Serang PinangRaya -
Sungai Ciujung selama puluhan tahun menjadi sumber penghidupan bagi ratusan ribu penduduk nan hidup di bantarannya, di empat kecamatan di Kabupaten Serang, Banten ialah Tanara, Tirtayasa, Carenang dan Lebakwangi.
Warga di empat kecamatan tersebut memanfaatkan air Sungai Ciujung untuk mengelola tambak ikan, udang, mengairi persawahan, hingga kebutuhan sehari-hari.
Seiring dengan industrialisasi di Kabupaten Serang, kualitas air Sungai Ciujung mulai terjadi perubahan akibat banyak industri nan membuang limbah ke sungai itu.
Perubahan kualitas baku mutu air sungai itu membikin kehidupan masyarakat berubah luar biasa.
Ikan dan udang di tambak-tambak penduduk menjadi stres dan meninggal sehingga pendapatan para petambak menjadi berkurang.
Kemudian di sisi kesehatan manusia, kualitas air nan rendah bisa menimbulkan iritasi kulit dan gatal-gatal bagi penduduk nan memanfaatkan sungai itu untuk mandi dan mencuci pakaian.
Saat di ujung musim tandus ini kondisi air Sungai Ciujung masih menghitam dan berbau menyengat sehingga secara kasat mata saja semua orang mengerti telah terjadi pencemaran berat.
Hal tersebut dikeluhkan oleh Kepala Desa Cibodas, Ubaidillah secara langsung kepada Menteri Lingkungan Hidup (LH) Hanif Faisol Nurofiq dan Menteri Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal (Mendes PDT), Yandri Susanto, saat audiensi di Desa Cerukcuk, Kecamatan Tanara, pada 8 November 2024.
Ubaidillah mengatakan sebagai Ketua Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (APDESI) Kecamatan Tanara, dia berupaya memperjuangkan pulihnya Sungai Ciujung.
Upaya nan dia lakukan diantaranya berkoordinasi dengan kepala desa lainnya di sepanjang bantaran Sungai Ciujung, dan terakhir ke perusahaan di sekitarnya.
Namun hingga kini, belum ada respon nan dilakukan dari industri nan diduga mencemari Sungai Ciujung tersebut.
Sepanjang jalanan nan membawa dua menteri tersebut menuju audiensi berbareng penduduk di Kecamatan Tanara, hilir Sungai Ciujung, tampak pencemaran limbah industri.
Sejumlah sungai berwarna hijau cerah, nan dipenuhi tanaman eceng gondok. Beberapa sungai lainnya ada nan berwarna kecoklatan, namun tetap dipakai untuk kebutuhan mandi dan cuci.
Laporan media dan sejumlah pihak mengenai pencemaran Sungai Ciujung menjadi pemantik Kementerian Lingkungan Hidup untuk mendeteksi penyebab masalahnya.
Industri pencemar sungai
Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq menyatakan ada 26 perusahaan terindikasi berkontribusi mencemari Sungai Ciujung berdasarkan pemetaan dari drone dan gambaran satelit.
Dalam kunjungan kerjanya di Kabupaten Serang, Menteri LH melakukan sidak ke dua perusahaan pulp dan kertas nan diduga mencemari lingkungan.
Sidak tersebut bermaksud untuk menegakkan norma bagi industri nan tidak betul membuang dan mengolah limbah, sehingga berakibat jelek pada lingkungan warga.
Dari tinjauannya di salah satu pabrik kertas, PT IK, Kementerian Lingkungan Hidup menyegel tempat pengolahan limbah seluas 42 hektare, dengan berat limbah mencapai lebih dari dua juta ton.
Tak jauh dari letak pabrik, juga terdapat letak pembuangan dan pengolahan limbah kedua, seluas separuh hektare nan berada di pinggir badan sungai.
Penyegelan kedua letak limbah tersebut dilakukan Direktorat Jenderal Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup.
Hanif mengatakan akibat dari pencemaran limbah tersebut antara lain membikin air lindi dari limbah mencemari perairan, membikin kerusakan tanah, hingga memunculkan cemaran mikroplastik nan berakibat pada kehidupan sehari-hari penduduk kampung.
Ia memerintahkan dua perusahaan tersebut dilakukan audit lingkungan, sebagai langkah penegakan hukum.
Sementara dari audiensi berbareng para kepala desa, Hanif menjanjikan dalam waktu 3 sampai 4 bulan kondisi Sungai Ciujung bakal kembali bening untuk digunakan masyarakat.
Upaya pemulihan baku mutu sungai juga melibatkan Kemendes PDT untuk koordinasi dalam memastikan agunan kesejahteraan penduduk desa nan bersenggolan dengan industri.
Langkah korektif
Terhadap industri nan diduga berkontribusi dalam pencemaran Sungai Ciujung, tidak menutup kemungkinan bakal terjerat pidana sebagaimana petunjuk Pasal 98 ayat (1) dan 103 UU nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH).
Pasal 98 ayat (1) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU PPLH) mengatur tentang ancaman balasan bagi pelaku pencemaran lingkungan.
Setiap orang nan dengan sengaja melakukan perbuatan nan mengakibatkan dilampauinya baku mutu lingkungan hidup, dipidana dengan pidana penjara paling singkat tiga tahun dan paling lama 10 tahun.
Selain itu, pelaku juga dikenakan denda paling sedikit Rp3 miliar dan paling banyak Rp10 miliar.
Ancaman balasan nan lebih berat bertindak jika pencemaran lingkungan mengakibatkan orang luka alias ancaman kesehatan manusia. Dalam perihal ini, pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 tahun dan denda paling banyak Rp12 miliar.
Sementara pasal 103 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU PPLH) membahas tentang hukuman bagi pelaku tindak pidana pencemaran limbah bahan rawan dan beracun
"Langkah-langkah korektif itu kudu dilakukan berbareng untuk memberikan rasa kondusif terhadap lingkungan seluruh masyarakat di Indonesia," katanya.
Pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten untuk lebih sadar dan mengambil langkah tegas terhadap pencemaran lingkungan. Dimulai dari pengawasan, pengambilan sampel air secara rutin, dan memeriksa akomodasi instalasi pengolahan limbah di setiap industri nan berada di sisi Sungai Ciujung.
Kalau perlu dibentuk kader pemantau sungai dengan melibatk
an warga sekitar sungai sehingga perubahan kualitas air dapat terdeteksi sejak awal sehingga petugas lingkungan hidup bisa menindaklanjuti secara sigap untuk menentukan sumber pencemaran.
Kehadiran KLH di lapangan bakal menimbulkan kesadaran bahwa pemerintah betul-betul konkret untuk memandang langsung di lapangan, dengan terjun ke letak guna pemetaan.
Penegakkan norma perlu diterapkan untuk memastikan pelaku pencemaran limbah bertanggung jawab atas kerusakan nan ditimbulkan, serta memberikan pengaruh jera nan mendorong perusahaan dan perseorangan untuk lebih memperhatikan pengelolaan limbah secara berkelanjutan.
Selain itu, penegakan norma juga kudu melibatkan pengawasan nan ketat dari pemerintah dan lembaga terkait, agar pencemaran limbah nan merusak sungai dapat diminimalisir.
Penegakan norma pada pencemaran lingkungan secara konsisten dan efektif diharapkan dapat menciptakan kesadaran kolektif bakal pentingnya menjaga kelestarian sungai, bagi generasi mendatang.
Editor: Budhi Santoso
Copyright © ANTARA 2024