Tanggapi Pernyataan Kontroversi Dimyati, Bendum Golkar: Kita Juga Punya Presiden Perempuan

Sedang Trending 2 minggu yang lalu

Liputan6.com, Jakarta - Pernyataan Calon Wakil Gubernur Banten Dimyati Natakusumah mengenai wanita saat debat Pilgub Banten 2024 menuai kontroversi. Bendahara Umum Partai Golkar Sari Yuliati pun turut memberikan komentar.

Dia membalas pernyataan Dimyati dengan fakta-fakta nan ada. Menurut dia, sudah ada buktinya wanita bisa menjadi pemimpin dahsyat di Indonesia.

"Kalau wanita itu jangankan gubernur, presiden kita juga punya perempuan. Dan Indonesia baik-baik saja, apalagi lebih baik. Ketua DPR juga perempuan, bagus-bagus juga," kata Sari di DPP Partai Golkar, Jumat (18/10/2024).

Sari mengamini bahwa wanita sudah terbukti bisa mengemban tugas berat, apalagi sebagai seorang pemimpin. "Ya," ucap dia singkat.

Namun Sari enggan menanggapi lebih jauh mengenai polemik pernyataan Dimyati dalam area debat. Dia menduga, Dimyati salah berucap.

"Mungkin maksud dia enggak begitu, itu slip of tounge aja," ucap dia.

Sebelumnya, pada debat perdana Pilgub Banten, Rabu (16/10/2024) lalu, Dimyati mengatakan seorang wanita seharusnya dimuliakan, bukan malah diberi tugas berat, termasuk menjadi gubernur.

“Wanita itu kudu mendapatkan perhatian lantaran memang wanita itu spesial. Kita kudu melindungi wanita. Wanita jangan dikasih beban berat, apalagi jadi gubernur, itu berat loh. Maka laki-laki lah kudu membantu memaksimalkan gimana Banten maju,” kata Dimyati beberapa waktu.

Dinilai Rendahkan Perempuan

Pegiat kesetaraan perempuan, Rinawati Prihatiningsih menyayangkan pernyataan Cawagub Banten Dimyati Natakusumah dalam Debat Pilkada 2024. Narasi Dimyati nan diduga untuk menyerang rivalnya calon gubernur Banten Airin Rachmi Diany, justru dinilai merendahkan kaum perempuan.

"Perempuan tidak semestinya diremehkan alias dipersempit ruang geraknya hanya lantaran asumsi-asumsi tentang keahlian bentuk alias mental," kata Rinawati dalam keterangan kepada wartaaan, Jumat (18/10/2024).

Diketahui, dalam debat itu, Dimyati Natakusumah melontarkan bahwa wanita jangan diberi beban berat. Apalagi jadi gubernur, kata dia, bakal terasa berat dijalani oleh perempuan. Pernyataan Dimyati nan seakan mau melemahkan Airin, justru dinilai salah.

Menurut Rinawati, kepemimpinan sejati terletak pada gimana seseorang bisa melayani dan membawa perubahan positif bagi masyarakat. "Dan perihal itu bisa dilakukan oleh siapa pun nan mempunyai keahlian dan komitmen, terlepas dari gender," katanya.

Rinawati mengatakan, wanita mempunyai kapabilitas dan keahlian nan sama dengan laki-laki dalam memimpin, termasuk sebagai gubernur.

Kata Rina, beban dan tanggung jawab kepemimpinan bukan ditentukan oleh gender, melainkan oleh kompetensi, integritas, dan dedikasi seseorang. "Banyak wanita nan telah membuktikan diri bisa memimpin di beragam sektor, apalagi di posisi nan menuntut tanggung jawab besar," katanya.   

Disorot Perludem

Pengamat Politik Perludem Titi Anggraini juga menyoroti pernyataan Dimyati. Menurutnya, kehadiran dan kepemimpinan wanita di politik dan pemerintahan merupakan perihal nan tak perlu diperdebatkan. Dalam suatu negara kerakyatan wanita mempunyai kewenangan untuk memilih dan dipilih serta terlibat sebagai penyelenggara negara.

"Pola pikir nan mendomestifikasi wanita dan meragukan kapabilitas serta kompetensinya untuk terlibat dalam pemerintahan dan kehidupan bernegara merupakan corak diskriminasi nan bertentangan dengan konstitusi dan kewenangan asasi manusia," katanya saat dihubungi Tim Regional pinangraya.com Kamis (17/10/2024)

Titi juga mengatakan, penggunaan diksi alias narasi nan menempatkan pemuliaan wanita dengan langkah menjauhkannya dari ruang publik merupakan corak marginalisasi terhadap perempuan.

"(Pernyataan itu) sama sekali jauh dari tindakan memuliakan perempuan. Justru pernyataan tersebut sangat mendiskriminasi dan memarginalisasi wanita dari ranah politik dan publik. Pernyataan tersebut sangat tidak relevan dan sangat memundurkan eksistensi wanita dalam tata kelola pemerintahan." katanya.

Menurut Titi, pernyataan tersebut perlu disesalkan. Seorang calon kepala wilayah alias wakil kepala wilayah semestinya sudah tuntas dengan paradigma dan konsepsi adil dan setara gender.

"Mestinya debat berfokus pada menguji dan mengelabori ide, gagasan, dan program paslon. Mestinya, tidak ada lagi rumor soal kepemimpinan wanita di tengah praktik kerakyatan konstitusional nan dipraktikkan Indonesia," katanya.

Selengkapnya
Sumber Politik
Politik