Home / Human Interest / Diabetes Akibat FOMO Dessert Viral: Kisah Peringatan dari Surabaya

Diabetes Akibat FOMO Dessert Viral: Kisah Peringatan dari Surabaya


Kisah Lilla Syifa: Perjuangan Melawan Diabetes Tipe 1,5 Akibat Gaya Hidup Modern

Tahun 2025 menjadi titik balik yang tak terduga dalam kehidupan Lilla Syifa (29), seorang perempuan asal Surabaya yang kini menetap di Jakarta. Diagnosis dokter mengenai diabetes tipe 1,5 atau Latent Autoimmune Diabetes in Adults (LADA) pada Juli lalu, telah mengubah drastis perjalanan hidupnya. Kondisi yang dialaminya ini, menurut Cipa—sapaan akrabnya—bukanlah sesuatu yang muncul tiba-tiba, melainkan akumulasi dari berbagai kebiasaan hidup yang perlahan berkontribusi. Mulai dari kegemarannya mengonsumsi hidangan penutup yang manis, pola tidur yang tidak teratur, manajemen stres yang buruk, hingga minimnya aktivitas fisik.

Ketika pertama kali memeriksakan diri ke dokter, Cipa terkejut mendapati kadar gula darahnya mencapai 356 mg/dl. Angka ini tergolong sangat tinggi dan masuk dalam kategori hiperglikemia berat, sebuah indikasi kuat adanya diabetes. Tak hanya itu, hasil pemeriksaan HbA1c miliknya menunjukkan angka 11,5 persen. Sebagai perbandingan, mengutip informasi dari Kementerian Kesehatan, kadar HbA1c normal seharusnya berada di bawah 5,7 persen. Angka yang tinggi ini mengindikasikan bahwa kadar gula darah Cipa telah berada dalam kondisi yang tidak terkendali dalam jangka waktu yang cukup lama.

FOMO Jajanan Manis: Godaan Tren Kuliner Digital

Cipa mengakui bahwa salah satu faktor utama yang berkontribusi terhadap kondisi kesehatannya adalah kebiasaannya mengikuti tren makanan manis yang viral di media sosial. Bagi Cipa, dessert manis seringkali menjadi pelarian dari tekanan pekerjaan yang ia rasakan pada saat itu.

“Saya tidak memiliki riwayat diabetes sama sekali di keluarga. Jadi, ini murni karena gaya hidup, pola makan, pola tidur, serta cara mengelola stres,” ungkap Cipa dalam salah satu unggahannya.

Ramalan Akhir Tahun: 4 Zodiak yang Doa dan Impiannya Terwujud

Ia menceritakan bahwa hampir setiap hari ia mengonsumsi makanan manis, terutama jajanan yang sedang ramai dibicarakan di dunia maya.

“Saya sangat sering makan dessert. Jadi, saya selalu mencari yang manis, makanan-makanan viral, yang sedang tren. Entah itu brownies, donat, matcha, dan sejenisnya,” tambahnya.

Kebiasaan ini bahkan kerap dilakukan setelah ia selesai makan besar. Baik makan siang maupun makan malam, hampir selalu ditutup dengan hidangan penutup yang manis.

“Saya bisa bilang, tiga kali sehari mungkin ya. Sangat sering, hampir setiap hari. Puncaknya itu terjadi sekitar setahun terakhir, dari 2024 hingga 2025 ini,” ujarnya.

Pola Tidur yang Jauh dari Kata Ideal

Sebelum memutuskan untuk menjadi seorang full-time content creator, Cipa bekerja sebagai karyawan swasta di Jakarta. Jadwal kerja yang sangat padat dan tuntutan lembur yang seringkali tak terhindarkan, membuatnya kesulitan untuk mendapatkan waktu istirahat yang cukup.

Hari Ibu: Putus Luka Tak Terucap Demi Cinta Tanpa Syarat

“Karena saya bekerja, sering sekali lembur. Saya baru pulang sekitar jam 11 malam, dan tentu saja setelah pulang kerja, saya tidak bisa langsung tidur. Hampir setiap hari saya tidur di atas jam 2 atau 3 pagi. Padahal, jam 8 pagi saya sudah harus kembali bekerja,” tuturnya.

Rutinitas ini berlangsung hampir setiap hari, sehingga waktu tidurnya kerap bergeser jauh dari jam ideal. Kurang tidur dalam jangka panjang ternyata memiliki peran besar dalam mengganggu metabolisme tubuh, termasuk dalam pengaturan kadar gula darah.

Minim Aktivitas Fisik dan Massa Otot: Ketiadaan “Penyimpan” Gula

Selain pola makan dan tidur, Cipa juga menyadari bahwa minimnya aktivitas fisik merupakan faktor lain yang memperparah kondisinya. Ia mengaku jarang berolahraga secara rutin.

Bahkan ketika berolahraga, aktivitas yang dilakukannya hanya sebatas kardio ringan seperti lari atau tenis, dan itu pun tidak dilakukan secara konsisten.

“Dan itu pun hanya seminggu sekali. Jadi, gula yang saya konsumsi tidak memiliki tempat ‘persembunyian’ yaitu otot. Saya tidak memiliki massa otot yang cukup, karena tidak pernah melakukan latihan beban,” jelasnya.

Insanul Fahmi Dikritik, Akui Ingin Pertahankan Wardatina dan Inara Rusli

Minimnya massa otot membuat tubuh tidak memiliki cukup “penyimpan” glukosa yang memadai. Akibatnya, kadar gula darah menjadi lebih mudah melonjak dan sulit dikendalikan.

Kisah Lilla Syifa ini menjadi pengingat penting bagi kita semua bahwa gaya hidup sehari-hari memiliki dampak yang sangat besar terhadap kesehatan jangka panjang. Kebiasaan yang mungkin terlihat sepele, seperti mengikuti tren makanan viral karena FOMO (Fear of Missing Out), kurang tidur, jarang bergerak, dan stres berkepanjangan, dapat berujung pada kondisi kesehatan yang serius jika dibiarkan terus-menerus.

Pengalaman Cipa menjadi pelajaran berharga bahwa menjaga pola hidup sehat bukanlah sekadar tentang penampilan fisik, melainkan merupakan investasi terbesar untuk masa depan tubuh kita sendiri.