Mataram PinangRaya - Usai turun lapangan berjumpa dengan petani penggarap sawah di Lingkungan Karang Anyar, Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat, Ajun Komisaris Polisi (AKP) Mulyadi agak terkejut. Pasalnya, lahan pertanian di wilayah tugasnya di Kecamatan Mataram, sekarang tinggal tersisa 5 hektare.
Menyusutnya luas areal pertanian itu, antara lain, lantaran banyak lahan nan sudah beranjak kegunaan menjadi area perumahan, sarana pendidikan, pabrik, hingga gedung perkantoran.
Kondisi tersebut mendorong Kepala Kepolisian Sektor (Kapolsek) Mataram itu berupaya mencari pengganti agar di wilayah tugasnya itu tetap mempunyai kontribusi dalam mewujudkan sasaran besar nasional swasembada pangan pada tahun 2026.
Terlintas dalam pikiran Mulyadi tentang pengalamannya ketika berdinas di Pulau Sumbawa pada masa pandemi COVID-19.
Di tempat tugas itu, dia menanam cabai, sawi, tomat, dan terong, dengan model tanam menggunakan polybag di pekarangan rumah dinas area Asrama Polres Sumbawa.
Hasilnya rupanya di luar perkiraannya. Buah dari ketelatenannya dalam bercocok tanam di pekarangan rumah dinas, banyak memberikan faedah bagi rekan sejawatnya.
Pengalaman tersebut menjadi modal bagi Mulyadi untuk memanfaatkan lahan nan belum dimanfaatkan untuk ditanami jenis tanaman pangan.
Kedaulatan pangan
Tolok ukur sebuah negara dapat mewujudkan kedaulatan pangan nasional, mereka kudu bisa memenuhi kebutuhannya sendiri alias swasembada. Capaian kedaulatan pangan jauh lebih krusial dibanding ketahanan pangan, nan untuk mencapainya, antara lain, bisa dipenuhi dengan impor.
Ketika pangan sebuah negara berdaulat maka mereka tidak lagi tergantung dari negara lain untuk memenuhi kebutuhan domestiknya.
Jadi, pada fase tersebut, negara tidak ada lagi ketergantungan pangan dari negara asing. Bahkan, bisa dikatakan impor pangan menjadi sebuah sirine atas kekurangan produksi untuk memenuhi kebutuhan negara itu sendiri.
Pemerintah Indonesia percaya swasembada pangan bisa terwujud dengan mengoptimalkan sektor pertanian, termasuk mengolah lahan-lahan tidur, mulai dari nan berskala mikro hingga nan luasnya jutaan hektare.
Prabowo Subianto nan sekarang menjadi Presiden Ke-8 Republik Indonesia, memahami betul potensi tersebut. Dengan membangun visi besar "Bersama Indonesia Maju Menuju Indonesia Emas 2045", Pemerintahan Prabowo-Gibran berkeinginan dapat mewujudkannya melalui misi Astacita.
Salah satu langkah untuk mencapainya, Presiden Prabowo nan mempunyai latar belakang militer telah meletakkan kepercayaan kepada lembaga TNI dan Polri sebagai bagian krusial untuk mewujudkan misi Astacita.
Dari delapan misi, salah satu poinnya ialah mendorong kemandirian bangsa melalui swasembada pangan.
Berbekal organisasi nan terstruktur dengan sumber daya manusia militan dalam segala medan, Presiden meminta kedua lembaga tersebut untuk membangun kerjasama berbareng Kementerian Pertanian.
Merespons petunjuk Presiden, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo mengambil langkah cepat. Usai mengikuti pembekalan dalam retreat Kabinet Merah Putih di Markas Akademi Militer, Magelang, Jawa Tengah, Kapolri langsung mengumpulkan seluruh pejabat tingkat polda dan polres melalui pertemuan secara daring.
Dalam pertemuan nan berjalan pada 28 Oktober 2024, Kapolri menegaskan bahwa Polri telah menyiapkan program 100 hari untuk mendukung misi Astacita.
Salah satunya, Kapolri menekankan kepada jejeran untuk ikut membantu mewujudkan swasembada pangan dengan menjalankan program ketahanan pangan nasional.
Guna mencapai sasaran tersebut, Polri bakal merekrut mahir pertanian dan mahir gizi melalui jalur bintara kompetensi unik (bakomsus), nan pendaftarannya dibuka mulai 11 hingga 17 November 2024.
Perekrutan Bakomsus Polri--bekerja sama dengan Kementerian Pertanian--akan dilakukan pada tahun 2025. Sebelum mereka diterjunkan ke lapangan, peserta nan dinyatakan lulus Bakomsus Polri, lebih dulu menjalani pendidikan selama 5 bulan, mulai dari Januari hingga Juni 2025.
Karena persiapannya cukup menyantap waktu, Kapolri mempercepat eksekusi di lapangan dengan memerintahkan jejeran memaksimalkan peran Polri di daerah, salah satunya mengoptimalkan kegunaan bhayangkara pembina keamanan dan ketertiban masyarakat (bhabinkamtibmas) nan bekerja di tingkat sektor (polsek).
Guna mewujudkan program Ketahanan Pangan Nasional, salah satu tantangan nan dihadapi saat ini dan beberapa tahun ke depan adalah perubahan iklim. Fenomena El Nino pada 2024 memberikan akibat signifikan terhadap penurunan produksi pangan.
Ketersediaan lahan panen nan kian berkurang dari tahun ke tahun, akibat cuaca ekstrem, hingga kekeringan panjang, turut menjadi ancaman serius produksi pangan nasional.
Terlebih lagi, jika realisasi program ini diterapkan di area perkotaan nan identik dengan padat masyarakat dan lahan pertanian nan sangat terbatas.
Kota Mataram nan menjadi ibu kota sekaligus pusat pemerintahan Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) menghadapi masalah tersebut. Dengan luas lahan nan terbilang paling sempit jika dibandingkan dengan kabupaten lain di NTB, ialah 61,30 km persegi alias setara dengan 6.130 hektare dari luas provinsi 20.124,48 km persegi, Kota Mataram hanya mempunyai lahan pertanian seluas 2.629 hektare.
Data tahun 2023 berasas pemutakhiran dari Balai Pusat Statistik (BPS) Kota Mataram periode April 2024 itu, mencatat bahwa areal persawahan nan produktif seluas 1.458,71 hektare.
Hasil pendataan BPS ini turut menjadi perhatian personel Polri nan bekerja di perkotaan, seperti nan ditunjukkan oleh jejeran Polsek Mataram.
Editor: Achmad Zaenal M
Copyright © ANTARA 2024