Jakarta PinangRaya - Keragaman budaya Nusantara begitu beragam dan telah ada turun temurun dari era dahulu. Beragam budaya meliputi beragam sektor khususnya kesenian. Dalam perihal ini, salah satu budaya nan paling terkenal adalah wayang kulit.
Wayang kulit menjadi warisan budaya nan diakui UNESCO pada tanggal 7 November 2003 sebagai mahakarya nan tak ternilai dalam seni berkata alias Masterpiece of Oral and Intangible Heritage of Humanity nan berasal dari Indonesia.
Kesenian wayang sendiri di Indonesia disukai dan menyebar ke beragam lapisan masyarakat, apalagi wayang mempunyai museum sendiri nan berada di Kota Tua, Jakarta.
Sejarah wayang kulit
Wayang kulit diperkirakan sudah ada sejak era kerajaan Hindu-Buddha di Jawa. Salah satu catatan tertua tentang wayang ditemukan dalam prasasti nan dibuat oleh Raja Balitung pada abad ke-10 Masehi.
Seiring perkembangan kepercayaan Islam di Nusantara, wayang kulit digunakan oleh para wali, terutama Sunan Kalijaga, sebagai sarana dakwah nan efektif.
Sunan Kalijaga mengubah beberapa karakter dan cerita dalam wayang agar lebih sesuai dengan nilai-nilai Islam tanpa menghilangkan unsur budaya Jawa, sehingga perihal tersebut menjadi alkulturasi budaya nan bersinergi di tanah air.
Di dalam pagelaran wayang, kisah-kisah nan dibawakan sering kali berasal dari dua epos besar India, ialah Mahabharata dan Ramayana. Selain itu, cerita-cerita nan berasal dari sejarah lokal dan kisah-kisah mitologi Nusantara juga sering dipentaskan.
Wayang kulit menjadi media nan tidak hanya menghibur, tetapi juga memberikan pelajaran hidup dan nilai-nilai moral kepada para penikmatnya.
Unsur-unsur dalam pagelaran wayang kulit
Wayang kulit adalah seni pagelaran nan melibatkan beragam unsur, di antaranya:
Dalang
Dalang adalah pemimpin pagelaran wayang kulit nan mengendalikan semua karakter dalam cerita, memainkan bunyi setiap tokoh, serta menyampaikan dialog, lagu, dan pesan cerita.
Selain menguasai teknik memainkan wayang, seorang dalang juga kudu memahami alur cerita, karakter, dan filosofi di kembali setiap tokoh.
Gamelan
Musik gamelan mengiringi pagelaran wayang kulit dan memainkan peran krusial dalam menciptakan suasana. Gamelan Jawa nan terdiri dari instrumen seperti kendang, saron, gong, dan rebab, memberikan pengaruh dramatik dan mendukung emosi cerita.
Musik gamelan diatur sesuai dengan segmen dan perubahan emosi nan terjadi di sepanjang cerita.
Sinden
Sinden alias penyanyi wanita turut mendampingi dalang dengan melantunkan tembang tradisional Jawa. Kehadiran sinden memberikan ragam bunyi dan suasana dalam pagelaran serta menambah keelokan alur cerita.
Wayang kulit
Wayang nan terbuat dari kulit kerbau alias sapi nan telah dikeringkan, dipahat, dan diberi warna ini mempunyai karakter unik tersendiri di Setiap karakternya, seperti wajah, pakaian, dan ukuran.
Contoh karakter krusial dalam wayang kulit adalah Arjuna nan dikenal bijaksana, Gatotkaca nan berani, serta Semar nan kocak dan penuh kebijaksanaan.
Jenis-jenis wayang kulit
Wayang kulit mempunyai beberapa jenis berasas cerita dan wilayah asalnya. Beberapa di antaranya:
Wayang kulit purwa
Jenis wayang nan paling terkenal di Jawa, mengangkat cerita dari Mahabharata dan Ramayana. Wayang kulit purwa merupakan jenis wayang klasik nan banyak digemari masyarakat Jawa.
Wayang kulit gedhog
Wayang ini bercerita tentang Panji, seorang pangeran dari kerajaan Kediri, nan berpetualang untuk menemukan kekasihnya, Dewi Sekartaji. Cerita wayang gedhog berasal dari kisah-kisah kepahlawanan Jawa.
Wayang kulit madya
Wayang ini menyambung cerita Mahabharata dan Ramayana dengan kisah-kisah nan berkembang di tanah Jawa. Biasanya dimainkan setelah wayang purwa, dan sering dianggap sebagai pengembangan dari cerita-cerita klasik.
Nilai budaya dan kegunaan wayang kulit
Wayang kulit mengandung nilai budaya nan kaya dan berfaedah sebagai sarana hiburan, pendidikan, serta ritual spiritual. Di dalam setiap pementasan, wayang kulit selalu menyisipkan ajaran-ajaran tentang kebaikan, keteguhan, keadilan, serta pentingnya kebersamaan. Misalnya, tokoh Semar dalam wayang kulit sering memberikan nasihat bijak nan dapat dijadikan teladan.
Selain itu, wayang kulit juga mempunyai peran krusial dalam upacara budaya dan ritual spiritual di Jawa. Dalam tradisi Jawa, pagelaran wayang sering diadakan untuk tujuan tertentu, seperti ruwatan (upacara untuk menolak bala alias kesialan). Dalam perihal ini, wayang kulit berfaedah sebagai media untuk membersihkan daya negatif dan melindungi masyarakat dari bahaya.
Tantangan dan upaya pelestarian
Di tengah kemajuan teknologi dan arus globalisasi, wayang kulit menghadapi tantangan besar. Minat masyarakat, terutama generasi muda, terhadap seni tradisional ini mulai berkurang, tergantikan oleh intermezo modern nan lebih instan.
Namun, beragam upaya pelestarian terus dilakukan oleh pemerintah dan seniman, seperti mengadakan pagelaran wayang, menyelenggarakan lomba dalang muda, serta memperkenalkan wayang kulit ke sekolah-sekolah.
Pemerintah juga telah memasukkan wayang kulit sebagai warisan budaya nan perlu dilestarikan. Selain itu, beberapa organisasi dan golongan seni di beragam wilayah terus mengadakan pagelaran wayang secara langsung maupun daring, sehingga wayang kulit bisa tetap dikenal oleh masyarakat luas.
Wayang kulit adalah salah satu corak kesenian nan menjadi identitas budaya Indonesia, khususnya Jawa. Melalui kisah-kisah nan sarat bakal nilai filosofis, moral, dan spiritual, wayang kulit tidak hanya berkedudukan sebagai hiburan, tetapi juga sebagai media pendidikan nan mengajarkan beragam nilai kehidupan. Meski menghadapi tantangan di era modern, upaya pelestarian wayang kulit terus dilakukan agar seni tradisional ini tetap hidup dan diwariskan kepada generasi mendatang.
Baca juga: Sejarah perkembangan Wayang kulit sebagai warisan budaya Indonesia
Baca juga: Peran dalang, sinden, dan pengrawit dalam pementasan wayang kulit
Baca juga: Wayang jadi warisan budaya berbobot luhur nan relevan dengan zaman
Pewarta: Raihan Fadilah
Editor: Alviansyah Pasaribu
Copyright © ANTARA 2024