Home / Politik / FTA EU-Mercosur Terhenti, Ambisi Global Eropa Terancam

FTA EU-Mercosur Terhenti, Ambisi Global Eropa Terancam

Perjanjian Perdagangan UE-Mercosur Kembali Terjegal Krisis Internal

JAKARTA – Upaya Uni Eropa (UE) untuk merampungkan perjanjian perdagangan bebas (FTA) dengan blok negara-negara Amerika Selatan, Mercosur, kembali menemui jalan buntu akibat perpecahan internal di antara negara-negara anggota UE. Perjanjian yang telah dinanti selama seperempat abad ini kini terancam gagal terwujud, menimbulkan pukulan telak bagi ambisi ekonomi global UE.

Presiden Komisi Eropa, Ursula von der Leyen, sejatinya dijadwalkan untuk menandatangani perjanjian perdagangan bebas terbesar UE ini pada Sabtu (21/12/2025). Namun, alih-alih mengukuhkan kesepakatan, von der Leyen justru harus berjuang keras menggalang dukungan dari negara-negara anggota di menit-menit terakhir. Italia, khususnya, menjadi salah satu negara yang masih ragu, menyuarakan kekhawatiran mendalam terhadap dampak perjanjian ini terhadap sektor pertanian domestik mereka.

Negosiasi antara UE dan negara-negara Mercosur – yang meliputi Argentina, Brasil, Uruguay, dan Paraguay – telah berlangsung selama 25 tahun. Proses yang panjang dan penuh frustrasi ini telah berulang kali membuat negara-negara Amerika Selatan kecewa. Bahkan, Presiden Brasil Luiz Inacio Lula da Silva menegaskan bahwa saat ini adalah momentum krusial, “sekarang atau tidak sama sekali”.

Dalam surat yang dikirimkan kepada Presiden Lula pada Jumat (20/12/2025), von der Leyen bersama Presiden Dewan Eropa, Antonio Costa, menyampaikan penyesalan atas kegagalan memenuhi tenggat waktu yang mereka tetapkan sendiri pada 20 Desember. Keduanya menegaskan bahwa UE masih terus berupaya untuk merampungkan kesepakatan tersebut. Para pejabat UE menyatakan bahwa upaya penandatanganan akan dijadwalkan ulang pada 12 Januari, meskipun belum ada jaminan pasti bahwa kesepakatan akan tercapai pada waktu tersebut.

Kegagalan berulang dalam meratifikasi perjanjian Mercosur ini menjadi pukulan telak bagi Uni Eropa. Blok ini berambisi untuk menjadikan kesepakatan lintas Atlantik ini sebagai bukti nyata kemampuannya untuk tampil sebagai kekuatan ekonomi global yang mandiri. Lebih dari itu, UE juga berupaya menunjukkan bahwa mereka mampu memperluas kemitraan strategis di luar bayang-bayang pengaruh Tiongkok dan Amerika Serikat (AS), terutama di tengah meningkatnya ketegangan dagang dengan kedua negara adidaya tersebut.

Habib Syarief: Negara Wajib Lindungi Anak di Dunia Digital

“Ini adalah momen kemerdekaan Eropa,” ujar von der Leyen awal pekan ini, menjelang KTT para pemimpin UE yang juga membahas pendanaan untuk Ukraina dan kelanjutan perjanjian Mercosur. UE memandang Tiongkok tidak hanya sebagai pesaing ekonomi, tetapi juga sebagai rival sistemik, terutama dengan adanya eskalasi konflik dagang yang ditandai dengan saling pengenaan tarif. Ketegangan ini semakin terlihat ketika Beijing mengumumkan rencana untuk memperketat kontrol ekspor logam tanah jarang dan material kritis lainnya, yang menyoroti kerentanan industri Eropa.

Di sisi lain, hubungan UE dengan AS juga tidak luput dari ketegangan. Pada musim panas lalu, UE menerima kesepakatan dagang dengan AS yang dinilai timpang. UE menyetujui tarif 15% untuk sebagian besar ekspornya ke AS, sembari berkomitmen untuk menghapus seluruh bea masuk atas barang-barang industri yang berasal dari Negeri Paman Sam.

Perjanjian UE-Mercosur dipandang sebagai solusi potensial bagi Eropa untuk keluar dari dinamika hubungan yang memburuk dengan AS dan Tiongkok. Kesepakatan ini berpotensi menciptakan pasar terintegrasi yang mencakup sekitar 780 juta konsumen. Selain itu, perjanjian ini akan menghapus tarif secara bertahap atas berbagai produk, termasuk mobil, serta membuka akses yang lebih luas bagi Eropa ke sektor pertanian dan sumber daya alam yang melimpah di negara-negara Mercosur.

Yang tak kalah penting, pakta ini akan memperluas jejaring ekonomi dan rantai pasok UE di luar AS dan Tiongkok. Hal ini akan menjadi bukti nyata bahwa Eropa mampu menawarkan alternatif ekonomi yang kredibel bagi negara-negara lain di dunia.

“Kegagalan mengamankan kemitraan Mercosur akan menjadi kesalahan besar dengan skala epik bagi ambisi Eropa untuk memposisikan diri sebagai pemain yang relevan dalam perekonomian global,” ujar Agathe Demarais, Senior Policy Fellow di European Council on Foreign Relations.

Mantan Ketum PBNU Minta Semua Pihak Hormati Pertemuan Mustasyar di Lirboyo Kediri, Ini Tanggapan Gus Yahya

Sektor Pertanian Menjadi Batu Sandungan Utama

Hingga kini, UE belum berhasil mengumpulkan dukungan mayoritas negara anggota. Kekhawatiran mendalam terhadap dampak perjanjian ini terhadap sektor pertanian Eropa menjadi penyebab utama kebuntuan. Bukti nyata dari keresahan ini terlihat pada KTT di Brussel, Kamis lalu, di mana ribuan petani menggelar aksi protes dengan membakar ban dan menumpahkan kentang di jalanan.

Meskipun demikian, setelah KTT berakhir, para pemimpin UE menyatakan optimisme bahwa kesepakatan masih dapat dicapai pada Januari. “Penundaan selama tiga pekan masih dapat ditoleransi setelah 25 tahun perundingan. Saya sangat yakin kita akan menyelesaikannya,” kata von der Leyen.

Terganjal Posisi Tawar Italia

Nasib perjanjian ini kini sangat bergantung pada sikap Italia. Perdana Menteri Italia, Giorgia Meloni, menyatakan bahwa negaranya masih membutuhkan waktu tambahan untuk mengamankan dukungan domestik sebelum memberikan persetujuan penuh.

“Negara-negara berkembang lain tengah mengamati dan akan mencatat betapa sulitnya mencapai kesepakatan dengan UE,” ujar Demarais, menggarisbawahi implikasi yang lebih luas dari penundaan ini.

Namun, bagi Berlin dan sejumlah negara anggota UE lainnya, Meloni dinilai sedang memaksimalkan posisinya sebagai penentu keputusan. Ia diduga menuntut konsesi yang lebih besar bagi sektor pertanian Italia sebelum memberikan lampu hijau.

Evaluasi Pembinaan & Pilkada: Respons Kemendagri atas OTT KPK Kepala Daerah

Presiden Brasil, Lula, menyebutkan bahwa Meloni telah menyampaikan kepadanya bahwa Italia hanya memerlukan beberapa hari tambahan. Meskipun sebagian pihak meyakini bahwa Italia pada akhirnya akan menyetujui kesepakatan tersebut karena potensi manfaatnya bagi para eksportir Italia, pihak lain justru menunjukkan sikap yang lebih pesimistis.

“Jika tidak ada penandatanganan pada 20 Desember, maka perjanjian ini mati, dan hal tersebut akan berdampak pada hubungan dagang UE di masa depan dengan negara-negara di seluruh dunia,” ujar Ketua Komite Perdagangan Parlemen Eropa, Bernd Lange.

Dalam upaya untuk meloloskan kesepakatan pada pekan ini, Parlemen Eropa dan negara-negara anggota UE sepakat untuk menambahkan perlindungan baru bagi petani Eropa. Langkah ini bertujuan untuk meredam gejolak harga dan lonjakan impor yang dikhawatirkan. Namun, upaya ini belum membuahkan hasil yang signifikan.

Jika kebuntuan ini terus berlanjut, kedua blok berpotensi mengalihkan perhatian mereka ke kemitraan lain. Mercosur saat ini sedang mengupayakan kesepakatan dengan Uni Emirat Arab, serta menjajaki kerja sama dengan Kanada, Inggris, dan Jepang.

Di sisi lain, UE juga sedang giat berusaha merampungkan perjanjian dagang dengan India, yang negosiasinya telah berlangsung hampir dua dekade.

“Jika UE ingin tetap kredibel dalam kebijakan perdagangan global, keputusan harus diambil sekarang,” tegas Kanselir Jerman, Friedrich Merz, saat tiba di KTT Brussel, menekankan urgensi situasi ini bagi kredibilitas UE di panggung global.