Liputan6.com, Seoul - Korea Selatan memanggil duta besar Rusia, meminta "penarikan segera" pasukan Korea Utara nan katanya sedang dilatih untuk bertempur di Ukraina.
Menurut badan mata-mata Korea Selatan, sekitar 1.500 tentara Korea Utara, termasuk dari pasukan khusus, telah tiba di Rusia.
Dalam pertemuan dengan Duta Besar Georgiy Zinoviev, Wakil Menteri Luar Negeri Korea Selatan Kim Hong-kyun mengecam tindakan tersebut dan memperingatkan bahwa Seoul bakal "menanggapi dengan semua tindakan nan tersedia".
Adapun Zinoviev mengatakan dia bakal menyampaikan kekhawatiran tersebut, namun dia menekankan bahwa kerja sama antara Rusia dan Korea Utara berada "dalam kerangka norma internasional".
Tidak jelas kerja sama apa nan dia maksud. Zinoviev tidak mengonfirmasi tuduhan bahwa Korea Utara telah mengirim pasukan untuk bertempur dengan militer Rusia.
Korea Utara juga belum mengomentari tuduhan tersebut.
Korea Selatan telah lama menuduh Korea Utara memasok senjata ke Rusia untuk digunakan dalam perang melawan Ukraina, namun mengatakan bahwa situasi saat ini telah melampaui transfer material militer.
Beberapa laporan media Korea Selatan menyebut sebanyak 12.000 tentara Korea Utara diperkirakan bakal dikerahkan.
"(Ini) tidak hanya menakut-nakuti Korea Selatan, tapi juga masyarakat internasional," ungkap Kim Hong-kyun pada hari Senin, seperti dilansir BBC, Selasa (22/10).
Eskalasi Signifikan?
Rusia dan Korea Utara telah meningkatkan kerja sama setelah pemimpin mereka Vladimir Putin dan Kim Jong Un menandatangani pakta keamanan pada bulan Juni, nan berjanji bahwa negara mereka bakal saling membantu jika terjadi "agresi" terhadap salah satu negara.
Minggu lalu, Putin mengusulkan RUU untuk meratifikasi pakta tersebut.
"Pengerahan pasukan Korea Utara untuk bertempur dengan Rusia bakal menandai eskalasi nan signifikan dalam bentrok tersebut," kata Sekretaris Jenderal NATO Mark Rutte pada hari Senin.
Dalam panggilan telepon dengan Rutte pada hari Senin, Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol mendesak aliansi tersebut mengeksplorasi "tindakan pencegahan nan konkret", seraya menambahkan bahwa dia bakal mengambil langkah-langkah untuk memperkuat kerja sama keamanan antara Korea Selatan, Ukraina, dan NATO.
Menteri Luar Negeri Inggris David Lammy, nan sedang mengunjungi Seoul, menyebut tindakan Rusia "ceroboh dan ilegal", seraya menambahkan bahwa pihaknya bakal bekerja sama dengan Korea Selatan untuk menanggapinya. Demikian menurut instansi perdana Menteri Korea Selatan.
Amerika Serikat (AS) dan Jepang juga mengecam hubungan militer nan semakin erat antara Korea Utara dan Rusia.
Sementara itu, dalam menanggapi pertanyaan BBC tentang dugaan kerja sama Korea Utara-Rusia, ahli bicara Kementerian Luar Negeri China Lin Jian mengatakan pihaknya berambisi semua pihak bakal bekerja untuk meredakan situasi dan mengupayakan solusi politik atas krisis Ukraina.
Beberapa master pertahanan mengatakan kepada BBC Korea bahwa keterlibatan Korea Utara dapat mempersulit perang.
"Keterlibatan Korea Utara dapat membuka pintu bagi partisipasi internasional nan lebih besar dalam bentrok tersebut, nan berpotensi menarik lebih banyak negara," tutur Moon Seong-mok dari Institut Strategi Nasional Korea.
"Masyarakat internasional kemungkinan bakal meningkatkan hukuman dan tekanan terhadap Rusia dan Korea Utara, namun tetap kudu dilihat apakah keterlibatan Korea Utara bakal betul-betul menguntungkan kedua negara."
Namun, nan lain percaya bahwa unit militer Rusia bakal mengalami kesulitan untuk melibatkan pasukan Korea Utara di garis depan mereka. Selain hambatan bahasa, pemicu lainnya adalah tentara Korea Utara tidak mempunyai pengalaman tempur terkini.
Menurut penyunting publikasi Ukraina Defence Express Valeriy Ryabykh, tentara Korea Utara dapat diminta untuk menjaga beberapa bagian perbatasan Rusia-Ukraina, nan bakal membebaskan unit Rusia untuk bertempur di tempat lain.
"Saya mengesampingkan kemungkinan bahwa unit-unit ini bakal segera muncul di garis depan," ujarnya.