Liputan6.com, Jakarta - Uni Eropa, Organisasi Internasional untuk Migrasi (IOM) dan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) meluncurkan inisiatif indeks Risiko Perpindahan Akibat Iklim (RICD) pada Rabu (16/10/2024).
RICD merupakan sebuah perangkat nan dirancang untuk memberikan pandangan ke depan operasional guna mengantisipasi, mengurangi, dan merespons pengungsian akibat iklim.
Komisioner Uni Eropa untuk Manajemen Krisis Janez Lenarcic mengatakan, Uni Eropa memberikan pendanaan untuk inisiatif RICD ini sebesar 1 juta Euro alias setara Rp16.9 miliar.
"Sebagian besar biaya untuk inisiatif ini berjumlah 1 juta Euro. Kami sangat senang untuk mendanainya, lantaran kami memandang pentingnya dan potensi dari inisiatif ini, lantaran ini adalah inisiatif nan mempunyai akibat ke depan," kata Janez Lenarcic kepada awak media pada Rabu (16/10).
"Ini adalah inisiatif nan mencoba mengidentifikasi apa nan bakal terjadi dan juga kemungkinan gimana mencegahnya alias mengelolanya dengan baik sehingga orang-orang terlindungi."
Menurut Janez Lenarcic, inti dari inisiatif ini adalah untuk mengembangkan indeks akibat guna membantu perpindahan masyarakat akibat musibah dan pengaruh perubahan iklim.
"Jadi, kami mau mengidentifikasi akibat perpindahan masyarakat nan disebabkan oleh peristiwa cuaca nan mengenai dengan perubahan suasana alias nan disebabkan oleh kebakaran, banjir, tanah longsor, kenaikan permukaan laut, lampau angin topan dan sejenisnya."
"Tentu saja, RICD ini melibatkan pengumpulan data, melibatkan pandangan ke depan, melibatkan banyak pekerjaan mahir teknis dan ilmiah. Dan tentu saja, pekerjaan ini perlu dibiayai sepenuhnya."
Janez Lenarcic menjelaskan bahwa program bakal dibiayai selama jangka waktu dua tahun.
Bencana alam banjir melanda sejumlah area di Kabupaten Kudus, Jawa Tengah (Jateng). Lima kecamatan nan terdampak musibah banjir ialah Kecamatan Undaan, Jati, Kaliwungu, Mejobo, dan Jekulo, dengan total sebanyak 29 desa.
BNPB: Inisiatif RICD Penting Bagi Indonesia
Sementara itu, menurut Kepala Pusat Data, Informasi, dan Komunikasi, BNPB Abdul Muhari, inisiatif ini krusial bagi Indonesia dan sejalan dengan prioritas nasional.
"Inisiatif ini sangat krusial bagi Indonesia, sejalan dengan prioritas nasional kita dalam kesiapsiagaan bencana, pengurangan risiko, dan ketahanan iklim," kata Abdul Muhari.
Menurut Abdul Muhari, RICD bakal memberikan info dan wawasan nan dibutuhkan untuk mengantisipasi dan menanggapi pengungsian akibat suasana dengan lebih baik, memperkuat kesiapsiagaan penduduk Indonesia, dan melindungi masyarakat nan rentan.
Abdul Muhari menegaskan, dalam beberapa bulan ke depan, seluruh mitra proyek bakal bekerja sama untuk mengembangkan model data.
Dimulai dengan kajian makro tingkat nasional tentang akibat pengungsian. Upaya kolaboratif ini kemudian bakal beranjak ke penyelenggaraan penilaian tingkat mikro di lokasi-lokasi utama, nan memberikan wawasan terarah untuk formulasi kebijakan dan respons operasional di seluruh Indonesia.
BNPB: Laporan Bencana di Indonesia Punya Kolerasi dengan Efek Perubahan Iklim
Abdul Muhari mengatakan, info dari BNPB menunjukkan bahwa sebagian besar (98 persen) musibah di Indonesia berangkaian masalag perubahan iklim.
"Pada tahun 2023, kebakaran rimba menjadi kejadian nan paling sering terjadi di Indonesia. Kemudian banjir juga sering terjadi di Indonesia," kata Abdul Muhari.
"Wilayah nan paling sering mengalami musibah di Indonesia adalah Sumatera, Jawa dan Kalimantan. Jadi, jika Anda mau mengurangi jumlah kejadian musibah ini, BNPB mau konsentrasi melakukan intervensi."
Abdul Muhari menjelaskan bahwa Indonesia sempat mengalami periode puncak El Nino dan gelombang kebakaran rimba menjadi kejadian nan paling sering terjadi di Indonesia.
"Jadi, BNPB mendukung inisiatif ini, dan kami mau mempunyai lebih banyak wawasan ke depan tentang apa nan dapat kami lakukan dengan indeks ini."
"Kami mempunyai info dasar, kami mempunyai info bencana, kami mempunyai info populasi nan terkena akibat hingga ke skala manajemen terkecil. Dan tentu saja, dengan mempunyai info ini, mari kita berkolaborasi, dan kami berambisi BNPB dapat melakukan apa nan dapat kami lakukan dengan indeks ini dalam mengarahkan kebijakan dengan lebih baik."