Nenek Elina, Lansia 81 Tahun, Jadi Korban Pengusiran Brutal dan Perampasan Lahan di Surabaya
SURABAYA, JAWA TIMUR – Sebuah kasus yang menggemparkan publik terjadi di Surabaya, Jawa Timur, di mana seorang lansia berusia 81 tahun, Elina Wijayanti, menjadi korban dugaan penyerobotan lahan dan pengusiran paksa dari rumah yang telah ia tempati selama bertahun-tahun. Peristiwa tragis ini tidak hanya menimbulkan luka fisik pada nenek Elina, tetapi juga memicu kecaman keras dari Pemerintah Kota Surabaya dan kini tengah dalam penanganan serius oleh aparat kepolisian. Rangkaian fakta di balik kasus ini mengungkap adanya praktik kekerasan dan dugaan pelanggaran hukum yang meresahkan.
Kronologi Pengusiran yang Mengerikan
Peristiwa pengusiran yang dialami nenek Elina terjadi di kediamannya yang beralamat di Dukuh Kuwukan Nomor 27, Kelurahan Lontar, Kecamatan Sambikerep. Rumah ini telah menjadi tempat tinggalnya sejak tahun 2011. Namun, pada awal Agustus 2025, kedamaian nenek Elina terusik ketika sekelompok orang mendatangi rumahnya dengan klaim bahwa lahan tersebut telah berpindah tangan.
Nenek Elina dengan tegas menyatakan bahwa ia tidak pernah melakukan transaksi jual beli atas rumah maupun tanah yang ia tinggali. Klaim kepemilikan sepihak inilah yang menjadi awal mula dugaan kuat adanya penyerobotan lahan.
Menurut keterangan yang dihimpun dari kuasa hukum nenek Elina dan pihak Pemerintah Kota Surabaya, kelompok yang dipimpin oleh seorang pria bernama Samuel ini pertama kali mendatangi rumah korban pada tanggal 4 Agustus 2025. Belum genap seminggu, pada tanggal 6 Agustus 2025, mereka kembali dengan niat yang lebih gelap, yaitu memaksa nenek Elina keluar dari rumahnya.
Proses pengusiran tersebut digambarkan sangat brutal. “Orang datang ke rumah nenek tersebut. Terus kemudian setelah itu melakukan pengusiran secara paksa dengan cara nenek tersebut awalnya ditarik terus kemudian diangkat kemudian dikeluarkan dari rumah,” tutur Wellem Mintarja, kuasa hukum nenek Elina. Ia menambahkan bahwa untuk mengeluarkan nenek Elina yang menolak keluar, dibutuhkan empat hingga lima orang untuk menarik dan mengangkatnya.
Akibat tindakan kekerasan fisik tersebut, nenek Elina mengalami luka yang cukup serius, terutama di bagian wajah, bibir, dan lengannya.
Rumah Diratakan dengan Tanah, Barang Berharga Hilang
Tragedi tidak berhenti pada pengusiran paksa. Tak lama setelah nenek Elina berhasil dikeluarkan dari rumahnya, bangunan tersebut langsung diratakan dengan menggunakan alat berat. Seluruh struktur rumah dihancurkan hingga rata dengan tanah.
Lebih menyakitkan lagi, seluruh barang-barang yang ada di dalam rumah turut diangkut oleh kelompok tersebut. Barang-barang yang dibawa meliputi perabot rumah tangga, hingga dokumen-dokumen penting yang sangat berharga bagi nenek Elina dan keluarganya. Dokumen-dokumen tersebut termasuk sertifikat tanah dan ijazah milik anggota keluarga korban. Hingga berita ini ditulis, keberadaan dokumen-dokumen krusial tersebut masih belum diketahui.
Pelanggaran Hukum: Tanpa Putusan Pengadilan dan Pengawalan Polisi
Pihak kuasa hukum nenek Elina dengan tegas menyatakan bahwa proses pengosongan dan penghancuran rumah tersebut dilakukan tanpa adanya surat keputusan pengadilan yang sah. Lebih mengkhawatirkan lagi, seluruh rangkaian eksekusi lahan dan bangunan tersebut tidak disertai dengan pengawalan atau pendampingan dari aparat kepolisian.
Tindakan ini dinilai sebagai pelanggaran hukum yang serius. Seharusnya, setiap eksekusi terhadap objek yang sedang bersengketa harus didasarkan pada keputusan hukum yang final dan mengikat, serta dilakukan dengan pengawasan aparat yang berwenang untuk memastikan proses berjalan sesuai aturan.
Klaim Pembelian yang Dipertanyakan
Pihak Samuel, yang memimpin kelompok pengusir, mengklaim bahwa ia telah membeli rumah dan lahan tersebut dari seseorang bernama Elisa. Elisa disebut sebagai saudara korban yang telah meninggal dunia. Namun, klaim ini menjadi lemah ketika pihak Samuel tidak dapat menunjukkan bukti autentik berupa sertifikat tanah atau bukti transaksi jual beli yang sah hingga peristiwa pengusiran terjadi.
Di sisi lain, nenek Elina secara konsisten menegaskan bahwa ia tidak pernah menjual rumah maupun tanah yang telah ia tempati selama bertahun-tahun. Ketidaksesuaian klaim dan minimnya bukti yang diajukan pihak Samuel semakin memperkuat dugaan adanya penyerobotan lahan.
Kecaman Keras dari Pemerintah Kota Surabaya
Wakil Wali Kota Surabaya, Armuji, mengecam keras tindakan pengusiran dan kekerasan yang dialami oleh nenek Elina. Ia menilai aksi tersebut sangat tidak manusiawi, terutama karena korbannya adalah seorang perempuan lanjut usia yang tinggal sendirian.
Armuji menekankan bahwa, terlepas dari apakah ada atau tidaknya sengketa lahan, tindakan main hakim sendiri dan perampasan hak orang lain tidak dapat dibenarkan dalam negara hukum. “Soal itu rumah bersengketa atau lahan masih bermasalah yang diakui oleh Samuel itu adalah hak miliknya. Nah, tapi yang kita kecam adalah tindakan yang brutal. Tindakan yang mereka melakukan kekerasan terhadap nenek,” tegas Armuji dalam salah satu program televisi.
Peran RT dan RW dalam Sorotan
Pemerintah Kota Surabaya juga memberikan sorotan terhadap peran serta aparat lingkungan setempat, yaitu RT dan RW. Sikap mereka yang dinilai tidak melakukan upaya pencegahan menjadi pertanyaan besar.
Menurut keterangan Wakil Wali Kota, RT dan RW setempat sebenarnya mengetahui adanya rencana pengosongan rumah tersebut. Namun, mereka tidak melakukan tindakan penghalangan ketika proses pengusiran dan perobohan rumah berlangsung. Padahal, proses penghancuran bangunan tersebut tidak terjadi dalam waktu singkat, bahkan berlangsung lebih dari satu hari.
“Keterangan dari RT setempat seperti video yang saya unggah ini, Samuel pernah mendatangi RT. Lah kalau pernah mendatangi RT kan saya sempat curiga, loh kamu didatangi RT-nya berarti kamu kenal dan sudah pernah tahu sudah pernah komunikasi katanya minta tanda tangan apa gitu ya katanya RT-nya seperti itu. Tapi kenapa sih nenek seorang diri kok tidak ada pembelaan daripada RT/RW setempat sampai adanya pemerataan bangunan tersebut?” ungkap Armuji, menunjukkan kekecewaannya.
Kondisi Korban dan Dukungan Penuh
Pasca-kejadian yang traumatis, nenek Elina saat ini sementara waktu tinggal bersama kerabatnya. Pemerintah Kota Surabaya telah menyatakan kesiapannya untuk memberikan bantuan penuh apabila korban membutuhkan tempat tinggal sementara atau bantuan sosial lainnya.
Untuk pendampingan hukum, nenek Elina telah didampingi oleh tim kuasa hukum. Pemkot Surabaya juga berkomitmen untuk terus memberikan dukungan dan berkoordinasi erat dengan tim hukum yang menangani perkara ini demi tegaknya keadilan.
Penyelidikan oleh Polda Jawa Timur
Saat ini, kasus dugaan penyerobotan lahan dan pengusiran paksa yang menimpa nenek Elina ini tengah dalam tahap penyelidikan oleh Polda Jawa Timur. Pemerintah Kota Surabaya bertekad untuk mengawal proses hukum ini hingga tuntas dan menanti hasil penyelidikan yang akurat dari pihak kepolisian.
Kasus ini bukan hanya sekadar sengketa lahan biasa, namun telah menjadi sorotan publik yang luas karena menyangkut perlindungan terhadap warga lanjut usia, serta dugaan praktik kekerasan dan penguasaan lahan secara sepihak yang tidak dapat ditoleransi.
