Dilema Akhir Tahun: Lagu “Mana Ana Mantu” Menggambarkan Tekanan Status Lajang Menjelang Natal
Menjelang penghujung tahun, suasana Natal yang identik dengan kehangatan keluarga dan kebersamaan seringkali membawa kebahagiaan. Namun, bagi sebagian orang, momen ini justru menjadi sumber tekanan, terutama terkait status hubungan. Fenomena ini tergambar jelas dalam lagu “Mana Ana Mantu” yang dipopulerkan oleh Near, Andre Rani, dan Dongga. Dirilis melalui kanal YouTube fenomenear pada 21 Desember 2025 dalam format video lirik, lagu ini berhasil menyentuh hati banyak pendengar karena liriknya yang relatable dan jujur.
Lagu ini secara gamblang menceritakan tentang seseorang yang masih berstatus lajang ketika bulan Desember tiba dan Natal semakin dekat. Ia harus menghadapi berbagai pertanyaan dan tatapan dari keluarga, terutama sang ibu, yang terus mendesaknya untuk segera memiliki pasangan dan rencana menikah. Liriknya bukan sekadar keluhan, melainkan sebuah cerminan realistis dari banyak individu yang merasakan beban psikologis akibat status lajang di tengah budaya yang kerap menekankan pentingnya memiliki pasangan di usia tertentu.
Antara Realitas dan Humor dalam Lirik
Lirik “Mana Ana Mantu” secara cerdik memadukan antara kepedihan dan humor untuk menggambarkan perjuangan sang tokoh utama. Ia mencoba menertawakan keadaannya agar tetap bertahan dan tidak tenggelam dalam kesedihan atau kekhawatiran yang berlebihan.
Berikut adalah cuplikan lirik yang menggambarkan perasaan tersebut:
- “Cause everytime dekat Desember
kepala ni pusing
Feeling lonely
Sa sendiri pusing
Mama dong tanya
Hey yang mana mana mana ana mantu?
Su mo dekat Natal masih satu
Hey yang mana mana mana ana mantu?
Su mo dekat Natal baru masih satu”
Bagian ini secara langsung menunjukkan inti permasalahan: datangnya Desember dan Natal yang seharusnya menyenangkan justru menimbulkan rasa pusing dan kesepian. Pertanyaan “yang mana mana mana ana mantu?” menjadi semacam mantra yang terus menghantui, mengingatkan bahwa ia masih belum memiliki pasangan.
Rap yang Menghibur dan Menggugah
Bagian rap dalam lagu ini semakin memperkaya narasi dengan gaya yang lebih santai namun tetap tajam. Liriknya menggambarkan bagaimana tekanan sosial tidak hanya datang dari keluarga, tetapi juga dari perbandingan dengan orang lain.
- (Rap)
“Sudah hampir Natal masih solo selow
Dong tes sa mental jadi calo jomblo
Pohon Natal belum jadi su banding banding
Toples sa ada isi
Ko kapan gandeng gandeng
Hujan deng Desember tu bikin dug dag
Macam kelap kelip lampu sulit ditebak
Temu keluarga tanya
Kerja sudah? Pacar mana?
Ingat usia jangan terlalu lama
Bikin sa trauma”
Dalam rapnya, sang penyanyi menggambarkan dirinya sebagai “calo jomblo” yang mentalnya terus diuji. Perbandingan dengan orang lain yang sudah memiliki pasangan terasa semakin kuat, bahkan ketika ia mencoba tetap santai (“solo selow”). Deskripsi tentang hujan di bulan Desember yang membuat hati berdebar (“dug dag”) dan lampu Natal yang berkelip sulit ditebak seolah mencerminkan ketidakpastian dalam hidupnya. Pertanyaan-pertanyaan seperti “Kerja sudah? Pacar mana?” menjadi momok yang menakutkan dan bisa menimbulkan trauma.
Perjuangan Mencari Pasangan di Akhir Tahun
Bagian selanjutnya dari lagu ini semakin dalam menggali perjuangan mencari pasangan di tengah keterbatasan waktu dan kondisi.
- (Rap)
“Masih satu
Desember bikin kepala makin pusing
Sio mama minta mantu
Jua ade ini buntu bemana?
Mo cari ju di mana?
Macamnya satu orang dua
banyak makan puji jadi su trada sisa
Baru su dekat Natal yo ini sangat fatal
Sa bingung bemana su ni kas kenal
Sa macam boring
Kampung sa sudah rolling
Yang bungkus maytua dua itu Tuhan tolong ambil”
Di sini, rasa pusing semakin menjadi-jadi. Sang ibu terus meminta menantu, sementara sang tokoh utama merasa buntu dan bingung harus mencari pasangan di mana. Frasa “satu orang dua” dan “banyak makan puji jadi su trada sisa” secara satir menggambarkan betapa sulitnya menemukan seseorang yang tepat, seolah-olah sudah banyak yang “terambil” atau tidak sesuai. Kondisi yang “sangat fatal” menjelang Natal ini membuatnya bingung bagaimana harus mengenalkan seseorang. Bahkan, ia sampai merasa “boring” dan berandai-andai agar Tuhan mengambil “maytua dua” (pasangan yang sudah ada) agar ada kesempatan baginya.
Pesan Moral dan Relevansi Sosial
Lagu “Mana Ana Mantu” lebih dari sekadar hiburan. Ia menjadi suara bagi banyak orang yang mengalami tekanan sosial serupa. Melalui liriknya yang jujur dan menyentuh, lagu ini mengingatkan kita bahwa setiap orang memiliki perjalanan hidupnya sendiri. Penting untuk tidak membanding-bandingkan diri dengan orang lain dan memberikan ruang bagi setiap individu untuk menemukan kebahagiaan dengan caranya sendiri.
Meskipun menghadapi pertanyaan yang terus-menerus, lagu ini juga mengajarkan pentingnya menjaga semangat dan tidak larut dalam beban pikiran. Dengan sedikit humor dan penerimaan diri, perjuangan menuju akhir tahun yang penuh tekanan bisa dilalui dengan lebih ringan. Lagu ini menjadi pengingat bahwa Natal adalah tentang cinta dan kehangatan, terlepas dari status hubungan seseorang.