Liputan6.com, Jakarta - Wakil Kepala Staf Kepresidenan, Muhammad Qodari menghadiri obrolan publik terkait Prospek Demokrasi Indonesia di Masa Pemerintahan Prabowo Subianto nan digelar di Gondadia, Jakarta Pusat, pada Selasa (12/11/2024).
Dalam obrolan tersebut, Qodari menjelaskan bahwa masyarakat kudu kritis saat membahas kategori demokrasi. Dia juga menyinggung lembaga riset Economist Intelligence Unit (EIU) sebagai contoh dalam mengkategorikan indeks demokrasi.
"Kalau kita bicara kategorisasi demokrasi, kita kudu lihat makronya. Economist Intelligence Unit itu kan buat 4 kategori negara alias kategori demokrasi," ujarnya.
"Kategori pertama itu full demokrasi, kedua itu flawed demokrasi, nan ketiga itu hybrid demokrasi, kemudian authoritarian," tambahnya.
Qodari menekankan bahwa Indonesia, berasas indeks kerakyatan saat ini, berada dalam kategori flawed democracy (demokrasi tidak sempurna).
"Ya nomor kita tetap di flawed democracy. Jangan juga dibikin seolah-olah kemudian Indonesia itu tiba-tiba jadi authoritarian democracy. Enggak. Angkanya itu nomor di flawed democracy," tegasnya.
Ia menyatakan bahwa kategori kerakyatan Indonesia sangat tergantung pada kriteria nan digunakan oleh setiap lembaga riset.
"Nah apakah kemudian bakal menjadi full democracy? Ya kembali juga menurut saya kepada kita sendiri mau memandang kerakyatan dalam konteks Indonesia itu apakah sepenuhnya bakal menggunakan kriteria-kriteria nan dipakai oleh Economist Intelligence Unit ini," jelasnya.
"Dia kan punya berapa tuh, 60 jika nggak salah item, lampau ada beberapa indikator, civil liberties, dan seterusnya, ya empat alias lima kategori ya," tambah Qodari.