Liputan6.com, Jakarta - Tim kuasa norma Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka mengapresiasi PTUN Jakarta menyatakan gugatan PDI-Perjuangan terhadap KPU tidak dapat diterima
“Kami mengapresiasi keputusan Majelis Hakim, setidaknya menjadi jelas dan terdapat kepastian,” kata Rivai Kusumanegara, salah satu kuasa norma Prabowo-Gibran di Jakarta, Kamis malam, (24/10/2024).
Sedangkan ketika ditanya soal dasar norma pertimbangan majelis pengadil PTUN Jakarta menyatakan gugatan tersebut tidak dapat diterima, Rivai mengaku belum bisa menjelaskan sekalipun pihaknya dalam jawaban mengusulkan eksepsi kompetensi absolut.
“Saya baru membaca amar putusan melalui e-court dan salinannya belum diperoleh, sehingga belum bisa menjelaskan apakah argumen kami alias KPU nan digunakan lantaran anglenya sedikit berbeda,” ujarnya.
Rivai menyampaikan, berasas info di e-court, amar putusan PTUN Jakarta perkara Nomor: 133/G/TF/2024/PTUN.JKT tanggal 24 Oktober 2024, yakni:
“Dalam Eksepsi: Menerima eksepsi Tergugat dan Tergugat II Intervensi mengenai kewenangan/kompetensi absolut Pengadilan.Dalam Pokok Perkara: 1 Menyatakan gugatan Penggugat tidak diterima; 2. Menghukum Penggugat untuk bayar biaya perkara sejumlah Rp342.000,00 (tiga ratus empat puluh dua ribu rupiah)."
Respons PDIP
Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta telah menolak gugatan PDIP. Gugatan itu mempersoalkan soal penetapan Gibran Rakabuming Raka sebagai Wakil Presiden (Wapres). Diketahui, amar putusan perkara ini dibacakan secara elektronik (e-court) oleh majelis pengadil PTUN Jakarta pada Kamis (24/10/2024).
Dengan adanya putusan itu, Ketua DPP PDIP Ronny Berty Talapessy mengatakan, jika partainya telah menghormati putusan PTUN tersebut.
"Kita hormati putusan pengadilan atas gugatan kami. Soal langkah selanjutnya dari partai, kami bakal berembuk terlebih dulu," kata Ronny saat dihubungi, Kamis (24/10/2024).
Sehingga, dirinya mengaku, belum bisa memberikan komentar nan lebih atas putusan gugatan itu.
"Saya belum bisa memberikan komentar apa pun, lantaran belum menerima dan membaca secara komplit putusan tersebut," tegasnya.
"Terutama soal pertimbangan majelis mengenai gugatan kami. Itu saja dari saya," pungkasnya.
Gugatan Terkait Pencalonan Gibran
Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) memutuskan tidak menerima gugatan nan diajukan PDI Perjuangan (PDIP) terhadap Komisi Pemilihan Umum (KPU), mengenai pencalonan Gibran Rakabuming Raka sebagai wakil presiden terpilih.
“Setelah majelis pengadil berembuk dan memutuskan. Mengadili, dalam eksepsi menerima eksepsi Tergugat dan Tergugat II intervensi, mengenai kewenangan alias potensi absolut pengadilan. Dalam pokok perkara, menyatakan gugatan Penggugat tidak diterima. Menghukum Penggugat untuk bayar biaya perkara sejumlah Rp342.000,” tutur Jubir PTUN Jakarta Irvan Mawardi kepada wartawan, Kamis (24/10/2024).
Bahwa berasas kebenaran norma nan diuraikan majelis hakim, PTUN menilai karakter persoalan norma itu berada dalam sengketa proses pemilu.
Diketahui, penyelesaian sengketa pemilu secara unik telah diatur dalam Pasal 470 UU Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilu juncto Pasal 2 Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 5 tahun 2017 Tentang Tata Cara Penyelesaian Sengketa Pemilihan Umum di PTUN.
“Sehingga sengketa ini tak dapat dimaknai sebagai tindakan alias perbuatan melawan hukum, sebagaimana Pasal 1 Angka 4 Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2019, dan juga tak termasuk sengketa hasil, bukan sengketa hasil Pemilu sebagaimana ketentuan UU Nomor 9 Tahun 2004 Tentang Perubahan Atas UU Nomor 5 Tahun 1986,” jelas dia.
Adapun putusan tidak diterima itu berarti formil tidak terpenuhi. Irvan mengulas, untuk formilnya sendiri ada tiga, ialah tentang kewenangan pengadilan, tentang tenggat waktu, dan tentang kepentingan dirugikan.
Majelis pengadil pun beranggapan objek sengketa nan diajukan PDIP bukan menjadi kewenangan PTUN lantaran pengetesan itu masuk di ranah sengketa Pemilu.
“Seperti itulah pokok-pokok dari putusan hari ini. Intinya tak diterima dan ini merupakan bukan jenis berada dalam sengketa proses Pemilu nan dalam sengketa proses Pemilu itu ada ranahnya sendiri, jadi ketika Pemilu sedang berlangsung,“ ungkapnya.
“Putusan ini di tingkat pertama, tetap bisa dilakukan upaya norma lainnya andaikan ada pihak tak merasa tak puas dengan hasil majelis hakim,” Irvan menandaskan.