Liputan6.com, Jakarta - Kelambanan dalam mengatasi krisis air dapat membahayakan lebih dari separuh produksi pangan bumi pada tahun 2050, demikian peringatan para mahir dalam laporan utama nan diterbitkan pada hari Kamis (17/10/2024).
"Hampir 3 miliar orang dan lebih dari separuh produksi pangan bumi sekarang berada di wilayah-wilayah nan diperkirakan mengalami penurunan total penyimpanan air," kata laporan Komisi Global tentang Ekonomi Air (GCEW).
Laporan tersebut juga memperingatkan bahwa krisis air dapat menyebabkan penurunan PDB rata-rata delapan persen untuk negara-negara berpendapatan tinggi pada tahun 2050 dan sebanyak 15 persen untuk negara-negara berpendapatan rendah.
Gangguan siklus air mempunyai akibat ekonomi dunia nan besar, kata laporan tersebut, dikutip dari Japan Today, Jumat (18/10).
Penurunan ekonomi bakal menjadi akibat dari "dampak campuran dari perubahan pola curah hujan dan peningkatan suhu akibat perubahan iklim, berbareng dengan penurunan total penyimpanan air dan kurangnya akses terhadap air bersih dan sanitasi".
Menghadapi krisis ini, laporan tersebut menyerukan agar siklus air dipandang sebagai perihal umum dan untuk transformasi tata kelola air di semua tingkatan.
"Biaya nan dikeluarkan untuk tindakan ini sangat mini jika dibandingkan dengan kerugian nan bakal ditimbulkan oleh ketidakpedulian nan terus-menerus terhadap ekonomi dan kemanusiaan," katanya.
Meskipun air sering dianggap sebagai hidayah alam nan melimpah, laporan tersebut menekankan bahwa air itu langka dan mahal untuk diangkut.
Tidak masalah keramas setiap hari, Hati-hati, penggunaan suhu air nan tidak pas saat keramas bisa membikin kulit kepala lebih beminyak.