yang sulit ini, para pelaku industri karet sangat berharap kondisi dapat segera pulih. Mereka mendesak agar perbaikan infrastruktur dapat dilakukan secepatnya. Selain itu, normalisasi distribusi BBM dan pemulihan sarana transportasi darat maupun laut juga menjadi prioritas.

“Percepatan perbaikan infrastruktur, normalisasi distribusi BBM, serta pemulihan transportasi darat dan laut, agar rantai pasok bokar dapat segera kembali berjalan normal dan aktivitas industri karet tidak semakin terganggu,” tegas Edy, mewakili harapan seluruh pelaku usaha di sektor ini. Pemulihan yang cepat diharapkan dapat mencegah kerugian yang lebih besar dan menjaga stabilitas industri karet nasional.