Home / Sosial & Budaya / Gizi Anak: Fondasi Bangsa Unggul

Gizi Anak: Fondasi Bangsa Unggul

Program makan bergizi gratis (MBG) yang digagas pemerintah pusat telah berjalan hampir setahun. Data terbaru dari Badan Gizi Nasional (BGN) per 2 Desember 2025 menunjukkan bahwa 16.249 satuan pelayanan pemenuhan gizi (SPPG) telah beroperasi, masing-masing melayani sekitar 3.000 porsi MBG setiap harinya. Inisiatif ini bertujuan untuk memastikan asupan gizi yang memadai bagi anak-anak di seluruh Indonesia.

Peran Krusial Program MBG dalam Pemenuhan Gizi Anak

Guru Besar Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor (IPB), Ali Khomsan, menegaskan bahwa program MBG merupakan langkah intervensi penting dari pemerintah. Tujuannya adalah untuk memastikan anak-anak Indonesia memperoleh gizi seimbang setiap hari, mengingat akses terhadap makanan bergizi belum merata di seluruh negeri.

“Jadi sebenarnya ada peran penting dari makan bergizi gratis ini di dalam mendukung kecukupan gizi anak-anak Indonesia,” ujar Ali Khomsan. Ia menekankan bahwa asupan gizi yang cukup memiliki pengaruh signifikan terhadap tumbuh kembang anak, menjamin pertumbuhan fisik dan perkembangan kognitif yang optimal.

Evaluasi Pelaksanaan Program MBG: Tantangan dan Catatan

Meskipun demikian, Ali Khomsan menyoroti beberapa catatan penting dalam pelaksanaan program MBG selama setahun terakhir. Salah satu isu krusial yang muncul adalah maraknya kasus keracunan makanan yang terjadi akibat program ini.

“Minusnya adalah bahwa kejadian keracunan yang terjadi beberapa waktu yang lalu menjadi catatan agar kasus-kasus serupa tidak terjadi,” kata Ali. Ia menekankan pentingnya peningkatan standar keamanan pangan dalam setiap tahapan pelaksanaan program, mulai dari pengadaan bahan baku hingga penyajian makanan, guna mencegah terulangnya insiden serupa.

Zodiak Rabu 17 Des: Asmara, Cuan, Hoki Berkilau

Selain isu keamanan pangan, Ali juga mengamati adanya permasalahan terkait variasi menu yang disajikan dalam program MBG. Laporan menunjukkan bahwa tidak semua siswa menyukai menu yang ditawarkan, yang berujung pada timbulnya food waste atau sampah makanan, baik berupa sayuran, nasi, maupun lauk-pauk.

“Itu tentu harus menjadi evaluasi agar MBG ke depannya itu tidak menyisakan sampah makanan, yang kemungkinan masih saja terjadi. Ini adalah catatan-catatan yang harus mendapat perhatian dari kita semua,” ujar Ali. Ia mendorong adanya evaluasi menu agar lebih bervariasi dan sesuai dengan selera siswa, sekaligus meminimalkan pemborosan pangan.

Menilai Efektivitas Program: Perspektif Jangka Panjang

Ali Khomsan berpendapat bahwa saat ini masih terlalu dini untuk menarik kesimpulan definitif mengenai efektivitas program MBG. Mengingat program ini belum genap berjalan setahun, dampaknya terhadap perkembangan anak belum dapat diukur secara komprehensif.

Menurutnya, evaluasi efektivitas yang sesungguhnya baru dapat dilakukan setelah adanya pengecekan status gizi anak-anak secara berkala pasca program dijalankan. “Jadi pada dasarnya, ketika kita mengukur status gizi anak-anak itu harus dilakukan secara kontinu supaya kita mempunyai catatan, pada saat baseline seperti apa, kemudian pada saat proses itu berlangsung seperti apa,” jelasnya. Dengan pengukuran yang berkelanjutan, perbedaan status gizi sebelum dan sesudah program dapat terlihat jelas.

Meskipun demikian, Ali Khomsan menyatakan optimisme bahwa program MBG akan memberikan dampak positif yang signifikan terhadap perbaikan gizi generasi muda Indonesia, yang pada akhirnya berkontribusi pada penciptaan generasi yang unggul.

Wawako Ajak Masyarakat Perkuat Kolaborasi Lestarikan Budaya Lokal

Dampak Positif MBG bagi Siswa Kurang Mampu dan Lingkungan Pendidikan

Pengamat pendidikan dari Universitas Mulawarman Samarinda, Profesor Susilo, turut memberikan pandangannya mengenai program MBG. Ia menilai program yang mulai diterapkan secara bertahap di Kalimantan Timur pada 13 Januari 2025 ini sangat bermanfaat, terutama bagi siswa yang berasal dari keluarga kurang mampu.

“Program MBG ini sangat penting, terutama bagi siswa di sekolah-sekolah pinggiran kota dan sekolah negeri di kota yang tak sedikit siswanya berasal dari keluarga kurang mampu,” ujar Profesor Susilo. Ia menekankan perlunya prioritas penyaluran program ini kepada sekolah-sekolah yang mayoritas siswanya berasal dari latar belakang ekonomi rendah.

Profesor Susilo juga menyoroti dampak positif MBG terhadap aspek pendidikan secara umum. Ia berpendapat bahwa anak-anak yang belajar dengan kondisi perut kenyang akan memiliki tingkat fokus dan semangat belajar yang lebih tinggi dibandingkan saat mereka merasa lapar.

“Dengan adanya jaminan makan di sekolah, siswa dari keluarga kurang mampu tidak perlu khawatir lagi soal jajan. Mereka bisa lebih fokus belajar tanpa memikirkan masalah keuangan keluarga,” paparnya. Asupan gizi yang memadai, menurutnya, dapat meningkatkan konsentrasi, daya ingat, dan stamina belajar siswa. Lebih jauh lagi, program ini juga memberikan dampak positif pada kondisi psikologis siswa, mengurangi kecemasan terkait pemenuhan kebutuhan pangan sehari-hari.

Khitan Massal 100 Anak Yatim: Dompet Ummat & PKK Pontianak Berbagi Kebaikan