Jakarta PinangRaya - Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka resmi dilantik menjadi Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia masa hormat 2024 - 2029 usai mengucapkan sumpah kedudukan dalam Sidang Paripurna MPR RI di Gedung Nusantara, Kompleks Parlemen, Jakarta, Minggu.
Pada kesempatan itu, Prabowo menyampaikan pidato perdananya sebagai Presiden RI ke-8.
Prabowo berjanji di hadapan Tuhan nan Maha Esa dan seluruh rakyat Indonesia untuk menjalankan pemerintahan sesuai dengan petunjuk Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 untuk berkhidmat kepada bangsa dan negara.
Berikut pidato komplit Prabowo dalam Sidang Paripurna MPR RI.
“Hari ini kita mendapatkan kehormatan nan sangat besar pada aktivitas pelantikan Presiden dan Wakil Presiden RI. Hari ini kita dihadiri 19 kepala negara dan 19 kepala pemerintah, serta 15 utusan unik negara-negara sahabat lainnya. Tokoh-tokoh dari negara sahabat ini terbang dari tempat nan jauh, di tengah kesibukan, di tengah banyak masalah nan dihadapi. Mereka datang ke sini untuk menghormati bangsa dan rakyat Indonesia.
Karena itu, atas nama seluruh bangsa dan rakyat Indonesia, saya ucapkan terima kasih nan setinggi-tingginya kepada semua kepala pemerintah, kepala negara, dan perwakilan negara sahabat nan datang di sini.
Saudara-saudara, beberapa saat nan lalu, di hadapan majelis nan terhormat ini, di hadapan seluruh rakyat Indonesia, nan terpenting di hadapan Tuhan nan Maha Kuasa Allah SWT, saya Prabowo Subianto dan kerabat Gibran Rakabuming Raka telah mengucapkan sumpah untuk mempertahankan Undang-Undang Dasar (UUD) kita, untuk menjalankan semua undang-undang nan bertindak untuk berkhidmat kepada negara dan bangsa. Sumpah tersebut bakal kami jalankan dengan sebaik-baiknya, dengan penuh rasa tanggung jawab dan semua kekuatan nan ada pada jiwa dan raga kami.
Kami bakal menjalankan kepemimpinan pemerintahan Indonesia, kepemimpinan negara dan bangsa Indonesia, dengan tulus, dengan mengutamakan kepentingan seluruh rakyat Indonesia, termasuk mereka nan tidak memilih kami. Kami bakal mengutamakan kepentingan bangsa dan rakyat Indonesia di atas segala golongan, apalagi kepentingan pribadi kami.
Tantangan, rintangan, hambatan, dan ancaman nan dihadapi bangsa Indonesia di tengah dinamika dan pergulatan bumi tidak ringan. Kita paham, kita mengerti bahwa karunia nan diberikan nan Maha Kuasa kepada kita sungguh sangat besar dan beragam.
Kita mempunyai luas wilayah daratan dan lautan nan sangat besar, kekayaan alam nan sangat besar. Kita mengerti bahwa sumber alam ini terdiri dari sumber-sumber alam nan sangat krusial untuk kehidupan manusia di abad ke-21 dan seterusnya.
Namun, di tengah segala karunia tersebut, di tengah kelebihan nan kita miliki, nan memang membikin kita kudu menghadapi masa depan dengan optimis, tetapi kita pun kudu berani untuk memandang tantangan, rintangan, ancaman, dan kesulitan nan ada di hadapan kita.
Saya selalu membujuk saudara-saudara sebangsa dan setanah air untuk menjadi bangsa nan berani, bangsa nan tidak takut tantangan, bangsa nan tidak takut rintangan, bangsa nan tidak takut ancaman.
Sesungguhnya, sejarah kita adalah sejarah nan penuh kepahlawanan, penuh pengorbanan, penuh keberanian. Tidak hanya pemimpin-pemimpin, tetapi keberanian rakyat kita menghadapi segala tantangan, apalagi invasi-invasi dari bangsa lain.
Kita mengerti dan mengerti bahwa kemerdekaan kita bukan hadiah. Kemerdekaan kita, kita dapat dengan pengorbanan nan sangat besar. Dan kita kudu mengerti dan ingat selalu pengorbanan nan paling besar adalah pengorbanan dari rakyat kita nan paling miskin, wong cilik, nan berjuang memberi makan kepada pejuang-pejuang. Janganlah kita lupa waktu perang kemerdekaan, kita tidak punya anggaran APBN, pasukan kita tidak digaji. Siapa nan memberi makan? nan memberi makan adalah para petani di desa-desa, para nelayan, para pekerja. Terus-menerus mereka nan mendirikan Republik Indonesia.
Sekarang, saya membujuk saudara-saudara, terutama unsur ketua dari semua kalangan, dari kalangan cendekiawan, ulama, pengusaha, pemimpin politik, pemuda dan mahasiswa, mari kita berani menghadapi tantangan-tantangan tersebut.
Tantangan besar nan kita hadapi ada nan berasal dari luar. Tapi, kita kudu berani mengakui banyak tantangan, kesulitan, rintangan nan berasal dari diri kita sendiri. Ada tantangan dan kesulitan nan terjadi lantaran kita kurang waspada, lantaran kadang-kadang kita tidak andal dan piawai dalam mengurus kekayaan kita sendiri.
Marilah kita berani mawas diri, menatap wajah sendiri, dan mari berani memperbaiki diri sendiri, berani mengoreksi diri kita sendiri.
Kita kudu menghadapi realita bahwa tetap terlalu banyak kebocoran penyelewengan korupsi di negara kita. Ini adalah nan membahayakan masa depan kita dan masa depan anak-anak kita, cucu-cucu kita. Kita kudu berani mengakui terlalu banyak kebocoran-kebocoran dari anggaran kita, penyimpangan-penyimpangan, kolusi di antara para pejabat politik, pejabat pemerintah di semua tingkatan, dengan pengusaha-pengusaha nan nakal, pengusaha-pengusaha nan tidak patriotik. Jangan takut memandang realita ini.
Kita tetap memandang sebagian saudara-saudara kita nan belum menikmati hasil kemerdekaan. Terlalu banyak saudara-saudara kita nan berada di bawah garis kemiskinan. Terlalu banyak anak-anak nan berangkat sekolah tidak makan pagi. Terlalu banyak anak-anak kita nan tidak punya busana untuk berangkat sekolah.
Kita sebagai pemimpin politik, jangan kita terlalu senang memandang angka-angka statistik nan membikin kita terlalu sigap gembira, terlalu sigap puas. Padahal kita belum memandang gambaran sepenuhnya. Kita merasa bangga bahwa kita bisa diterima di kalangan G20, kita merasa bangga bahwa kita disebut ekonomi ke-16 terbesar di dunia. Tapi, apakah kita sungguh-sungguh mengerti dan memandang gambaran utuh dari keadaan kita?
Apakah kita sadar bahwa kemiskinan di Indonesia tetap terlalu besar? Apakah kita sadar bahwa rakyat kita dan anak-anak kita banyak nan kurang gizi, banyak rakyat nan tidak dapat pekerjaan nan baik. Banyak sekolah-sekolah kita nan tidak terurus. Saudara-saudara, kita kudu berani memandang ini semua dan kita kudu berani menyelesaikan masalah ini semua.
Saya membujuk kita semua, marilah kita berani memandang kenyataan. Kita boleh bangga dengan prestasi kita, tapi marilah kita jangan tertegun, jangan terlalu sigap puas dan ceria dengan menutup mata dan hati terhadap tantangan-tantangan dan penderitaan saudara-saudara kita.
Kita tidak boleh mempunyai sikap seperti burung unta, jika memandang sesuatu nan tidak lezat memasukkan kepalanya ke dalam tanah. Mari kita menatap ancaman dan ancaman dengan gagah. Marilah kita menghadapi kesulitan dengan berani. Marilah kita berhimpun, berasosiasi untuk mencari solusi-solusi, jalan keluar dari ancaman dan ancaman tersebut.
Saudara-saudara, saya telah mencanangkan bahwa Indonesia kudu segera swasembada pangan dalam waktu nan sesingkat-singkatnya. Kita tidak boleh tergantung sumber makanan dari luar. Dalam krisis, dalam keadaan genting, tidak ada nan bakal mengizinkan barang-barang mereka untuk kita beli. Karena itu, tidak ada jalan lain dalam waktu nan sesingkat-singkatnya kita kudu mencapai ketahanan pangan.
Kita kudu bisa memproduksi dan memenuhi kebutuhan pangan seluruh rakyat Indonesia. Saya sudah mempelajari berbareng pakar-pakar nan membantu saya. Saya yakin, paling lambat 4-5 tahun kita bakal swasembada pangan. Bahkan kita siap menjadi lumbung pangan dunia.
Kita juga kudu swasembada energi. Dalam keadaan ketegangan, dalam keadaan kemungkinan terjadi perang di mana-mana, kita kudu siap dengan kemungkinan nan paling jelek. Negara-negara lain kudu memikirkan kepentingan mereka sendiri, jika terjadi perihal nan tidak diinginkan susah kita mendapat sumber daya dari negara lain. Oleh lantaran itu, kita kudu swasembada daya dan kita bisa untuk swasembada energi.
Kita diberi karunia oleh Tuhan. Tanaman-tanaman nan membikin kita bisa tidak tergantung dengan bangsa lain. Tanaman-tanaman seperti kelapa sawit bisa menghasilkan solar dan bensin. Kita juga punya singkong, tebu, sagu, jagung, dan lain-lain.
Kita juga punya daya bawah tanah, geothermal nan cukup. Kita punya batu bara nan sangat banyak. Kita punya daya dari air nan sangat besar. Pemerintah nan saya pimpin kelak bakal konsentrasi untuk mencapai swasembada energi.
Kita juga kudu mengelola air dengan baik. Alhamdulillah kita punya sumber air nan cukup dan kita sudah punya teknologi menghasilkan air nan murah dan nan bisa memenuhi kebutuhan kita.
Juga, semua subsidi support kepada rakyat kita nan tetap dalam keadaan susah kudu kita percaya subsidi-subsidi itu sampai kepada mereka nan membutuhkan. Kita kudu berani meneliti dan jika perlu kita ubah subsidi itu kudu kepada langsung keluarga-keluarga nan membutuhkan. Dengan teknologi digital kita bakal bisa sampai subsidi itu sampai ke setiap family nan membutuhkan. Tidak boleh aliran-aliran support itu tidak sampai ke mereka nan butuh itu.
Anak-anak kita semua kudu bisa makan bergizi minimal 1 kali sehari. Dan itu bakal kita lakukan, dan itu bisa kita lakukan.
Selain itu, menjamin melindungi mereka nan paling lemah untuk mencapai kesejahteraan sejati, kemakmuran nan sebenarnya. Kita kudu melakukan hilirisasi kepada semua komoditas nan kita miliki. Nilai tambah dari semua komoditas itu kudu menambah kekuatan ekonomi kita sehingga rakyat kita bisa mencapai tingkat hidup nan sejahtera. Seluruh komoditas kita kudu bisa dinikmati oleh seluruh rakyat Indonesia.
Saya sudah katakan, kita kudu berani menghadapi dan memberantas korupsi dengan perbaikan sistem, dengan penegakan norma nan tegas, dengan digitalisasi. Insya Allah kita bakal kurangi korupsi secara signifikan.
Tapi, ini kudu kita lakukan seluruh unsur. Pimpinan kudu memberi contoh, ing ngarso sung tulodo. Ada pepatah nan mengatakan jika ikan menjadi busuk, busuknya mulai dari kepala. Semua pejabat dari semua eselon dari semua tingkatan kudu memberi contoh untuk menjalankan kepemimpinan pemerintahan nan sebersih-bersihnya. Mulai contoh dari atas dan sesudah itu penegakan norma nan tegas dan keras.
Semua kita percaya dan percaya kita punya kekuatan menghilangkan kemiskinan dari bumi Indonesia. Ini sasaran berat, apalagi banyak nan mengatakan ini sesuatu nan tidak mungkin. Pemimpin nan berani dan baik bakal terpanggil untuk menghadapi nan tidak mungkin dan mencari jalan agar nan tidak mungkin kita atasi. Bangsa nan berani adalah bisa membikin nan tidak mungkin menjadi mungkin.
Di tengah cita-cita nan begitu besar dan idam-idamkan, kita perlu suasana kebersamaan, persatuan, kerjasama kerja sama, bukan cekcok nan berkepanjangan. Kita perlu pemimpin-pemimpin nan tidak caci maki, nan arif, bijaksana, mengerti, dan cinta budaya dan sejarah bangsa sendiri nan bangga dengan etika tradisi dan budaya bangsa kita sendiri.
Kita dari sejak dulu memikirkan kehendak dari para pendiri bangsa kita mau menjadi bangsa nan berdemokrasi. Kita menempatkan kedaulatan rakyat setinggi-tingginya. Dalam dasar negara kita Pancasila, kerakyatan merupakan sendi utama dari kelima sila nan kita junjung tinggi. Kerakyatan nan dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan.
Kita menghendaki kehidupan demokrasi. Tapi marilah kita sadar bahwa kerakyatan kita kudu kerakyatan nan unik untuk Indonesia, nan cocok untuk bangsa kita, kerakyatan nan berasal dari sejarah dan budaya kita. Demokrasi kita kudu kerakyatan nan santun, kerakyatan di mana berbeda pendapat kudu tanpa permusuhan. Demokrasi di mana mengoreksi kudu tanpa caci maki, berkompetisi tanpa membenci, bertanding tanpa melakukan curang. Demokrasi kita kudu kerakyatan nan menghindari kekerasan, adu domba, hasut menghasut. Harus nan sejuk, kerakyatan nan damai, kerakyatan nan menghindari kemunafikan.
Hanya dengan persatuan dan kerja sama kita bakal mencapai cita-cita para leluhur bangsa nan gemah ripah loh jinawi toto tentrem kerto raharjo, bangsa nan baldatun toyyibatun warobbun ghofur. Bangsa nan di mana rakyat cukup sandang, pangan, papan. Cita-cita kita adalah memandang wong cilik iso gemuyu, wong cilik bisa senyum, bisa tertawa.
Kita kudu ingat bahwa kekuasaan itu adalah milik rakyat. Kedaulatan itu adalah kedaulatan rakyat. Kita berkuasa seizin rakyat. Kita menjalankan kekuasaan kudu untuk kepentingan rakyat. Kita kudu selalu ingat setiap pemimpin dalam setiap tingkatan kudu selalu ingat, pekerjaan kita kudu untuk rakyat.
Bukan, bukan, bukan kita bekerja untuk diri sendiri. Bukan kita bekerja untuk kerabat kita, bukan kita bekerja untuk pemimpin-pemimpin kita. Pemimpin nan kudu bekerja untuk rakyat.
Kita kudu mengerti selalu sadar selalu bahwa bangsa nan merdeka adalah bangsa di mana rakyatnya merdeka. Rakyat kudu bebas dari ketakutan, bebas dari kemiskinan, bebas dari kelaparan, bebas dari kebodohan, bebas dari penindasan, bebas dari penderitaan.
Saudara-saudara, tetap ada saudara-saudara kita usianya di atas 70 tahun tetap menarik becak. Ini bukan ciri-ciri bangsa nan merdeka. Hanya jika kita bisa wujudkan keadaan di mana rakyat sungguh merasa dan menikmati kemerdekaan, baru kita boleh sungguh-sungguh puas dan bangga dengan prestasi Indonesia merdeka.
Marilah kita kerja keras dan berjuang tanpa menyerah. Mari kita menghimpun dan menjaga semua kekayaan kita. Jangan mau kekayaan kita diambil murah oleh pihak-pihak lain.
Semua kekayaan kita kudu sebesar-besarnya untuk kepentingan dan kemakmuran rakyat kita. Dalam sejarah politik, perihal ini mudah untuk kita ucapkan, tidak mudah untuk kita capai. Tapi kita bisa capai jika kita berasosiasi dan bekerja sama. Marilah kita bangun masa depan bersama. Marilah menganggap rekan-rekan kita walaupun berbeda suku, partai, agama, golongan, kita adalah sama-sama anak Indonesia. Bertanding semangat. Sesudah bertanding, mari kita berpadu kembali.
Presiden Joko Widodo mengalahkan saya, berapa kali ya saya lupa, tapi begitu beliau menang, beliau membujuk saya bersatu, dan saya menerima rayuan itu. Sekarang saya nan menang, dan saya membujuk semua pihak mari bersatu.
Dalam menghadapi bumi internasional, Indonesia memilih jalan bebas aktif nonblok. Kita tidak mau ikut pakta-pakta militer manapun. Kita memilih jalan berkawan dengan semua negara. Sudah acapkali saya canangkan Indonesia bakal menjalankan politik luar negeri sebagai negara nan mau menjadi tetangga nan baik, we want to be a good neighboor. Kita mau menganut filosofi kuno: seribu kawan terlalu sedikit, satu musuh terlalu banyak.
Dengan demikian, kita mau menjadi sahabat semua negara. Tapi kita punya prinsip, ialah anti penjajahan. Karena kita pernah mengalami penjajahan. Kita anti penindasan, lantaran kita pernah ditindas. Kita antirasialisme, anti aperteid, lantaran kita pernah mengalami waktu kita dijajah. Kita apalagi digolongkan lebih rendah dari anjing, banyak prasasti dan marmer papan-papan di mana disebut hhonden en inlander verboden. Saya tetap liat prasasti di kolam renang Manggarai tahun 78. Karena itu kita punya prinsip kita kudu solider memihak rakyat nan tertindas di bumi ini.
Karena itu kita mendukung kemerdekaan rakyat Palestina.
Pemerintah Presiden Joko Widodo sudah mengirimkan banyak bantuan. Hari ini kita punya tim medis nan bekerja di Gaza, Raffah, dengan akibat sangat tinggi. Dokter-dokter kita, perawat-perawat kita, sudah bekerja sama dengan kerabat dari Uni Emirat Arab (UEA). Dan kita pun siap untuk mengirim support nan lebih banyak, dan siap pemindahan mereka nan luka dan anak-anak nan trauma. Dan korban kita siapkan semua rumah sakit, dan tentara, dan kelak rumah sakit-rumah sakit lain untuk membantu saudara-saudara kita nan menjadi korban perang nan tidak adil.
Kita menjadi bangsa kudu berterima kasih kepada generasi pembebas. Bung Karno, Bung Hatta, pahlawan-pahlawan lain, I Gusti Ngurah Rai, Kapitan Pattimura, Sultan Hasanuddin, Teuku Umar, Cut Nyak Dien, dan lain-lain. Mereka bayar saham kemerdekaan dengan darah dan air mata mereka.
Kita berterima kasih pada Presiden pertama Bung Karno telah memberi kita ideologi negara, Pancasila. nan keluar masuk penjara, dibuang di mana-mana dari sejak muda lantaran memperjuangkan Indonesia merdeka. Indonesia tidak mau menjadi darah bagi bangsa-bangsa lain. Soekarno-Hatta, Syahrir, semua pendiri bangsa berkorban dan memimpin dengan baik.
Kita juga berterima kasih kepada Presiden Soeharto nan banyak jasanya dalam menyelamatkan dan mengamankan ideologi Pancasila itu sendiri. nan telah meletakkan dasar bagi Indonesia nan modern.
Kita berterima kasih kepada Presiden B.J. Habibie nan telah membikin dasar untuk kita meraih dan menguasai pengetahuan pengetahuan dan teknologi.
Kita berterima kasih kepada Presiden Abdurrahman Wahid nan telah memberi contoh toleransi antaragama, antarsuku, nan menjunjung tinggi Indonesia nan inklusif dan toleran.
Kita berterima kasih kepada Presiden Megawati nan menyelesaikan masalah-masalah ekonomi akibat crash tahun 98. Harus diakui di bawah pemerintahan Megawati, masalah perusahaan-perusahaan nan hancur dapat diperbaiki dan diselamatkan.
Kita kudu berterima kasih kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, nan memimpin Indonesia di saat krisis nan sangat berat, menghadapi tsunami, menyelesaikan berbareng Wakil Presiden Jusuf Kalla, menyelesaikan pertikaian di Aceh nan sudah melangkah begitu lama. Ini prestasi nan kudu diakui.
Mereka semua dengan langkah masing-masing mempunyai sumbangsih terhadap apa nan kita nikmati, utuh, berdaulat, dan merdeka nan terus menjaga dan berjuang untuk kemerdekaan dan keadilan.
Sekarang, kita ucapkan terima kasih juga kepada Presiden RI ke-7. Presiden Joko Widodo dengan Wakil Presiden Ma’ruf Amin. Terima kasih atas kepemimpinan Bapak, terima kasih atas kenegarawanan Bapak. Bapak telah menakhodai bangsa ini melalui krisis-krisis nan sungguh sangat berat. Ingat COVID-19 kita apalagi keluar rumah takut. Saya saksi, saya menteri beliau. Semua pihak dalam dan luar negeri telepon, terus menekan beliau, terus minta lockdown. Beliau menolak. Beliau berpikir jika kita lockdown, gimana (nasib) wong cilik, warteg, ojol, rakyat nan makannya dari bayaran harian.
Jangan kita lupa prestasi pemimpin-pemimpin kita. Terima kasih, Anda berjasa dan bakal dikenang sebagai putra Indonesia nan termasuk terbaik.
Akhir kata, saya minta angan restu saudara-saudara. Mari kita bangun Indonesia di atas landasan nan sudah dirintis oleh pendahulu-pendahulu kita. Mari kita belajar semua kekurangan. Kita akui dan kita perbaiki. Hentikan dendam, hilangkan kebencian, bangun kerukunan, bangun gotong royong. Itu kepribadian bangsa Indonesia, itu aliran Bung Karno.
Kami siap melanjutkan estafet kepemimpinan. Kita siap bekerja keras menuju Indonesia Emas, menjadi bangsa nan kuat, merdeka, berdaulat, adil, dan makmur. Kita tidak mau mengganggu siapapun. Kita tidak mau mengganggu bangsa lain, tapi kita juga tidak mengizinkan bangsa manapun mengganggu kita.
Semoga Tuhan nan Maha Esa Allah swt. melindungi kita semua, menyertai kita semua dalam perjalanan. Kita juga bermohon kepada nan Maha Esa agar tamu-tamu agung kita bakal kembali ke rumah masing-masing dalam keadaan kondusif dan berkawan dengan kita.
Wassalamu’alaikum wr. wb.
Merdeka!”
Pewarta: Imamatul Silfia
Editor: Agus Setiawan
Copyright © ANTARA 2024