Vonis Pidana Korupsi: Komisaris Utama PT Petro Energy Divonis 8 Tahun Penjara
Kasus dugaan korupsi terkait pemberian fasilitas kredit oleh Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) telah menjerat sejumlah petinggi PT Petro Energy. Dalam sidang yang digelar di Pengadilan Negeri Tipikor Jakarta Pusat pada Rabu malam (16/12/2025), majelis hakim menjatuhkan vonis pidana penjara kepada tiga terdakwa utama. Terdakwa Komisaris Utama PT Petro Energy, Jimmy Marsin, menjadi salah satu yang menerima vonis berat.
Majelis hakim memutuskan bahwa ketiga terdakwa, yaitu Jimmy Marsin, Newin Nugroho (Presiden Direktur PT Petro Energy), dan Susy Mira Dewi Sugiarta (Direktur PT Petro Energy), terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama.
Rincian Vonis untuk Para Terdakwa
Putusan majelis hakim menjatuhkan hukuman yang berbeda bagi setiap terdakwa, mencerminkan peran dan tingkat keterlibatan mereka dalam kasus ini.
Jimmy Marsin (Komisaris Utama PT Petro Energy):
- Pidana penjara selama 8 tahun.
- Denda sebesar Rp 250 juta, subsider 4 bulan kurungan penjara.
- Pidana tambahan berupa uang pengganti kepada negara sejumlah USD 32.691.551,88 (setara dengan Rp544,7 Miliar), subsider 4 tahun kurungan penjara.
Newin Nugroho (Presiden Direktur PT Petro Energy):
- Pidana penjara selama 4 tahun.
- Denda sebesar Rp 250 juta, subsider 4 bulan kurungan penjara.
Susy Mira Dewi Sugiarta (Direktur PT Petro Energy):
- Pidana penjara selama 6 tahun.
- Denda sebesar Rp 250 juta, subsider 4 bulan kurungan penjara.
Reaksi Para Terdakwa dan Kuasa Hukum
Menanggapi putusan yang dibacakan oleh Ketua Majelis Hakim Brelly Yuniar Dien Wardi, para terdakwa beserta tim kuasa hukum menyatakan masih pikir-pikir untuk menerima atau mengajukan upaya hukum banding.
Jimmy Marsin, usai persidangan, mengungkapkan rasa kecewanya terhadap putusan tersebut. Ia merasa bahwa banyak fakta persidangan yang tidak terungkap sepenuhnya. “Kecewa tapi memang ini perjalanan persidangan, saya hormati namun saya rasa fakta-fakta persidangan banyak yang tidak diungkapkan. Ya mudah-mudahan ada masa depannya,” ujarnya kepada awak media.
Kronologi Kasus dan Kerugian Negara
Kasus ini berawal dari dugaan persekongkolan untuk merugikan keuangan negara hingga mencapai angka fantastis Rp958,5 miliar. Jaksa Penuntut Umum (JPU) mendakwa ketiga terdakwa, bersama dengan pihak lain di LPEI, telah melakukan serangkaian tindakan melawan hukum dalam proses pemberian fasilitas kredit.
Menurut dakwaan jaksa, para terdakwa mengajukan permohonan pembiayaan dengan menggunakan dokumen-dokumen fiktif demi kepentingan PT Petro Energy. Tindakan ini diduga dilakukan untuk memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi.
Secara spesifik, jaksa menyebutkan bahwa Jimmy Marsin selaku penerima manfaat dari PT Petro Energy memperoleh keuntungan pribadi sebesar 22 juta dolar AS dan Rp600 miliar. Jika dikonversikan dengan kurs yang berlaku saat itu, total kerugian negara akibat perbuatan para terdakwa mencapai Rp958.562.556.000.
“Memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, yaitu memperkaya Terdakwa III Jimmy Masrin selaku pemilik manfaat PT Petro Energy sejumlah 22 juta dollar Amerika dan Rp 600 miliar atau setidak-tidaknya sekitar jumlah tersebut, yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, yaitu merugikan keuangan negara sebesar 22 juta dollar Amerika Serikat dan Rp 600 miliar,” papar jaksa saat membacakan surat dakwaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada Jumat (8/8/2025).
Jaksa menjelaskan lebih lanjut bahwa perbuatan ini tidak dilakukan sendiri oleh para terdakwa. Mereka diduga bekerja sama dengan Dwi Wahyudi selaku Direktur Pelaksana I LPEI dan Arif Setiawan selaku Direktur Pelaksana IV LPEI. Aksi dugaan korupsi ini berlangsung dalam kurun waktu antara tahun 2015 hingga 2019.
Modus operandi yang diungkapkan jaksa adalah penggunaan underlying document pencairan berupa Purchase Order (PO) dan Invoice yang tidak sesuai dengan keadaan sebenarnya. Dokumen-dokumen palsu inilah yang digunakan untuk mencairkan fasilitas pembiayaan dari LPEI kepada PT Petro Energy.
Lebih lanjut, jaksa menegaskan bahwa fasilitas pembiayaan yang telah diberikan LPEI kepada PT Petro Energy ternyata tidak digunakan sesuai dengan tujuan awal yang telah ditetapkan. Hal ini semakin memperkuat dugaan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh para terdakwa.
Perhitungan kerugian negara dalam perkara ini telah didasarkan pada laporan hasil audit resmi dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), yang menjadi dasar kuat bagi jaksa dalam mengajukan tuntutan pidana.
