Kendari PinangRaya - Sulawesi Tenggara merupakan salah satu provinsi di Indonesia nan mempunyai ratusan pulau, tepatnya terdapat 590 pulau. Dari 15 kabupaten dan dua kota di Sultra, sembilan di berada di pulau dan delapan di daratan.
Oleh lantaran itu, identitas masyarakat Sultra pun condong dibentuk dari karakter kewilayahan: daratan dan kepulauan. Identitas daratan-kepulauan pun menjadi konsep krusial dalam dinamika politik dan sosial di provinsi ini.
Bahkan dalam praktik perpolitikan, identitas tersebut dijadikan "modal" oleh pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur Sultra untuk membawa kepentingan mereka demi mendapat support serta bunyi berasas kesamaan identitas tersebut.
Memasangkan duet calon gubernur dan wakil gubernur dari wilayah daratan dan kepulauan memang sudah menjadi tradisi politik di provinsi tersebut.
Dalam Pilkada 2024, misalnya, ada empat pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur Sultra: Ruksamin-Sjafei Kahar; Andi Sumangerukka-Hugua; Lukman Abunawas-La Ode Ida; dan Tina Nur Alam-Ihsan Taufik Ridwan.
Keempat pasangan ini semuanya mengusung identitas daratan-kepulauan, mulai dari pasangan Ruksamin nan merupakan sosok nan mewakili daratan berasal dari Konawe Utara dan pasangannya Sjafei Kahar nan berasal dari Buton dan mewakili kepulauan.
Andi Sumangerukka mewakili daratan lantaran berasal dari Suku Bugis, dan pasangannya Hugua berasal dari Wakatobi dan mewakili kepulauan.
Selanjutnya Lukman Abunawas mewakili daratan lantaran berasal dari Suku Tolaki dan pasangannya La Ode Ida berasal dari Muna nan mewakili kepulauan.
Terakhir pasangan Tina Nur Alam-Ihsan Taufik Ridwan, Tina nan berasal Suku Tolaki mewakili daratan dan Ihsan berasal dari Muna nan mewakili kepulauan.
Paket pasangan berasas identitas daratan-kepulauan ini juga terlihat pada Pilkada 2018, ialah pasangan calon Ali Mazi-Lukman Abunawas (kepulauan-daratan), pasangan calon Asrun-Hugua (daratan-kepulauan), pasangan calon Rusda-Syafei Kahar (daratan-kepulauan).
Karena praktik perpolitikan dengan resep "mengawinkan" tokoh daratan dengan kepulauan tersebut telah dilakukan secara turun-temurun, kebiasaan ini akhirnya menjadi landasan bagi para elite politik ketika bakal mengusung calonnya untuk berkompetisi di pilkada.
Praktik politik identitas daratan-kepulauan selama ini tetap diterima oleh masyarakat dan tidak dilihat sebagai ancaman konflik, apalagi dijadikan syarat absolut jika mau berkompetisi di Pilkada Sultra lantaran dibungkus dengan niat untuk pemerataan program dan pembangunan.
Memadukan dua identitas tersebut juga dilakukan untuk memastikan keseimbangan kekuasaan dan mendapatkan support dari kedua wilayah, serta mencegah kekuasaan satu golongan suku atas nan lain.
Berdasarkan info Komisi Pemilihan Umum (KPU) Sultra tercatat 1.876.792 daftar pemilih tetap (DPT) pada pilkada di Bumi Anoa, dengan komposisi DPT di daratan sebanyak 1.170.469 pemilih dan 706.323 pemilih di kepulauan.
Suku original nan ada di Sultra ialah Suku Tolaki, Buton, Muna, Wawonii, dan Moronene.
Sementara suku pendatang, ialah Suku Bugis, Makassar, Toraja, Jawa, Bali, dan Bajau. Adapun nan menjadi kebanyakan adalah Suku Bugis dari Sulawesi Selatan.
Editor: Achmad Zaenal M
Copyright © ANTARA 2024