Liputan6.com, Jakarta Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan empat orang tersangka mengenai kasus dugaan suap dan gratifikasi mengenai putusan bebas Gregorius Ronald Tannur yang terlibat kasus pembunuhan dan penganiayaan.
Penetapan tersangka dilakukan usai interogator Jampidsus menemukan perangkat bukti nan cukup melalui penggeledahan dan pemeriksaan terhadap para pihak antara lain pengadil inisial ED, M dan HH serta pengacara inisial LR.
Wakil Ketua Komisi III DPR RI Ahmad Sahroni berharap, Kejagung bakal berani mengungkap siapa dalang di kembali penyuapan pengadil tersebut.
"Saya percaya Kejagung berani dan bisa mengungkap dalang di kembali kasus penyuapan pengadil tersebut. Dan kelak motif dari si pelaku juga kudu diungkap ke publik. Apa tujuan dan kepentingan dia menyuap pengadil hingga miliaran rupiah? Apakah untuk meloloskan suatu kasus? Karena seperti nan kita tahu, ketiga pengadil ini kan nan membikin putusan tidak masuk logika di kasus Ronald Tannur. Jadi patut diduga arahnya ke sana," kata dia dalam keterangannya, Kamis (24/10/2024).
Politikus NasDem ini mengungkapkan, dalam kasus ini bisa jadi pelajaran bagi Komisi Yudisial (KY) meningkatkan kinerjanya, terutama dalam aspek pengawasan terhadap hakim.
"Saya juga berambisi KY bisa meningkatkan keahlian dan memperketat pengawasan terhadap para hakim. Karena ini ironi bagi sistem peradilan kita, di dalam Pengadilan Negeri nan sama, ada 3 pengadil nan diduga disuap sekaligus. Masa semudah itu norma dan keadilan kita dibeli? Jadi tolong KY kudu pantau keahlian para pengadil dengan lebih baik lagi," jelas dia.
"Saya sangat cemas ada kasus-kasus lainnya nan seperti ini, namun tidak ter-expose. Kasihan masyarakat nan mengalami," sambungnya.
Sahroni juga memberi peringatan kepada para hakim, untuk selalu menjaga integritas dan hati nurani dalam menjalankan tugasnya.
"Dan untuk para hakim, saya minta tetap jaga integritas, profesionalitas, dan hati nurani. Amanah kedudukan pengadil itu dipertanggungjawabkan bumi akhirat, jangan pernah coba main-main," pungkasnya.
MA Sebut Penangkapan 3 Hakim PN Surabaya Hasil OTT, Tak Perlu Izin Ketua
Mahkamah Agung (MA) menyatakan perlu adanya izin Ketua MA untuk menangkap para pengadil bandel nan terlibat tindak pidana. Namun, menjadi pengecualian andaikan terjaring operasi tangkap tangan (OTT) seperti hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya nan vonis bebas Ronald Tannur.
“Kecuali dalam perihal tertangkap tangan tidak perlu izin. Kecuali ketangkap tangan. Jadi jika ketangkap tangan nggak perlu izin,” tutur tutur Juru Bicara MA Yanto di Gedung MA, Jakarta Pusat, Kamis (24/10/2024).
“Yang memerlukan izin Ketua MA itu jika tidak tertangkap tangan. Seperti itu, jadi tidak perlu izin,” sambungnya.
Yanto menyebut, ketiga pengadil PN Surabaya itu sekarang diberhentikan sementara dari jabatannya. Sejauh ini, MA belum mendapatkan info kalan agenda sidang Majelis Kehormatan Hakim (MKH) untuk para tersangka dugaan suap putusan Ronald Tannur itu.
“Belum ada (informasi). Kalau sudah menyangkut perkara, sudah ditetapkan tersangka, ya ini MKH kode etik ya, jika kasus ini sudah penegakan hukum. Tentu kelak pembuktiannya ya di penegakan hukum. Seperti kasus nan sudah melangkah dulu, kasusnya Pak Drajat dan juga pembuktiannya di penegakan hukum. Begitu berkekuatan norma tetap, nan berkepentingan langsung diusulkan pemberhentian tidak dengan hormat,” ungkapnya.
Kejagung Tetapkan 4 Orang Tersangka
Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan empat orang tersangka mengenai kasus dugaan suap dan gratifikasi mengenai putusan bebas Gregorius Ronald Tannur yang terlibat kasus pembunuhan dan penganiayaan.
Penetapan tersangka dilakukan usai interogator Jampidsus menemukan perangkat bukti nan cukup melalui penggeledahan dan pemeriksaan terhadap para pihak antara lain pengadil inisial ED, M dan HH serta pengacara inisial LR.
"Setelah dilakukan pemeriksaan terhadap 4 orang tersebut maka pada hari ini tanggal 23 Oktober 2024 Jaksa Penyidik pada Jampidsus menetapkan tiga orang tersangka atas nama ED, HH, M dan satu orang pengacara atas nama LR sebagai tersangka lantaran telah ditemukan bukti nan cukup adanya tindak bagian korupsi ialah suap dan alias gratifikasi," kata Direktur Penyidikan (Dirdik) Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Abdul Qohar kepada wartawan, Rabu (23/10/2024).
Qohar mengatakan, tiga pengadil selaku penerima suap disangkakan melanggar Pasal 5 ayat 2 juncto pasal 6 ayat 2 juncto pasal 12 huruf C juncto Pasal 12 B juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang nomor 20/2021 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi Juncto Pasal 55 ayat 1 KUHAP. Mereka sekarang ditahan di Rutan Salemba Cabang Kejagung.
Sedangkan, pengacara inisial LR diduga melanggar Pasal 5 Ayat 1 juncto Pasal 6 ayat 1 huruf A juncto pasal 18 Undang-Undang No 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang nomor 20 Tahun 2021 tentang tindak pidana korupsi juncto pasal 55 ayat 1 KUHAP. Atas perihal ini, LR dijebloskan ke ruang tahanan (Rutan) Kelas 1 Surabaya bagian Kejati Jatim.
"Terhadap keempat tersangka tersebut dilakukan penahanan di rutan selama 20 hari ke depan," ucap dia.