Fimela.com, Jakarta Perempuan itu duduk bersila di lantai. Di depannya, terdapat tumpukan busana dalam plastik nan tertata rapi. Sementara di belakangnya, barisan busana tampak menggantung penuh warna, meski desainnya tak jauh berbeda dengan lengan panjang nan anggun dan potongan menjuntai hingga lutut. Ya, busana ini berjulukan gamis, nan biasa dikenakan oleh para wanita muslimah.
Berkacamata dan berkerudung hitam, wanita itu berjulukan Syafria Ningsih. Umurnya sudah 47 tahun. Di kalangan kawan dekat, wanita asal Medan, Sumatera Utara biasa disapa Tante Keke. Dia bukan sedang bersantai. Masih di ruang nan sama, Syafria duduk menghadap layar komputer. Tak jauh dari situ tersimpan sebuah perangkat komputer individual (PC) dan printer di sisi sebelah kanannya.
Hari itu Syafria kehadiran tamu. Beberapa wartawan sengaja datang menyambangi rumahnya. Tempat tinggal Tante Keke itu bukti hasil perjuangan tanpa menyerah. Dari upaya nan nyaris bangkrut, Syafria menjadi penjual online sukses sebuah platform e-Commerce Unicorn nasional.
Kesuksesan itu bukan hasil instan. Siapa sangka Syafria nan berdagang online awalnya wanita Gagap Teknologi alias Gaptek. Jangankan membuka toko online, dia kesusahan membaca chat apalagi berselancar internet.
“Bagaimana mau jualan online, terima chat alias akses internet saja saya enggak ngerti. Akan tetapi, saya kudu berubah agar upaya saya bisa terus jalan," ujar wanita nan berakhir sebagai pembimbing matematika sebuah SMA lantaran mau merawat anak-anaknya.
Menjadi ibu rumah tangga, Syafria tidak mau hanya berpangku tangan. Di tahun 2006, dia merintis upaya busana muslim. Sistem jaringan untuk memasarkan produknya digunakan pada 2007. Dua tahun sejak dirintis, Syafria memutuskan membuka toko baju. Aktif pula membangun jaringan reseller di beragam kota.
Datangnya bumi digital sebagai langkah baru berdagang tak bisa dihindari Syafria. Meski menjadi wanita gaptek, Dia tak menyerah dengan keadaan. Dibantu membikin akun sebagai seller, Syafria akhirnya terjun sebagai seller sebuah e-commerce pada akhir tahun 2016.
“Menurut saya, se-mapan apapun upaya kita, kudu mulai ke online lantaran memang sudah zamannya," saran Tante Keke.
Langkah itu menuai sukses bagi upaya busana muslim Syafria. Tak lagi sendiri, wanita berjilbab ini sudah jadi juragan. Dia punya dua pegawai ketika ditemui di tahun 2018. Keduanya ditugasi masing-masing mengelola upaya secara offline dan online.
Digitalisasi telah mengubah banyak kehidupan. Mulai dari urusan belanja, periksa kesehatan, transfer uang, sampai memantau lahan pertanian menjadi lebih mudah. Hanya dengan menggulir layar handphone alias bekerja di depan komputer, segala urusan selesai.
Di tangan berinsting bisnis, digitalisasi telah mengubah langkah meraup cuan. Tanpa kudu punya toko fisik, semua bisa jadi penjual online. Asal punya gawai, ada akses internet, dan bubble wrap untuk pembungkus, transaksi jual beli peralatan alias jasa bisa berjalan. Uang masuk ke dalam kantong hanya dari sentuhan tangan.
Ekonomi digital inilah nan dilirik pemerintah. Sejak 10 tahun lalu, transformasi digital digaungkan. Potensinya luar biasa untuk membangun Nusantara. Menjadi motor baru penggerak ekonomi nasional, berandil besar pada pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB).
Bagi para pebisnis kelas UMKM, digitalisasi membawa upaya konvensionalnya naik level. Bersaing dengan pebisnis dari wilayah apalagi negara lain untuk berebut pasar nan lebih luas, dunia. Di bumi pertanian, digitalisasi bukan lagi peralatan baru. Para petani menyebutnya smart farming. Bantuan teknologi digital telah membantu meningkatkan produktivitas produk pertanian. Hasil akhirnya adalah penghasilan para petani nan bertambah.
Dunia pemerintahan, pendidikan, kesehatan, juga ikut kecipratan hasil digitalisasi. Proses lebih mudah, cepat, dan efisien hanya sedikit dari faedah nan sudah dirasakan.