Musim Durian: Perjuangan dan Berkah di Pasar Bangka
Di tengah hiruk pikuk Pasar Pagi Taman Sari, Pangkalpinang, aroma durian yang khas menguar, menandakan dimulainya musim buah berduri yang selalu dinanti. Di antara keramaian itu, Nobi, seorang pria berusia 45 tahun, dengan penuh kehati-hatian mengangkat, memutar, dan menyusun buah durian di lapaknya. Baginya, durian bukan sekadar komoditas, melainkan titipan rezeki yang harus diperlakukan dengan penuh hormat.
Musim durian selalu membawa nuansa yang berbeda ke pasar. Suara pedagang yang memanggil pembeli, deru kendaraan yang melintas perlahan, dan tentu saja, semerbak durian yang mendominasi udara, menciptakan suasana yang lebih hidup dan dinamis. “Kalau sudah musim durian, pasar ini rasanya lebih ramai, lebih hidup,” ujar Nobi, seorang pedagang durian yang telah lebih dari 15 tahun menggantungkan hidup di pasar yang sama.
Biasanya, Nobi berjualan sayuran. Namun, ketika musim durian tiba, lapaknya berubah total, dipenuhi tumpukan “raja buah” yang tak pernah gagal menarik perhatian pembeli. “Kalau sayur, kadang untung, kadang rugi. Tapi durian tetap dicari orang,” tambahnya sambil tersenyum.
Durian yang dijajakan Nobi adalah durian lokal Bangka, didatangkan langsung dari kebun langganan di Desa Nangka, Bangka Selatan. Ia menyediakan berbagai ukuran, disesuaikan dengan kebutuhan dan selera pembeli. “Yang mau makan rame-rame biasanya cari besar. Ibu-ibu lebih sering ambil ukuran sedang,” jelasnya.
Perjalanan Dini Hari demi Durian Berkualitas
Sore itu, sekitar 130 buah durian tersusun rapi di lapak berukuran tiga meter. Jumlah ini adalah hasil dari perjuangan yang dimulai jauh sebelum matahari terbit. Nobi dan rekannya, Zaki, harus berangkat sekitar pukul 02.00 WIB untuk memastikan mereka mendapatkan buah terbaik. “Kalau tidak berangkat subuh, kebagian buah bagus itu susah,” katanya.
Setelah didapatkan dari kebun, durian tersebut disimpan sementara di rumah Nobi di kawasan Tuatunu sebelum diangkut ke pasar menggunakan sepeda motor dengan keranjang besar. Saat akhir pekan tiba dan permintaan melonjak drastis, mereka bahkan menyewa mobil pikap milik teman untuk mengangkut stok yang lebih banyak. “Kalau hari biasa ambil 100–150 buah. Akhir pekan bisa 250 sampai 300. Kadang masih kurang,” ungkapnya.
Nobi dan Zaki bukan sekadar pedagang. Mereka berperan sebagai jembatan langsung antara petani durian di pelosok Bangka dengan konsumen di kota. Informasi mengenai kebun durian mereka dapatkan dari berbagai sumber, mulai dari sesama pedagang hingga media sosial.
Setibanya di kebun, pekerjaan mereka belum selesai. Proses seleksi pohon dan buah dilakukan dengan sangat cermat, berdasarkan pemahaman mendalam mengenai selera pasar yang telah terbentuk selama bertahun-tahun. “Kami lihat pohonnya, buahnya, bentuk duri, ukuran, sampai baunya. Pembeli sekarang sudah tahu maunya apa,” ujarnya.
Menurut Nobi, kualitas dan harga adalah dua hal yang tak terpisahkan. Jika buah sesuai dengan selera pasar dan harganya kompetitif, kerja sama jangka panjang dengan petani dapat terjalin. “Ada yang sudah empat tahun, bahkan lebih dari 10 tahun kerja sama,” katanya.
Membangun Kepercayaan Lewat Kemitraan
Kepercayaan menjadi pondasi utama dalam bisnis ini, sebuah prinsip yang juga dipegang teguh oleh Zaki. Demi menjaga kualitas, mereka rela menjelajahi hampir seluruh Pulau Bangka, terutama wilayah Bangka Tengah hingga Bangka Selatan. “Kami pernah masuk kampung yang nggak ada sinyal, bahkan ke hutan yang jarang orang datang,” ujar Zaki.
Upaya keras ini dilakukan semata-mata untuk menjaga kepercayaan pelanggan. Zaki mengaku baru sekitar empat tahun terakhir terjun langsung membangun jaringan dengan petani. Namun, ia telah merasakan manfaat besar dari kemitraan ini. “Kami anggap petani itu mitra. Ada yang terbantu karena kami datang langsung ke kebun, mereka tidak bingung menjual hasil panen,” ucapnya.
Salah satu pengalaman paling berkesan bagi Zaki adalah ketika mereka menemukan seorang petani yang selama ini menjual durian berkualitas sangat baik hanya dengan harga Rp5.000 per buah. “Isinya tebal, rasanya enak, matang alami. Sayang kalau dihargai segitu,” kata Zaki. Dengan keberanian, mereka menawarkan harga yang lebih tinggi, dan hasilnya, durian tersebut laris manis di pasar. “Petaninya sampai terima kasih. Katanya baru kali itu duriannya dihargai layak,” ujar Zaki.
Modal Besar dan Keuntungan Musiman
Di balik tumpukan durian yang menggoda selera, tersimpan modal yang tidak sedikit. Tahun ini, harga beli durian dipatok rata-rata Rp20.000 per buah karena sistem borongan dari pemilik kebun. “Sekali ambil bisa habis Rp2 juta sampai Rp6 juta,” kata Nobi.
Meskipun demikian, pengalaman panjang telah mengajarkan Nobi untuk memahami risiko bisnis ini. Dalam sehari, keuntungan bersih bisa berkisar antara Rp400.000 hingga Rp2.000.000, tergantung pada seberapa ramai pasar pada hari itu.
Nobi menambahkan bahwa durian dari kebun sendiri adalah berkah terbesar. Tanpa modal pembelian buah, keuntungan bisa berlipat ganda. “Tinggal panen, bawa ke pasar, jual. Itu rezeki besar,” katanya. Sayangnya, kebun pribadinya tahun ini tidak berbuah lebat, sehingga ia kembali bergantung pada kebun langganan.
Meskipun musim durian hanya berlangsung selama 20 hingga 35 hari, momen ini menjadi penopang ekonomi keluarga Nobi. “Bisa buat nutup kebutuhan rumah, jajan anak-anak,” ujarnya. Bagi Nobi, selama durian masih tumbuh subur di kebun Bangka dan terus digemari masyarakat, ia akan setia berdiri di lapaknya. “Selama masih ada musim durian, kami tetap jualan. Ini sudah jadi jalan hidup,” tutupnya.
Dampak Ekonomi Durian Babel
Edo Maryadi, Ketua Tim Kerja Hortikultura Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan (DPKP) Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, menyatakan bahwa durian Bangka Belitung memiliki keragaman jenis yang tumbuh baik, mulai dari durian alam di pedesaan hingga durian unggulan hasil seleksi pemerintah.
Menurutnya, pengembangan durian berdampak langsung pada perekonomian masyarakat. Saat musim durian tiba, perputaran uang dari desa hingga kota meningkat secara signifikan. “Musim durian itu ekonomi bergerak. Petani untung, pedagang untung, aktivitas jual beli meningkat,” kata Edo.
Meskipun terdapat risiko seperti buah busuk atau mentah, Edo menilai secara umum petani dan pedagang tetap memperoleh keuntungan. “Walaupun ada yang rusak, tetap untung. Itu menunjukkan nilai ekonominya tinggi,” katanya.
Berdasarkan data Statistik Pertanian DPKP Babel, pada tahun 2024, luas tanam durian tercatat mencapai 2.487,20 hektare dengan luas panen 841,74 hektare. Total produksi durian mencapai 7.061,90 ton dengan produktivitas rata-rata 8,39 ton per hektare per tahun. Angka ini meningkat dibandingkan tahun 2023 yang mencatatkan produksi 5.807,85 ton dari luas panen 672,23 hektare. Kenaikan produksi ini menjadi indikator meningkatnya intensitas panen durian lokal di kebun-kebun rakyat, sekaligus menegaskan peran durian sebagai penopang ekonomi masyarakat, khususnya bagi para petani dan pedagang musiman.
