Liputan6.com, Moskow - Tahun ini, Presiden Vladimir Putin berulang kali mengacungkan pedang nuklir, mengingatkan semua orang bahwa Rusia mempunyai persenjataan atom terbesar di dunia.
Dia memerintahkan militernya untuk mengadakan latihan nan melibatkan senjata nuklir di medan perang dengan sekutu Belarus. Dia mengumumkan Rusia bakal mulai memproduksi rudal jarak menengah berbasis darat nan dilarang oleh perjanjian Amerika Serikat (AS)- Uni Soviet tahun 1987, namun sekarang sudah tidak bertindak lagi.
Dan bulan lalu, dia menurunkan periode pemisah untuk melepaskan persenjataannya dengan merevisi doktrin nuklir Rusia.
Putin mengandalkan ribuan hulu ledak dan ratusan rudal tersebut sebagai mesin hariakhir nan sangat besar untuk mengimbangi kelebihan besar NATO dalam senjata konvensional guna mencegah apa nan dia lihat sebagai ancaman terhadap kedaulatan dan integritas teritorial Rusia.
Berikut sekilas tentang persenjataan nuklir Rusia dan beragam rumor nan menyertainya seperti dilansir AP, Minggu (20/10/2024):
Senjata strategis Rusia
Federasi Ilmuwan Amerika memperkirakan tahun ini bahwa Rusia mempunyai inventaris sebanyak 5.580 hulu ledak nuklir nan dikerahkan dan nan belum dikerahkan, sementara AS mempunyai 5.044. Secara keseluruhan, jumlah tersebut sekitar 88 persen dari senjata nuklir dunia.
Sebagian besar adalah senjata strategis alias senjata jarak antarbenua. Seperti AS, Rusia mempunyai tiga serangkai nuklir nan terdiri dari rudal balistik antarbenua (ICBM) berbasis darat, pesawat pengebom jarak jauh, dan kapal selam bersenjata ICBM.
Sejak Putin berkuasa pada tahun 2000, Kremlin telah berupaya meningkatkan komponen tiga serangkai buatan Soviet tersebut, dengan mengerahkan ratusan rudal berbasis darat baru, menugaskan kapal selam nuklir baru, dan memodernisasi pesawat pengebom berkekuatan nuklir. Upaya Rusia untuk merombak kekuatan nuklirnya telah mendorong AS meluncurkan modernisasi persenjataannya nan mahal.
Rusia telah melengkapi kembali pasukan rudal strategis berbasis daratnya dengan ICBM Yars nan dapat dipindahkan dan baru-baru ini mulai mengerahkan ICBM Sarmat nan berat dan berbasis silo — nan disebut rudal "Satan II" di Barat — untuk secara berjenjang menggantikan sekitar 40 rudal R-36M buatan Soviet. Sarmat hanya melakukan satu kali uji coba nan sukses dan dilaporkan mengalami ledakan besar selama uji coba nan kandas bulan lalu.
Angkatan Laut Rusia menugaskan tujuh kapal selam berkekuatan atom kelas Borei baru, masing-masing dengan 16 rudal berhulu ledak nuklir Bulava, dan berencana untuk membangun lima lagi. Kapal selam tersebut dimaksudkan untuk membentuk inti dari komponen triad angkatan laut berbareng dengan beberapa kapal selam nuklir era Soviet nan tetap beroperasi.
Sementara itu, Rusia tetap berjuntai pada pengebom strategis Tu-95 dan Tu-160 buatan Soviet nan membawa rudal jelajah berhulu ledak nuklir. Rusia telah memulai kembali produksi Tu-160 supersonik nan dihentikan setelah runtuhnya Soviet tahun 1991, nan bermaksud membangun beberapa lusin pesawat modern dengan mesin dan avionik baru.
Senjata Nuklir Non-Strategis Rusia
AS memperkirakan bahwa Rusia mempunyai antara 1.000 dan 2.000 senjata nuklir non-strategis alias taktis, nan ditujukan untuk digunakan di medan perang nan biasanya jauh lebih lemah daripada hulu ledak strategis nan bisa menghancurkan seluruh kota.
Rusia mempunyai Rudal Iskander nan diluncurkan dari darat dengan presisi tinggi dengan jangkauan hingga 500 kilometer, nan dapat dilengkapi dengan hulu ledak konvensional alias nuklir.
Angkatan Udara Rusia mempunyai armada jet tempur MiG-31 nan membawa rudal hipersonik Kinzhal, nan dapat dilengkapi dengan hulu ledak nuklir alias konvensional. Rusia telah banyak menggunakan jenis konvensional Iskander dan Kinzhal terhadap Ukraina.
Sebagai bagian dari pesan nuklir Kremlin, Rusia dan sekutunya Belarus mengadakan latihan untuk melatih pasukan mereka dengan senjata nuklir di medan perang pada bulan Mei, tidak lama setelah Putin memulai masa kedudukan kelimanya.
MAD dan Doktrin Nuklir Rusia
Rusia dan AS telah mengandalkan pencegahan nuklir selama beberapa dasawarsa berasas konsep saling menghancurkan — MAD singkatnya — berasas dugaan bahwa pembalasan nan sangat besar bakal membikin kedua belah pihak enggan melancarkan serangan.
Doktrin nuklir Rusia nan diadopsi pada tahun 2020 membayangkan penggunaan senjata pamungkas tersebut sebagai respons terhadap serangan nuklir alias serangan dengan senjata konvensional nan menakut-nakuti "keberadaan negara Rusia". Para petinggi Rusia mengkritik arsip tersebut lantaran terlalu samar, mendesak Putin memperketatnya.
Bulan lalu, Putin memperingatkan AS dan sekutu NATO bahwa membiarkan Ukraina menggunakan senjata jarak jauh nan dipasok Barat untuk melakukan serangan jauh di dalam Rusia bakal membikin NATO bertempur dengan negaranya.
Putin memperkuat pesan tersebut dengan mengumumkan jenis baru doktrin nuklir nan menganggap serangan konvensional terhadap Rusia oleh negara non-nuklir nan didukung oleh kekuatan nuklir sebagai serangan berbareng terhadap negaranya — sebuah peringatan nan jelas bagi AS dan sekutu Ukraina lainnya.
Sang presiden menyatakan pula bahwa arsip nan direvisi itu memperkirakan kemungkinan penggunaan senjata nuklir jika terjadi serangan udara besar-besaran, sehingga membuka kemungkinan adanya respons nuklir terhadap serangan udara apa pun — ambiguitas nan dimaksudkan untuk menghalangi Barat.
"Perubahan dalam doktrin menunjukkan bahwa Rusia menggandakan strateginya mengandalkan senjata nuklir untuk tujuan pemaksaan dalam perang di Ukraina," kata Direktur Project on Nuclear Issues CSIS Heather Williams.
Masa Depan Pengendalian Senjata
Perjanjian pengurangan senjata AS-Rusia New START 2010, pakta pengendalian senjata terakhir nan tersisa antara Rusia dan AS nan berhujung pada tahun 2026, membatasi setiap negara untuk tidak lebih dari 1.550 hulu ledak nuklir nan dikerahkan dan 700 rudal dan pengebom nan dikerahkan.
Pada bulan Februari 2023, Putin menangguhkan partisipasi Rusia dalam New START, namun berjanji bahwa Rusia bakal mematuhi batasannya.
Bulan Juli, Putin menyatakan Rusia bakal meluncurkan produksi rudal jarak menengah berbasis darat nan dilarang berasas Perjanjian INF Soviet AS nan sekarang sudah tidak bertindak lagi. Pakta tahun 1987 tersebut melarang rudal dengan jangkauan 500 hingga 5.500 kilometer. Dia menekankan Rusia bakal menanggapi dengan langkah nan sama terhadap rencana penempatan rudal jarak menengah AS ke Jerman, dengan mengambil langkah-langkah untuk "meniru" AS.
Bahkan, ketika ketegangan AS-Rusia melonjak ke titik tertinggi sejak Perang Dingin di tengah pertempuran di Ukraina, AS mendesak Rusia untuk melanjutkan perbincangan tentang pengendalian senjata nuklir. Putin menolak tawaran tersebut, dengan mengatakan negosiasi semacam itu tidak ada artinya sementara AS secara terbuka berupaya menimbulkan kekalahan strategis bagi Rusia di Ukraina.
Melanjutkan Uji Coba Nuklir
Para petinggi Rusia menyerukan dimulainya kembali uji coba nuklir untuk menunjukkan kesiapan Rusia menggunakan persenjataan atomnya dan memaksa Barat membatasi support bagi Ukraina.
Putin menuturkan Rusia dapat melanjutkan pengetesan jika AS melakukannya terlebih dahulu, sebuah langkah nan bakal mengakhiri larangan dunia nan bertindak setelah runtuhnya Soviet.
Bulan lalu, Wakil Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Ryabkov mengungkapkan tempat uji coba nuklir di Novaya Zemlya, Kepulauan Arktik, siap melanjutkan pengetesan jika AS melakukannya.
Senjata baru nan prospektif
Pada tahun 2018, Putin mengungkapkan serangkaian senjata baru, nan menyatakan bahwa senjata-senjata itu bakal membikin sistem pertahanan rudal AS nan prospektif tidak berguna.
Senjata-senjata itu termasuk kendaraan luncur hipersonik Avangard, nan bisa terbang 27 kali lebih sigap dari kecepatan bunyi dan melakukan manuver tajam untuk menghindari perisai rudal musuh. Unit-unit pertama semacam itu telah mulai beroperasi.
Putin juga menyinggung soal drone bawah air Poseidon nan bersenjata nuklir dan berkekuatan atom, nan dirancang untuk meledak di dekat garis pantai dan menyebabkan tsunami radioaktif. Awal tahun ini, dia mengatakan bahwa pengetesan Poseidon nyaris selesai, tanpa memberikan rincian.
Pada saat bersamaan, rudal jelajah berkekuatan atom juga sedang dikembangkan, sebuah konsep nan berasal dari Perang Dingin. Namun, rudal nan disebut Burevestnik alias Petrel itu telah menimbulkan skeptisisme di kalangan para ahli, nan menyebut hambatan teknologi dan masalah keselamatan radiasi. Selama pengetesan pada tahun 2019, sebuah ledakan di pangkalan angkatan laut di Laut Putih dilaporkan melibatkan Burevestnik nan menewaskan lima teknisi dan dua prajurit, serta menyebabkan lonjakan radiasi singkat.
Putin mengaku tahun ini pengembangannya berada pada tahap akhir dan militer dilaporkan telah membangun pangkalan untuk rudal tersebut di wilayah Vologda.