Home / Kebijakan Publik / Dedi Mulyadi Hentikan Izin Perumahan Jabar: Ini Alasannya

Dedi Mulyadi Hentikan Izin Perumahan Jabar: Ini Alasannya

Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, telah mengambil langkah tegas dengan menghentikan sementara izin pembangunan perumahan di seluruh wilayah provinsi. Kebijakan yang awalnya hanya diterapkan di Bandung Raya ini kini diperluas, mencakup seluruh Jawa Barat. Keputusan ini, yang dituangkan dalam Surat Edaran (SE) Gubernur Jawa Barat Nomor 180/HUB.03.08.02/DISPERKIM tertanggal 13 Desember 2025, didasari oleh pertimbangan mendalam mengenai risiko bencana dan penataan ruang yang belum memadai.

Latar Belakang Penghentian Izin Pembangunan Perumahan

Langkah strategis Gubernur Dedi Mulyadi ini bukanlah keputusan yang diambil tanpa pertimbangan matang. Penghentian sementara penerbitan izin pembangunan perumahan memiliki tujuan utama untuk memastikan bahwa setiap pembangunan yang dilakukan telah melalui kajian risiko bencana yang komprehensif dan penyesuaian tata ruang yang memadai. Hal ini menjadi krusial mengingat ancaman bencana hidrometeorologi yang semakin meningkat di Jawa Barat.

Dalam surat edaran tersebut, Gubernur Dedi Mulyadi menyatakan, “Menghentikan sementara penerbitan izin perumahan sampai dengan adanya hasil kajian risiko bencana masing-masing kabupaten/kota dan/atau penyesuaian kembali RT/RW kabupaten/kota.” Pernyataan ini menegaskan bahwa pemerintah provinsi tidak ingin terburu-buru dalam memberikan izin, melainkan menunggu data dan analisis yang akurat untuk menjamin keamanan dan keberlanjutan pembangunan.

Ancaman Bencana Hidrometeorologi sebagai Pemicu Utama

Salah satu alasan mendasar di balik kebijakan ini adalah potensi bencana alam hidrometeorologi yang mengancam tidak hanya wilayah Bandung Raya, tetapi seluruh penjuru Jawa Barat. Bencana seperti banjir bandang dan tanah longsor dapat terjadi kapan saja dan di mana saja, terutama jika pembangunan tidak mempertimbangkan kondisi geografis dan hidrologis wilayah.

“Potensi bencana alam hidrometeorologi berupa banjir bandang dan tanah longsor bukan hanya terjadi di wilayah Bandung Raya, tetapi juga di seluruh wilayah Jawa Barat,” tegas Gubernur Dedi Mulyadi. Pernyataan ini menjadi pengingat pentingnya kewaspadaan dan tindakan preventif dalam setiap aktivitas pembangunan. Mengabaikan risiko bencana dapat berakibat fatal, baik bagi keselamatan warga maupun kerugian materiil yang besar.

Papua Barat Daya: Tim Terpadu P4GN Lawan Narkoba Kolaboratif

Peninjauan Ulang Pembangunan di Kawasan Rawan Bencana

Melalui kebijakan ini, Pemerintah Daerah (Pemda) di seluruh Jawa Barat diinstruksikan untuk melakukan peninjauan ulang terhadap seluruh pembangunan yang berada di kawasan rawan bencana. Kawasan-kawasan yang menjadi perhatian khusus meliputi:

  • Daerah Rawan Longsor: Area dengan kemiringan curam, curah hujan tinggi, dan jenis tanah yang rentan terhadap pergerakan massa tanah.
  • Daerah Rawan Banjir: Wilayah dataran rendah yang berdekatan dengan sungai, pesisir pantai, atau daerah aliran sungai yang rentan tergenang air saat curah hujan tinggi atau pasang.
  • Lahan Pertanian dan Perkebunan: Lahan produktif yang memiliki nilai ekonomi dan ekologis penting, yang keberadaannya harus dilindungi dari alih fungsi yang tidak terkendali.
  • Kawasan Resapan Air: Area penting yang berfungsi menyerap dan menyimpan air hujan untuk menjaga ketersediaan air tanah.
  • Kawasan Konservasi dan Kehutanan: Wilayah yang memiliki fungsi lindung dan pelestarian keanekaragaman hayati, serta berperan penting dalam menjaga keseimbangan ekosistem.

Peninjauan ulang ini bertujuan untuk memastikan bahwa pembangunan yang ada tidak memperparah risiko bencana, tidak mengganggu fungsi ekologis kawasan, dan tidak mengancam keberlanjutan sumber daya alam.

Pengawasan Pembangunan yang Lebih Ketat

Selain peninjauan ulang kawasan, kebijakan ini juga menekankan pentingnya pengawasan pembangunan yang lebih ketat. Setiap pembangunan diwajibkan untuk memiliki Persetujuan Bangunan Gedung (PBG). PBG ini berfungsi sebagai dokumen teknis yang memastikan bahwa setiap bangunan memenuhi standar kelayakan teknis, keamanan, dan keselamatan.

“Memastikan seluruh pembangunan rumah atau perumahan dan bangunan gedung telah memiliki Persetujuan Bangunan Gedung (PBG),” demikian bunyi surat edaran tersebut. Dengan adanya PBG, setiap tahapan pembangunan dapat diawasi secara teknis oleh pihak berwenang.

Lebih lanjut, surat edaran tersebut juga menegaskan, “Melaksanakan penilikan teknis secara konsisten untuk memastikan pelaksanaan pembangunan sesuai dengan dokumen teknis PBG.” Ini berarti pengawasan tidak hanya berhenti pada pemberian izin, tetapi juga meliputi pemantauan pelaksanaan pembangunan di lapangan untuk memastikan kepatuhan terhadap standar yang telah ditetapkan.

UMP 2026: Gubernur Umumkan Kenaikan Terlambat 24 Desember 2025

Kewajiban Pengembang: Pemulihan Lingkungan dan Penghijauan

Kebijakan tegas Gubernur Dedi Mulyadi ini tidak hanya berfokus pada pencegahan, tetapi juga pada upaya pemulihan dan pelestarian lingkungan. Pengembang perumahan kini memiliki kewajiban tambahan, yaitu melakukan pemulihan lingkungan dan program penghijauan kembali di area pembangunan mereka.

Hal ini penting untuk mengimbangi dampak pembangunan terhadap lingkungan, seperti penggundulan lahan, perubahan tata guna lahan, dan potensi kerusakan ekosistem. Dengan adanya kewajiban pemulihan dan penghijauan, diharapkan pembangunan perumahan dapat berjalan lebih harmonis dengan alam dan memberikan kontribusi positif bagi kelestarian lingkungan.